Pengertian hukum waris dan azas-azas hukum waris

0
2405

Hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan dimana berhubung dengan meninggalnya seseorang,akibat-akibatnya didalam bidang kebendaan,diatur yaitu : akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal,kepada ahli waris,baik dalam hubungannya antara mereka sendiri,maupun dengan pihak ketiga (Mr.A.Pitlo).

Di Indonesia,hukum waris dikenal ada 3 macam yaitu :

  1. Hukum waris barat,yang terdapat dalam KUH Perdata.
  2. Hukum waris islam,yang terdapat dalam Al Quran,surah An nissa ayat 1,7-13 dan 176,Al Anfaal ayat 75,Al Baqarah ayat 180.
  3. Hukum waris adat,yang berlaku hukum adat.

Sifat warisan dalam suatu masyarakat tertentu (seperti masyarakat adat) adalah berhubungan erat dengan sifat kekeluargaan serta pengaruhnya pada kekayaan dalam masyarakat itu.

Sifat kekeluargaan di Indonesia ada 3 macam yaitu :

  1. Sifat kebapakan (Patriachaat, vaderrechtelijk), yaitu masyarakat yang lebih mengutamakan laki-laki,misalnya : Masyarakat batak,Ambon,Bali. Dalam sifat kebapakan tersebut,yang mendapat warisan hanya laki-laki.Perempuan tidak merupakan ahli waris.Misal : Di Bali,hanya anak tertua saja yang sering mewaris seluruh harta peninggalan ,tetapi dengan kewajiban memelihara adik-adiknya serta mengawinkan mereka.
  2. Sifat keibuan (Matriarchaat ,moederrechtelijk),yaitu masyarakat yang lebih mengutamakan perempuan,terdapat pada masyarakat Minangkabau. menurut hukum adat minangkabau, apabila seorang laki-laki meninggal dunia,maka anak-anaknya tidak dapat merupakan ahli waris dari harta pencahariannya. Hartanya diwarisi oleh saudara-saudaranya sekandung. Apabila dia menginginkan agar anaknya mendapat warisan atas harta peninggalannya,maka sebelum meninggal dapat dibuat hibah kepada anak-anaknya.
  3. Sifat Kebapak-ibuan (Parental, ouderrechtelijk),yaitu Masyarakat yang tidak ada mengutamakan laki-laki atau perempuan ,misalnya : pada masyarakat jawa,melayu. dalam masyarakat ini, baik laki-laki atau perempuan merupakan ahli waris bapak maupun ibunya.

Sistem kewarisan

Di Indonesia dikenal 3 sistem Kewarisan yaitu:

  1. Sistem kewarisan individual,yang ciri-cirinya adalah bahwa harta peninggalan dapat dibagi-bagikan pemilikannya diantara ahli waris.
  2. Sistim kewarisan kolektif,yang ciri-cirinya adalah bahwa harta peninggalan itu diwarisi oleh sekelompok ahli waris yang merupakan semacam badan hukum,dimana harta tersebut (disebut harta pusaka) tidak dibagi-bagikan pemilikannya diantara ahli waris,dan hanya boleh dibagi-bagikan pemakaiannya,misalnya di masyarakat Minangkabau.
  3. Sistim kewarisan mayorat,yang ciri-cirinya adalah dimana anak tertua berhak tunggal untuk mewarisi seluruh harta peninggalan atau berhak tunggal untuk mewarisi sejumlah harta pokok dari satu keluarga,seperti pada masyarakat Bali,Sumatera selatan (untuk anak perempuan).

Menurut hukum adat,pada hakekatnya anak angkat (adopsi) mempunyai kedudukan hukum sebagai anak turunan (sah), juga mengenai harta warisan,seseorang baru dapat dianggap anak angkat apabila orang yang mengangkat itu memandang dalam lahir maupun bathin anak itu sebagai anak turunannya sendiri.oleh karena itu harus diperhatikan apakah ada terjadi pengangkatan anak atau hanya pemeliharaan belaka.

Bagi orang Indonesia asli yang tunduk pada hukum adat dan beragama islam,pengaruh peraturan warisan yang terdapat dalam hukum islam tidak dapat diabaikan dan banyak mempengaruhi hukum warisan pada masyarakat adat.

menurut hukum adat dan hukum islam,pada hakekatnya yang beralih dari tangan yang meninggal dunia kepada ahli waris adalah barang-barang yang ditinggalkan dalam keadaan bersih.artinya setelah dikurangi hutang-hutang dan pembayaran lainnya.

Menurut Ter Haar,banyak daerah di Indonesia terutama daerah Jawa,hutang-hutang ini harus dibayar oleh para ahli waris,sekedar barang-barang warisan yang mereka terima mencukupi untuk membayar hutang-hutang tersebut.Menurut KUH Perdata,harta pewaris yang beralih itu semuanya,baik yang aktiva maupun passiva.

Cara untuk mendapatkan warisan ada 2 cara yaitu:

  1. Mewaris secara ab intestato atau mewaris secara Undang-undang,karena kedudukan sebagai ahli waris sesuai dengan ketentuan Undang-undang,dan biasanya karena adanya hubungan darah dan hubungan perkawinan.
  2. Mewaris secara testamentaire,yaitu mendapatkan warisan karena ditunjuk dalam wasiat atau testament.

Unsur-unsur warisan yaitu :

  1. Erflater atau pewaris,yaitu seorang peninggal warisan,yang pada wafatnya meninggalkan kekayaan.
  2. Erfgenaam, yaitu seorang atau beberapa ahli waris yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan itu.
  3. Nalatenschap (harta warisan), yaitu segala harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia setelah harta kekayaannya dikurangi semua hutangnya.

Berdasarkan pasal 528 KUH Perdata,hak mewaris diidentikkan dengan hak kebendaan,sedangkan ketentuan pasal 584 KUH Perdata memandang hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan,oleh sebab itu hukum waris dimasukkan dalam buku II KUH Perdata tentang benda.

Azas-azas Hukum waris

Azas-azas yang terdapat dalam hukum waris yaitu :

  1. Hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban  dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.
  2. Azas terbukanya atau terluangnya warisan,yaitu apabila seorang meninggal dunia,maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya. Ahli waris mempunyai hak saisine,artinya sekalian ahli waris demi hukum memperoleh hak milik atas barang,segala hak dan segala piutang si meninggal (Pasal 833 KUH Perdata).
  3. Ahli waris berhak untuk menuntut supaya segala apa saja yang termasuk harta si meninggal diserahkan padanya atas dasar haknya sebagai ahli waris. Hak menuntut tersebut disebut hak hereditatis (Pasal 834 dan 835 KUH Perdata).
  4. Tiap orang,meskipun seorang bayi yang baru lahir adalah cakap untuk mewarisi.

Oleh Undang-undang ditetapkan bahwa orang-orang yang berhubung dengan jabatan atau pekerjaannya maupun hubungannya dengan si meninggal tidak diperbolehkan menerima keuntungan dari suatu surat wasiat,misalnya : Notaris dan saksi-saksi dalam pembuatan wasiat.

Orang yang tidak patut menerima warisan

Menurut pasal 838 KUH Perdata,ditetapkan bahwa Orang-orang yang karena perbuatannya,tidak patut (onwaardig) menerima warisan yaitu:

  1. Seorang waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena menghilangkan nyawa si meninggal.
  2. Seorang waris yang telah menggelapkan ,memusnahkan atau memalsukan surat wasiat atau dengan memakai kekerasan atau ancaman telah menghalang-halangi si meninggal membuat surat wasiat menurut kehendaknya.

Dalam pasal 912 KUH Perdata,ditetapkan alasan-alasan yang menurut pasal 838 KUH Perdata tersebut menyebabkan seseorang tidak patut menjadi waris,berlaku juga sebagai halangan untuk dapat menerima pemberian-pemberian dalam suatu wasiat (testamen), kecuali jika ternyata dalam wasiatnya masih juga memberikan warisan kepada yang berbuat tersebut,maka hal itu dianggap sebagai suatu”pengampunan” terhadap orang tersebut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here