Pacta sunt servanda merupakan salah satu prinsip dalam perjanjian (Aggrement must be kept), adalah sebuah asas hukum yang menyatakan bahwa setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan suatu perjanjian.asas tersebut juga menjadi dasar hukum Internasional karena tercantum dalam pasal 26 konvensi Wina tahun 1969 yang menyatakan bahwa : “Every treaty in force in binding upon the parties to it and must be perfomed by them in good faith (Setiap perjanjian berlaku untuk mengikat para pihak dan harus dilakukan oleh mereka dengan itikad baik”.
Pacta sun servanda pertama kali dikenalkan oleh Hugo Grotius seorang filsafat yang berasal dari Belanda , Grotius kemudian mencari mencari dasar hukum perikatan dengan mengambil prinsip-prinsip hukum alam atau hukum kodrat.artinya bahwa seseorang yang mengikatkan diri pada sebuah perjanjian maka mutlak harus menepati janji tersebut (Promissorum implendorum obligati).menurut Grotius bahwa Asas Pacta sunt servanda timbul dari premis bahwa perjanjian yang terjadi secara alami ,sifatnya sudah mengikat berdasarkan dua alasan yaitu :
- Sifat kesederhanaan bahwa seseorang harus bekerjasama dan berinteraksi dengan orang lain ,yang berarti orang tersebut harus saling mempercayai yang pada akhirnya memberikan kejujuran dan kesetiaan.
- Bahwa setiap individu memiliki hak ,yang paling mendasar adalah hak milik yang dapat dialihkan ,apabila seseorang yang memiliki hak kemudian melepaskan hak miliknya sendiri, maka tidak ada alasan untuk mencegah dia melepaskan haknya tersebut,khususnya melalui kontrak.
Di Indonesia,Pacta sunt servanda tersebut diwujudkan dalam hukum nasional Indonesia yaitu dalam pasal 1338 Kitab Undang-undang hukum perdata (BW) yang menyatakan bahwa :
- Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-undang maka berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
- Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak ,atau karena alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Pacta sunt servanda disebut juga sebagai asas kepastian hukum yang berkaitan dengan akibat perjanjian dan asas tersebut juga menyatakan bahwa hakim ataupun pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak sebagaimana layaknya Undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi yang dibuat oleh para pihak tersebut.