Pengertian,makna,sistem dan larangan perkawinan menurut hukum adat kekeluargaan

0
9679

Hukum adat kekeluargaan adalah Hukum adat yang mengatur bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat (keluarga),kedudukan anak terhadap orang tua dan sebaliknya,kedudukan anak terhadap kerabat dan sebaliknya,serta masalah perwalian anak. Keluarga adalah kesatuan  hidup yang terdiri dari Bapak,ibu dan anak-anak,yang dipimpin oleh orang tua dan mempunyai harta kekayaan.

Menurut Reisner,Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari Bapak,ibu,adik,kakak,kakek dan nenek. Hubungan kekeluargaan dapat terjadi karena 3 hal yaitu :

  1. Karena hubungan darah.
  2. Karena hubungan perkawinan.
  3. Karena hubungan kasih sayang/adopsi.

Hubungan ikatan-ikatan tersebut membawa konsekuensi terhadap kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota keluarga,kedudukan anak terhadap orang tua dan sebaliknya,kedudukan anak terhadap kerabat dan sebaliknya serta masalah perwalian anak.

HUBUNGAN KETURUNAN GENEOLOGIS

Menurut Djojodiguno,SH keturunan memiliki istilah lain yaitu kewangsaan yang artinya adalah ada hubungan darah antara orang yang satu dengan yang lain. Sifat keturunan adalah lurus dan menyimpang. Suatu keturunan bersifat lurus apabila orang yang satu merupakan keturunan langsung dari yang lainnya. Hubungan keturunan lurus dapat dilihat keatas atau ke bawah. Lurus keatas misalnya ditarik dari cucu,bapak dan kakek, sedangkan lurus kebawah misalnya dari kakek,bapak,anak dan cucu.

Hubungan keluarga dapat ditarik menyimpang atau bercabang apabila antara dua orang atau lebih terdapat adanya ketunggalan leluhur misalnya saudara sekandung yang bapak ibunya sama,se kakek, se nenek dan lain-lain. Hubungan orang tua dan anak kandung sangatlah penting dalam masyarakat adat karena anak merupakan sebagai penerus keturunan orang tuanya, oleh sebab itu maka sering diadakan upacara-upacara adat terhadap anak,misalnya upacara adat di jawa barat pada masyarakat Priangan,upacara adat yang berhubungan dengan anak yaitu :

  • Upacara tingkeb, dilakukan saat kehamilan berusia 7 bulan.
  • Upacara penanaman ari-ari anak saat lahir.
  • Upacara tali pusat putus.
  • Upacara cukuran saat bayi berumur 40 hari.

Tujuan berbagai upacara tersebut adalah agar mendapat perlindungan dari tuhan yang maha kuasa,dengan harapan anak dapat lahir dengan selamat dan tumbuh berkembang menjadi anak yang baik di kemudian hari.

Hubungan orang tua dan anak mengakibatkan timbulnya akibat hukum yaitu :

  • Larangan perkawinan anak dan orang tua.
  • Kewajiban orang tua memelihara anaknya (hak alimentasi).
  • Anak mempunyai hak waris.

Di dalam masyarakat ada 3 macam garis keturunan yang dikenal yaitu :

  • Patrilineal,yaitu garis keturunan mengikuti bapak.
  • Matrilineal,yaitu garis keturunan mengikuti ibu.
  • Parental,yaitu garis keturunan ibu bapak.

Dalam sistem keturunan Patrilineal,kedudukan anak dan keluarga dititikberatkan pada garis keturunan pihak laki-laki,oleh karenanya anak laki-laki lebih utama,karena anak laki-laki dianggap penerus keturunan bapak,sedangkan anak perempuan anak mengikuti silsilah keluarga lain/suaminya.

Dalam sistem Patrilineal,yang dimaksud seketurunan bapak adalah semua anak laki-laki dan perempuan yang berasal dari satu bapak.Jadi semua saudara bapak (Paman) adalah bapaknya juga,sedangkan paman menganggap semua anak atau keponakan adalah anaknya juga.

Dalam sistem keturunan Matrilineal,yang utama adalah garis keturunan pihak ibu,dengan perkawinan semendo dimana suami berada di bawah pengaruh istri, namun bukan berarti hubungan keluarga pihak bapak tidak diakui.

Dalam sistem Parental,kedudukan anak dan keluarga adalah seimbang dan sama eratnya. artinya adalah bahwa kedudukan anak laki-laki dan perempuan adalah sama,baik mengenai larangan perkawinan,hak waris dan kewajiban pemeliharaan anak adalah sama.

HUBUNGAN PERKAWINAN

Menurut Pasal 30 -34 UU No 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan,Hubungan ikatan perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban. Suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga, dan kewajiban suami istri yaitu :

  • suami istri wajib saling mencintai,hormat menghormati,saling membantu dan setia.
  • suami wajib melindungi istri dan memberi nafkah lahir dan batin.
  • istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

Selain menimbulkan hak dan kewajiban suami istri,ikatan perkawinan juga menimbulkan hubungan kekerabatan yang lebih luas yaitu :

  • Hubungan menantu dan mertua.
  • Hubungan besanan dan periparan antara keluarga suami dan keluarga istri.

Menurut pasal 42 UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan,Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. sedangkan anak tidak sah adalah anak yang lahir di luar perkawinan (Pasal 43 UU No 1 Tahun 1974).  Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya/keluarga ibunya.

Bagi anak yang lahir di luar perkawinan dapat dilakukan pengesahan melalui perkawinan orang tuanya sebagaimana diatur dalam Staatblad 1933-74 yakni bagi umat kristiani,anak tersebut dapat disahkan melalui perkawinan.

Kewajiban anak terhadap orang tuanya diatur dalam pasal 46 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu anak wajib menghormati orang tuanya dan menaati kehendaknya yang baik. apabila anak sudah dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis lurus keatas sesuai dengan kemampuannya bila mereka memerlukan bantuan.

MAKNA DAN FUNGSI PERKAWINAN

Fungsi perkawinan adalah merupakan nilai hidup agar dapat meneruskan keturunan,mempertahankan silsilah keluarga dan kedudukan keluarga.selain itu juga berfungsi atau sebagai sarana untuk memperbaiki hubungan kekerabatan yang jauh,sarana pendekatan antar kerabat,selain juga bersangkut paut dengan masalah kekayaan dan masalah pewarisan.

Perkawinan memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat,maka dalam pelaksanaanya biasanya dimulai dengan beberapa acara dan upacara adat yang berbeda-beda di tiap daerah.

Menurut Van Gennep,sosiolog Prancis bahwa upacara-upacara dalam perkawinan itu sebagai upacara peralihan (Rites de passage). Upacara peralihan merupakan upacara yang melambangkan peralihan status masing-masing mempelai yang semula hidup terpisah dan sendiri, dan kemudian setelah upacara adat perkawinan menjadi bersatu dalam kehidupan bersama sebagai suami istri,yakni suatu keluarga baru yang berdiri sendiri dan mereka bina sendiri pula. Upacara peralihan tersebut terdiri dari 3 tingkatan yaitu :

  1. Upacara perpisahan dari status semula.
  2. Upacara perjalan ke status yang baru.
  3. Upacara penerimaan dalam status yang baru.

Menurut Prof Djojodiguno,SH bahwa hubungan suami istri setelah perkawinan bukanlah hubungan perikatan yang berdasarkan perjanjian atau kontrak,melainkan suatu paguyuban hidup yang menjadi ajang pokok,ajang hidup suami istri selanjutnya bersama anak-anaknya. Paguyuban hidup tersebut lazim disebut Somah,artinya keluarga .

SISTEM PERKAWINAN

Dalam hukum adat dikenal 3 macam sistem perkawinan yaitu ; 1.Sistem eksogami, 2.Sistem Indogami 3.Sistem eletherogami.

  1. Sistem eksogami,adalah sistem perkawina adat dimana seseorang diharuskan kawin dengan seorang calon pasangan dari luar keluarga atau klan nya. Perkawinan dengan sistem ini terdapat pada masyarakat daerah Gayo,alas,tapanuli,minangkabau,buru dan seram.
  2. Sistem indogami,adalah sistem perkawinan adat seseorang hanya boleh kawin dengan seseorang keluarga atau sukunya sendiri,misalnya : berlaku pada suku toraja.
  3. Sistem eleotherogami,adalah perkawinan ang dapat dilakukan dengan calon pasangan secara bebas,artinya tidak terikat dengan sistem indogami dan eksogami. tetapi harus memperhatikan ketentuan mengenai larangan perkawinan  yang berkaitan dengan ikatan kekerabatan.misalnya adalah seseorang dilarang kawin dengan calon pasangannya karena Nasab (keturunan dekat),atau periparan seperti kawin dengan ibu tiri,menantu dan anak tiri.

Sistem kekerabatan Patrilineal,Matrilineal dan parental memiliki bentuk perkawinan masing-masing yaitu :

1 . Perkawinan Jujur

Perkawinan Jujur terdapat pada susunan kekeluargaan Patrilineal yaitu bentuk perkawinan yang bertujuan untuk melanjutkan atau mempertahankan keturunan dari pihak bapak atau ayah. Corak dari perkawinan jujur tersebut adalah dimana pihak keluarga pengantin laki-laki harus memberikan atau membayar suatu jujur berupa(barang atau uang) kepada keluarga pengantin perempuan,sebagai tanpa pengganti pelepasan mempelai wanita keluar dari klan bapaknya dan masuk ke keluarga klan suaminya.Perkawinan tersebut berlaku pada masyarakat daerah Tapanuli,gayo,nias,lampung,bali,maluku.

Jujur tidaklah sama dengan mas kawin karena jujur merupakan kewajiban adat ketika upacara pelamaran, yang harus dipenuhi oleh kerabat laki-laki kepada kerabat perempuan untuk dibagi-bagikan kepada tua-tua kerabat (marga/suku) pihak perempuan.

Menurut Djaren Saragih,Fungsi jujur dalam perkawinan ada macam yaitu :

  • Secara yuridis untuk mengubah status keanggotaan klan dari pengantin perempuan.
  • Secara ekonomis,membaya pergeseran dalam kekayaan (Pertukaran barang).
  • Secara sosial politis,tindakan penyerahan jujur mempunyai makna pihak perempuan mempunyai kedudukan yang dihormati (Mempererat hubungan antar klan,hubungan kekeluargaan dan menghilangkan permusuhan).

Kedudukan istri,anak dan harta kekayaan setelah perkawinan dibawah kekuasaan suami. anak dan keturunannya melanjutkan keturunan suaminya,sedangkan harta kekayaan yang dibawa istri masuk dalam perkawinan dan dikuasai oleh suami,kecuali ditentukan lain oleh istri.

Apabila suaminya meninggal dunia,istri harus melakukan perkawinan dengan saudara suaminya (ganti tikar),sebaliknya jika istri wafat maka suami kawin dengan saudara istrinya. saat ini kebiasaan tersebut sudah jarang dilakukan.

Dalam perkawinan jujur,tanggungjawab terhadap kehidupan rumah tangga adalah suami,dan istri hanya sebagai pendampingnya saja.hak dan kedudukan istri tidak seimbang dengan suami.Pemberian jujur kepada istri merupakan tanda dilepasnya kedudukan wanita dari kekerabatan bapaknya dan masuk ke kerabat pihak laki-laki.

Menurut Djaren saragih,macam-macam perkawinan jujur ada 5 yaitu :

  1. Perkawinan mengabdi,adalah perkawinan jujur dimana suami mengabdi kepada keluarga mertuanya.karena jujur belum dibayar atau ditunda pembayarannya kepada keluarga istrinya. Selama jujur belum lunas maka anak-anak masuk ke dalam klan istrinya. apabila jujur telah lunas maka anak pindah ke klan suaminya misalnya : Di daerah tapanuli (batak) disebut madiding.
  2. Perkawinan bertukar artinya apabila diperbolehkan adik laki-laki dari pihak istri dinikahkan dengan adik perempuan  dari suaminya (kawin timbal balik). dengan demikian jujur tidak perlu dibayar. di daerah Minangkabau disebut perkawinan Bako,untuk daerah lampung dinamakan Ngejuk.
  3. Perkawinan meneruskan,adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang suami yang ditinggal mati oleh istrinya ,lalu dia mengawini saudara istrinya. perkawinan ini tidak perlu dilakukan pembayaran jujur, karena istri kedua seakan-akan  menduduki tempat istri yang pertama. di daerah Lampung perkawinan ini disebut Nuket.
  4. Perkawinan mengganti, adalah perkawinan seorang janda yang ditinggal mati suaminya,lalu kawin lagi dengan saudara suaminya . biasanya tidak perlu membayar jujur. pada suku batak disebut pareakhon,palembang disebut ganti tikar atau kawin anggau.
  5. Perkawinan ambil anak adalah dimana seorang laki-laki diambil untuk dijadikan suami dari seorang gadis,sedangkan gadis tersebut berhukum patrilineal. Jadi untuk mencegah hilangnya keturunan bapak si gadis,maka diadakan perkawinan ambil anak, dan anak yang dilahirkan masuk klan istrinya (mertuanya). di lampung biasanya disebut Ngakuk ragah

2 . Perkawinan semenda

Perkawinan semenda merupakan ciri dari sistem kekerabatan matrilineal. suami tidak masuk di dalam kerabat istri,tetapi hanya sebagai pemberi benih dan kedudukan istri lebih utama dari suami karena pengaruh kerabat pihak istri.

Dalam perkawinan ini calon suami tidak memberikan jujur kepada mempelai wanita,tetapi berlaku adat pelamaran dari wanita kepada pihak laki-laki karena motifnya adalah untuk mempertahankan garis keturunan ibu, umumnya berlaku di masyarakat sistem matrilineal. dan setelah perkawinan, suami berada di bawah kekuasaan istri dan kedudukan hukumnya juga tergantung pada bentuk-bentuk perkawinan yang berlaku.

3 . Perkawinan bebas

Perkawinan bebas atau mandiri umumnya berlaku di lingkungan masyarakat adat dengan sistem parental. Bentuk perkawinan ini sesuai dengan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dimana kedudukan dan hak suami istri adalah seimbang.

4 . Perkawinan campuran

Menurut hukum adat perkawinan campuran adalah perkawinan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan yang terjadi karena berbeda suku,adat budaya dan agama, misalnya pada masyarakat batak dikenal marsileban yaitu laki-laki atau perempuan yang bukan batak diangkat menjadi warga batak dengan pemberian suatu marga.

Dalam UU No 1 Tahun 1974 perkawinan antar agama (berbeda agama) tidak dikenal. yang diatur adalah perkawinan campuran antara laki-laki dan perempuan yang berbeda kewarganegaraan (Pasal 57 UU No 1 Tahun 1974).

5 . Perkawinan lari

Istilah perkawinan lari dalam masyarakat adat dikenal misalnya pada Batak “mangalua”, pada masyarakat Bali “merangkat”, pada masyarakat Ambon “lari bini”. Perkawinan lari ada 2  yaitu :

  • Kawin lari bersama adalah perbuatan berlarian untuk melaksanakan perkawinan atas persetujuan gadis
  • kawin lari paksa adalah perbuatan melarikan gadis dengan tipu daya

LARANGAN PERKAWINAN

Larangan perkawinan umumnya disebabkan adanya hubungan kekerabatan misalnya pada masyarakat batak, menurut hukum adat batak adalah dilarang untuk melakukan perkawinan satu marga.

Dalam hukum islam,seorang laki-laki dilarang melakukan perkawinan dengan perempuan yang masih mempunyai pertalian darah.hubungan pertalian perkawinan mengakibatkan seseorang dilarang melakukan perkawinan dengan mertuanya,anak tiri dan menantunya.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here