Asas ” Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” adalah berarti suatu perbuatan hanya dapat dihukum bila sebelum perbuatan tersebut dilakukan,telah ada Undang-undang atau peraturan hukum yang melarangnya dan ada ancaman hukumannya. Asas ini hanya berlaku dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan dasar hukumnya ditemukan pada buku I Pasal 1 ayat (1) KUHP.
Pencetus asas Nullun Delictum tersebut adalah seorang sarjana hukum pidana dari Jerman yang bernama Von Feurbach (hidup pada tahun 1775-1833).
Asas Nullum Delictum ini tidak terlepas dari Asas Legalitas,yaitu asas yang menekankan bahwa Hukum pidana sebagai Undang-undang haruslah tertulis.Asas legalitas disamping di sahkan,juga harus tertulis dan tegas.
Asas Legalitas mengandung 3 pengertian yaitu:
- Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali.
- Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kias).
- Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.
Tujuan Asas Legalitas yaitu:
- Agar tercapainya kepastian hukum karena setiap orang bisa melihat dan membacanya.
- Dengan hukum tertulis,hakim dalam menjatuhkan hukumannya tidak sekehendaknya sendiri.
Asas nullum delictum maupun asas legalitas serta asas Lex temporis delicti terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP,yaitu:
- Bahwa secara keseluruhan dari isi Pasal 1 ayat (1) KUHP adalah merupakan asas Nullum delictum.
- Bahwa atas dasar kalimat ” Atas ketentuan pidana dalam Undang-undang” adalah asas legalitas.
- Bahwa dari pasal tersebut disimpulkan dalam kalimat ” Adalah perbuatan seseorang harus diadili menurut aturan yang berlaku pada waktu perbuatan dilakukan” merupakan asas Lex temporis delicti.
Sedangkan ditinjau dari pasal 1 ayat (2) KUHP,pasal ini dimaksudkan untuk mengatasi bilamana terjadi perubahan peraturan perundang-undangan ,maka yang akan dipakai adalah aturan yang meringankan terdakwa.
Batas-batas berlakunya Perundang-undangan pidana menurut tempat dan waktu
Asas-asas yang mendasari berlakunya hukum pidana adalah yaitu :
- Asas pengatur waktu (tempus) berlakunya hukum pidana yakni menurut asas nullum delictum (Pasal 1 ayat (1) KUHP,dan tidak berlaku surut.
- Asas pengatur tempat (Locus) berlakunya hukum pidana terdiri atas :
a.Asas teritorial (Pasal 2 dan pasal 3 KUHP).
Asas teritoril adalah berlakunya Undang-undang hukum pidana dari suatu negara,disandarkan pada tempat atau teritorial dimana suatu perbuatan itu dilakukan dan tempat tersebut harus terletak dalam suatu wilayah dimana Undang-undang hukum pidana tersebut berlaku.
Pengecualiannya diberlakukan terhadap anggota diplomatik/konsuler dan militer asing,maka ia mempunyai hak eksteritorialitet dan Immuniteit,bilamana ia melakukan kejahatan maka dapat ditindak dengan cara :
- Mem persona gratakan,yaitu mengusir dan tidak boleh kembali lagi ke negara yang bersangkutan.
- Mengirim laporan atau pengaduan kepada pemerintah negaranya agar yang bersangkutan dipanggil pulang untuk dihukum.
b.Asas personalitas (Pasal 5,6,7 KUHP)
Asas personalitas adalah berlakunya Undang-undang hukum pidana suatu negara disandarkan pada kewarganegaraan atau nasionalitasnya seseorang yang melakukan perbuatan pidana di negara lain.Contohnya : A seorang warga negara indonesia yang bekerja di luar negeri, kemudian diluar negeri tersebut si A melakukan kejahatan,kemudian si A dipulangkan ke indonesia untuk diadili atas kesalahannya melakukan kejahatan tersebut.hal-hal tersebut diatur dalam pasal-pasal :
- Pasal 5 KUHP :Belaku bagi Warga negara indonesia yang berada diluar wilayah indonesia.
- Pasal 5 ayat (1) ke 2 KUHPÂ : Sama-sama dianggap sebagai kejahatan (baik dilakukan di luar negeri maupun di dalam negeri).
- Pasal 5 ayat (2) KUHP :Seorang yang baru menjadi warga negara indonesia tetap bisa dikenakan ketentuan pidana yang berlaku.
- Pasal 6 KUHP : Membatasi Pasal 5 ayat (1) ke 1 KUHP supaya orang tersebut jangan sampai diancam dengan pidana mati.
- Pasal 7 KUHP :Mengatur mengenai kejahatan karena jabatan.
c.Asas perlindungan (Asas nasional pasif) diatur dalam pasal 4 dan pasal 8 KUHP
Asas perlindungan adalah berlakunya Undang-undang hukum pidana suatu negara disandarkan pada kepentingan hukum yang dilanggarnya. dalam hal ini hukum pidana suatu negara berlaku juga terhadap siapa saja yang melakukan perbuatan pidana,meskipun diluar wilayah negara tersebut,bila perbuatan tersebut mengganggu negara yang bersangkutan. Contohnya : Si X warga negara indonesia,tinggal di Amerika melakukan kejahatan dengan merencanakan makar terhadap pemerintah indonesia di jepang,kemudian tertangkap.Bila pemerintah indonesia meminta dan dikabulkan oleh pemerintah Jepang,maka si X tersebut dapat diadili di Indonesia dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku di Indonesia.
Jadi Asas nasional pasif tersebut yang diutamakan adalah untuk kepentingan hukum negara yang bersangkutan.
d.Asas Universal (Pasal 4 KUHP)
Asas Universal adalah Hukum pidana suatu negara yang menganutnya dapat diberlakukan terhadap siapa saja yang melanggar kepentingan hukum dari seluruh dunia. Contohnya : Si B Warga negara Jepang,memalsukan mata uang Amerika,lalu kemudian lari ke Indonesia dan tertangkap.maka si B dapat diadili di Indonesia dengan diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Jadi dalam asas Universalitas tersebut yang diutamakan adalah untuk kepastian hukum dan kepentingan hukum seluruh negara.Negara Indonesia menganut ke 4 asas tersebut,tetapi ada pembatasannya yaitu pada pasal 9 KUHP mengenai hukum internasional.
Sifat melanggar hukum sesuatu perbuatan
Melanggar hukum adalah perbuatan:
1.Manusia :
- Aktif,yaitu berbuat sesuatu yang dilarang dan diancam Undang-undang.
- pasaf,yaitu mendiamkan atau tidak melakukan perbuatan yang sebenarnya diwajibkan oleh Undang-undang,Contoh: Pasal 304 KUHP tentang Meninggalkan orang yang perlu ditolong).
2.Dilarang oleh hukum maupun Undang-undang dengan ancaman hukuman atau oleh adat istiadat atau kebiasaan dan kesopanan yang hidup dalam masyarakat.
Unsur melanggar hukum ada 2 jenis yaitu :
- Unsur melanggar hukum secara Formil.Menurut D.Simon adalah suatu perbuatan yang mengandung suatu unsur atau beberapa hal yang dalam undang-undang nyata-nyata ditulis atau ditegaskan sebagai “Hal yang melanggar hukum” Misalnya : Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang pemerasan dan pengancaman).
- Unsur melanggar hukum secara materiil.Menurut Van Hammel adalah salah satu perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat (Baik tertulis maupun tidak tertulis) dipandang sebagai perbuatan melanggar hukum meskipun Undang-undang tidak menegaskan demikian.