Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan. Menurut Pasal 1234 KUH Perdata,setiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,untuk berbuat sesuatu,atau tidak berbuat sesuatu. Kewajiban memenuhi prestasi dari debitor selalu disertai dengan tanggungjawab (liability), artinya debitor mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan hutangnya kepada kreditor.
Dengan demikian,objek perikatan/perjanjian adalah :
- Untuk memberi atau menyerahkan sesuatu,contoh: Perjanjian jual beli,tukar menukar.
- Berbuat sesuatu,contoh:membuat lukisan,perjanjian perburuhan.
- Tidak berbuat sesuatu,contoh :tidak mendirikan perusahaan sejenis.
Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seorang debitur tidak melakukan janji (tidak melaksanakan prestasi). Jadi apabila debitur tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya,maka ia dikatakan ia melakukan wanprestasi.
Tidak terpenuhinya kewajiban debitor tersebut memilii 2 alasan diantaranya:
- Karena kesalahan debitor,baik kesengajaan maupun kelalaian.
- Karena keadaan memaksa (force majeure),jadi diluar kemampuan debitor. Dalam hal ini debitor tidak bersalah.
Dalam pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik (te goeder trouw,in good faith),tidak hanya melaksanakan kewajiban yang secara tegas diatur dalam perjanjian,melainkan perlu diperhatikan sifat perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan,kebiasaan atau Undang-undang.
Menurut Pasal 1339 KUH Perdata “Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya,tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan,kebiasaan atau Undang-undang”. Selanjutnya Pasal 1347 KUH Perdata menetapkan bahwa Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sudah lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian (gebruikelijk beding),meskipun pada suatu waktu tidak dimasukkan dalam suatu perjanjian,harus juga dianggap tercantum dalam perjanjian.
Kriteria debitur wanprestasi
Untuk menentukan apakah debitor bersalah melakukan wanprestasi,perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitor itu dikatakan sengaja atau lalai tidak melaksanakan prastasi.
Menurut R.Soebekti,kriteria seorang debitur wanprestasi adalah :
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
- Melaksanakan apa yang dijanjikan ,tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
- Melaksanakan perjanjian,tetapi terlambat.
- Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Sedangkan menurut Abdulkadir muhammad,ada 3 keadaan untuk menentukan apakah debitor wanprestasi yaitu:
- Debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali,artinya debitor tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian,atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan Undang-undang dalam perikatan yang timbul karena Undang-undang.
- Debitor memenuhi prestasi,tetapi tidak baik atau keliru. artinya debitor melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau apa yang ditentukan oleh Undang-undang,tetapi tidak sebagaimana mestinya menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas yang ditetapkan Undang-undang.
- Debitor memenuhi prestasi,tetapi tidak tepat pada waktunya,artinya debitor memenuhi prestasi tetapi terlambat. Waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tidak dipenuhi.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman,wujud dari tidak memenuhi perikatan ada 3 macam yaitu:
- Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan.
- Debitur terlambat memenuhi perikatan.
- Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.
Dalam hukum berlaku suatu asas yaitu orang tidak boleh menjadi hakim sendiri (eigenrichting). Seorang kreditor yang menghendaki pelaksanaan suatu perjanjian dari seorang debitor yang tidak memenuhi kewajibannya,harus meminta perantaraan pengadilan. Tetapi sering terjadi bahwa debitor sendiri dari semula sudah memberikan persetujuannya,kalau ia sampai lalai,si kreditor berhak melaksanakan sendiri hak-haknya menurut perjanjian,dengan tidak usah meminta perantaraan hakim. Pelaksanaan dilakukan sendiri oleh kreditor tanpa perantaraan hakim yang disebut dengan parate execusi,misalnya: dalam gadai,hak tanggungan.
Dalam hal tenggang waktu yang telah ditentukan debitor tidak melaksanakan perjanjian untuk memberikan sesuatu,maka dipandang perlu debitor diperingatkan agar memenuhi prestasinya. Debitor dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Apabila pemenuhan prestasi tidak ditentukan waktunya,maka debitor perlu diperingatkan secara tertulis,dengan surat perintah atau sejenis itu (bevel of soortgelijke akte).
Dalam perintah atau akta mana ditentukan bahwa debitor segera atau pada waktu tertentu yang disebutkan untuk memenuhi prestasinya. Jika tidak dipenuhi maka ia dinyatakan lalai atau wanprestasi. Menurut Pasal 1238 KUH Perdata “Yang berutang adalah lalai,apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai,atau demikian perikatannya sendiri,si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan“.
Peringatan resmi untuk memenuhi prestasi dari pengadilan biasa disebut sommmatie yang dilakukan oleh jurusita dari pengadilan. Jadi peringatan kepada debitor dapat dilakukan dengan sommmatie yang dilakukan oleh jurusita dari pengadilan atau dengan “ingebreke stelling” yaitu peringatan tertulis kreditor kepada debitor.
Akibat hukum wanprestasi
Hukuman yang dikenakan pada debitur yang wanprestasi yaitu:
- Ganti rugi atau membayar kerugian yang diderita kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata), yang meliputi :
- Biaya,yaitu segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak.
- Rugi,yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan debitur.
- Bunga,yaitu kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dihitung oleh kreditur,tetapi dibatasi hanya kerugian yang diduga saja.Oleh sebab itu debitor wajib membayar ganti rugi,setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi perikatan itu (Pasal 1243 KUH Perdata).ganti rugi terdiri dari biaya,rugi dan bunga (Pasal 1244 s/d 1246 KUH Perdata). ganti rugi harus mempunyai hubungan langsung/hubungan causal dengan ingkar janji (Pasal 1248 KUH Perdata).
- Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian,bertujuan membawa kedua pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian dilaksanakan (Pasal 1266 KUH Perdata). Kalau satu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak lain maka hal itu harus dikembalikan.
- Peralihan resiko (Pasal 1237 KUH Perdata). Resiko dalam hukum adalah kewajiban memikul tanggungjawab jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak,yang menimpa barang objek perjanjian.
- Membayar biaya perkara,yaitu kalau sampai diperkarakan dimuka hakim (Pasal 181 ayat (1) HIR).
Dalam hukum perdata terdapat lembaga yang disebut actio pauliana,yaitu Lembaga hukum yang menyatakan bahwa kreditor dapat membatalkan perjanjian yang dibuat oleh debitor dengan pihak ketiga,manakala kreditor dirugikan oleh debitor,padahal sama sekali tidak ada keharusan bagi debitor untuk melakukan perbuatan itu (Pasal 1341 KUH Perdata).
Pembelaan debitur yang dituduh wanprestasi
Seorang debitor yang dituduh lalai dan dimintakan supaya terhadapnya dilakukan hukuman atas kelalaiannya itu,dapat membela dirinya dengan memajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan diri dari hukuman-hukuman itu,yaitu:
1.Memajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht,force majeur), Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata.
Dalam pembelaan ini debitor berusaha menunjukan bahwa tidak dapat dilaksanakannya apa yang diperjanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga,dan dimana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan itu. Jadi debitor tidak dapat dikatakan bersalah.
Keadaan memaksa (overmatch,force majeur) dibedakan atas :
- Overmacht absolut/objektif,yaitu dimana dengan adanya keadaan memaksa itu,debitor sama sekali tidak memungkinkan untuk melaksanakan prestasinya (janjinya),karena objek perikatan musnah atau lenyap.
- Overmacht relatif/subjektif,yaitu dimana dengan adanya keadaan memaksa itu ,debitor terhalang/tertunda,mengalami kesulitan-kesulitan atau menghadapi bahaya untuk memenuhi prestasinya/janjinya. Misalnya adalah : Objek perjanjian tidak dapat dipenuhi karena objek itu harus dibawa melalui sungai,padahal sungai itu tidak memungkinkan dilayari karena surut atau kering.
Vollmar menyebut overmacht relatif dengan isitilah relatieve overmacht,yaitu apabila pemenuhan prestasi itu masih mungkin dilakukan tetapi memerlukan pengorbanan yang besar yang tidak seimbang,atau menimbulkan bahaya kerugian yang besar bagi debitor.
Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu,sejak perikatan lahir benda itu atas tanggungan kreditor.Jika debitor lalai menyerahkannya,sejak kelalaian itu benda tersebut menjadi tanggungan debitor (Pasal 1237 KUH Perdata). Debitor tidak membayar ganti rugi,jika ia berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan,karena adanya keadaan memaksa (Pasal 1237 KUH Perdata). Jika benda yang dijual berupa barang sudah ditentukan,maka walaupun penyerahannya belum dilakukan,sejak saat pembelian tanggungjawab ada pada debitor (Pasal 1460 KUH Perdata). Debitor dibebaskan dari perikatan,jika sebelum ia lalai menyerahkan benda,benda itu musnah atau hilang (Pasal 1444 KUH Perdata).
Menurut Undang-undang ada 3 unsur yang harus dipenuhi untuk keadaan memaksa yaitu :
- Tidak memenuhi prestasi
- Ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitur
- Faktor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur.
Menurut pembentuk Undang-undang,keadaan memaksa itu adalah suatu alasan pembenar (rechtvaardigings grond) untuk membebaskan seseorang dari kewajiban membayar ganti rugi.
2. Mengajukan bahwa kreditur juga lalai (exceptio non adimpleeti contracus).
Dalam perjanjian bertimbal balik dianggap ada asas bahwa kedua belah pihak itu harus sama-sama melakukan kewajiban. Tentang exceptio non adimpleeti contracus, sebagai suatu pembelaan bagi debitor yang dituduh lalai,yang jika ternyata benar dapat membebaskan debitor dari pembayaran ganti rugi.Hal tersebut tidak diatur dalam Undang-undang,hanya dalam jurisprudensi.
Menurut Pasal 1478 KUH Perdata menyatakan bahwa si penjual tidak diwajibkan menyerahkan barangnya,jika pembeli belum membayar harganya,sedangkan penjual tidak telah telah mengizinkan penundaan pembayaran kepadanya.
3.Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya (rechtsverwerking),yaitu suatu sikap dari pihak kreditor darimana pihak debitor boleh menyimpulkan bahwa itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi.
Pengertian Risiko
Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak,Misalnya: Barang musnah,kapal karam. Jadi persoalan risiko tersebut berpokok pangkal pada kejadian yang dalam hukum perjanjian dinamakan keadaan memaksa (overmacht).Persoalan risiko merupakan buntut dari keadaan memaksa,sebagaimana ganti rugi adalah buntut dari wanprestasi.
Menurut Darus Badrulzaman,Risiko adalah suatu ajaran tentang siapakah yang harus menanggung ganti rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam keadaan force majeur.
Dalam Pasal 1237 KUH Perdata diatur tentang risiko yaitu : “Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan sesuatu barang tertentu,maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan adalah atas tanggungan si berpiutang.
Jadi dalam perikatan,untuk memberikan sesuatu barang tertentu,jika barang itu sebelum diserahkan musnah karena suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak,kerugian ini harus dipikul oleh si berpiutang,yaitu pihak yang berhak menerima barang. Selain itu risiko juga diatur dalam Pasal 1460 KUH Perdata (tentang risiko dalam jual beli),Pasal 1553 KUH Perdata (tentang risiko dalam sewa menyewa),Pasal 1545 KUH Perdata (tentang risiko dalam tukar menukar).
Untuk mencegah terjadinya tanggungjawab atas risiko inilah sehingga orang membuat asuransi/mengansuransikan sesuatu yang terancam atas terjadinya suatu peristiwa tertentu yang belum tentu akan terjadi. Peristiwa tertentu yang belum tentu akan terjadi tempat digantungkannya suatu asuransi disebut evenement.