Seseorang yang hidup di tengah-tengah masyarakat dan manusia sebagai mahkluk sosial tidak dapat terlepas dari berbagai kepentingan dalam interaksi sosial di dalam masyarakat,Dalam interaksi sosial tersebut banyak kejadian yang terjadi berupa perbuatan yang tidak dapat diterima oleh pihak lain atas perbuatan seseorang sehingga salah satu pihak merasa tidak nyaman,tidak tenang dengan adanya suatu masalah seperti pencemaran nama baik,memfitnah orang lain sehingga nama baiknya terganggu.
Di Indonesia setiap perbuatan tersebut apabila merugikan orang lain diatur dalam hukum positif yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan tentang hukum pidana.KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) mengatur tentang perbuatan dan sanksi hukum bagi pelaku yang melakukan tindak pidana Melakukan Fitnah,Pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Adapun Pasal-pasal tersebut adalah :
1. Pasal 310 ayat (1,2,3) KUHP
- Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan suatu perbuatan , dengan maksud yang nyata untuk menyiarkan tuduhan itu supaya diketahui oleh umum , karena bersalah menista orang , dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.
- Kalau hal itu terjadi dengan surat atau gambaran ,yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan maka karena bersalah mencemar orang dengan surat , si pembuat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.
- Tidak dapat dikatakan mencemar atau mencemar dengan surat jika nyata perbuatan itu dilakukan untuk mempertahankan kepentingan umum atau karena terpaksa untuk mempertahankan harga diri.
2. Pasal 311 KUHP ayat (1,2) KUHP
- Barangsiapa melakukan kejahatan mencemar atau mencemar dengan surat dalam ia diizinkan membuktikan kebenaran tuduhannya itu, karena bersalah memfitnah , ia dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun , jika ia tiada dapat membuktikan kebenaran itu dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar.
- Pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 No 1-3 boleh dijatuhkan.
3. Pasal 315 kUHP : Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat mencemar atau mencemar dengan surat yang dilakukan terhadap seseorang , baik di muka umum dengan lisan atau dengan surat , baik di muka orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya ,karena bersalah melakukan penghinaan ringan , dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.
4. Pasal 317 ayat (1,2) KUHP
- Barang siapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atau surat pemberitahuan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri ,sehingga kehormatan atau nama baik orang itu terserang, dipidana karena bersalah memfitnah dengan pengaduan dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun.
- Pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 No 1-3 dapat dijatuhkan.
5. Pasal 318 ayat (1,2) KUHP
- Barangsiapa sengaja dengan sesuatu perbuatan ,menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka membuat pidana , dipidana karena bersalah memfitnah dengan perbuatan , dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun.
- Pencabutan hak tersebut pada pasal 35 No 1-3 boleh dijatuhkan.
Pasal 35 ayat (1) KUHP : Hak orang yang bersalah, yang dapat dicabut dalam putusan hakim dalam hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam peraturan umu lain , yaitu yang tersebut di bawah ini :
ke-1 Menjabat segala jabatan atas jabatan tertentu
ke 2 menjadi militer
ke 3 memilih dan dapat dipilih pada pemilihan yang dilakukan karena undang-undang umum
ke 4 menjadi penasehat atau wali,atau wali pengawas atau pengampu atau pengampu pengawas atas orang lain daripada anaknya sendiri
ke 5 kekuasaan bapak, perwalian dan pengampuan atas anaknya sendiri
ke 6 melakukan pekerjaan yang ditentukan.
Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan , Menurut R.Sugandhi,SH dalam buku KUHP dan penjelasannya menjelaskan bahwa Menurut pengertian umum , “menghina” adalah ” menyerang kehormatan” dan “nama baik” seseorang. akibat daripada serangan ini biasanya penderita akan merasa malu. Agar dapat dituntut pasal tersebut, maka penghinaan harus dilakukan dengan cara demikian rupa ,sehingga dalam kata-kata hinaan itu terselip tuduhan ,seolah-olah orang yang dihina itu telah melakukan perbuatan tertentu , dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Sasaran dari penghinaan tersebut harus diarahkan kepada manusia perseorangan ,jelasnya bukan instansi pemerintah,pengurus suatu perkumpulan,segolongan penduduk dan lain-lain. Semua penghinaan ini dapat dituntut, hanya apabila ada pengaduan dari orang yang dihina kecuali penghinaan terhadap seorang pegawai negeri yang sedang melakukan tugasnya (Pasal 316 dan 319 KUHP).
Penghinaan seperti Menista (Pasal 310 ayat 1 KUHP), menista dengan surat Pasal (310 ayat 2 KUHP), Memfitnah (pasal 311), penghinaan ringan (pasal 315 KUHP), Mengadu secara memfitnah (Pasal 317 KUHP),Menuduh secara memfitnah Pasal 318 KUHP) hanya dapat dituntut ,hanya apabila ada pengaduan dari orang yang dihina dan Penghinaan (Pasal 310 KUHP) termasuk dalam delik aduan absolut (mutlak) yang artinya peristiwa pidana yang hanya dapat dituntut , apabila ada pengaduan.
Pengajuan dan penarikan kembali pengaduan perkara kejahatan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan yaitu pada pasal 72 KUHP.
Pasal 72 ayat (1,2) KUHP :
- Selama orang yang terhadapnya dilakukan kejahatan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan ,umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi di bawah umur,atau selama ia di bawah pengampuan yang disebabkan oleh hal lain daripada keborosan, maka wakilnya yang sah dalam perkara sipil yang berhak mengadu.
- Kalau yang berhak mengadu itu tidak ada ,atau kalau ia sendiri yang harus diadukan ,maka penuntutan dapat dilaksanakan atas pengaduan wali atau pengawas,atau pengampu atau majelis yang menjalankan kewajiban wali pengawas atau yang menjalankan kewajiban wali pengampuan itu ,atas pengaduan isteri,pengaduan seorang keluarga sedarah dalam turunan yang lurus ,atau kalau keluarga sedarah itu tidak ada di atas pengaduan keluarga sedarah dalam turunan yang menyimpang sampai derajad ketiga.
Kepada orang yang diduga sebagai pelaku pidana Penghinaan sebagaimana pada pasal 310,pasal 311 KUHP tidak dapat dilakukan penahanan,merujuk pada pasal 21 ke 4 huruf (a) KUHAP. Adapun isi pasal tersebut yaitu :
Pasal 21 ke 4 huruf (a) : Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : a). Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
PENCEMARAN NAMA BAIK , MEMFITNAH DAN PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN DENGAN SARANA MEDIA SOSIAL ATAU MEDIA ELEKTRONIK / ITE
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan kemudahan masyarakat mengakses internet,masyarakat saat ini sangat mudah membuat akun media sosial di dunia maya untuk dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa harus bertemu atau bertatap muka. Media sosial menjadi sarana bagi masyarakat untuk bersosialisasi satu orang dengan orang lainnya tanpa ada batasan ruang dan waktu . Beberapa media sosial yang umumnya digunakan untuk berinteraksi oleh berbagai masyarakat misalnya Facebook,Twitter,Instagram dan lain-lain dimana penggunanya dapat menggunakannya untuk berbagi informasi tentang sesuatu hal dengan cara melakukan posting sebuah status atau unggahan gambar atau video yang dapat dilihat dan dibagikan/disebarkan orang lainnya dengan tidak terbatas.
Dalam menggunakan media sosial tersebut kadang terjadi suatu permasalahan yang diakibatkan oleh penyimpangan pengguna dalam menggunakan media sosial yaitu menyalahgunakan media sosial tersebut untuk menyerang kehormatan orang lain baik dengan cara menuduh sesuatu perbuatan yang tidak benar kepada pihak lainnya yang belum tentu kebenarannya, atau menyebarkan informasi palsu atau hoax yang dapat menyebabkan pihak lain merasa malu atau tuduhan tersebut tidak benar sehingga nama baiknya merasa terganggu dan kadang menjadi korban perundungan dalam dunia maya (cyberbullying). Apabila korban merasa tidak terima atas perbuatan tersebut maka dapat dilaporkan ke pihak Kepolisian.
Apabila terjadi perbuatan menyerang kehormatan orang lain atau pencemaran nama baik dengan menggunakan sarana media digital atau elektronik, maka terdapat sanksi hukum dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi elektronik dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pada Bab VII Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, Perbuatan yang dilarang yaitu Pada Pasal 27 ayat (3) yang isinya : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Ancaman hukumannya terhadap perbuatan apabila melakukan pidana sesuai Pasal 27 ayat (3) diatur dengan Ketentuan Pidana dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang isinya yaitu :
Pasal 45 ayat (1) : Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dalam pelaksanaanya ancaman hukuman bagi orang yang melakukan pencemaran nama baik atau memiliki muatan penghinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (1) UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik lebih berat yaitu 6 (enam) tahun penjara dan pelaku dapat ditahan sesuai pasal 21 ke 4 huruf (a) KUHAP ,jika dibandingkan dengan Pasal 311 KUHP yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun penjara, yang mana yang membedakan perbuatan tersebut adalah berupa sarana media atau sistem elektronik.
Pemerintah kemudian melakukan revisi terhadap Undang-undang ITE tersebut dengan tujuan untuk menghindari multi-tafsir terhadap penerapan pasal 27 ayat (3) UU No 11 Tahun 2008 yang mengatur mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui sistem elektronik.
Pada Tanggal 25 November 2016 Pemerintah Mengeluarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan salah satu pertimbangan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum agar terwujud keadilan,ketertiban umum,dan kepastian hukum.
Pada Undang-undang No 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan transaksi Elektronik pada Pasal I angka 4 menyatakan : Ketentuan Pasal 27 tetap dengan perubahan penjelasan ayat (1) , ayat (3), dan ayat (4) sehingga penjelasan pasal 27 menjadi sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan pasal demi pasal Undang-undang ini.
Dalam Penjelasan Undang-undang No 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan transaksi Elektronik, bagian II angka 4 , Pasal 27 ayat (3) : Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Setelah perubahan UU ITE tersebut dalam pelaksanaannya masih menimbulkan multi-tafsir dan kontroversi di tengah masyarakat, Kemudian Pemerintah Mengeluarkan Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 yang ditetapkan tanggal 23 Juni 2021 Tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Salah satu pertimbangan ditetapkannya Keputusan bersama tersebut adalah Dalam pelaksanaannya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat sehingga perlu menyusun pedoman implementasi bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya.
Keputusan Bersama tersebut Menetapkan pedoman implementasi atas pasal 27 ayat (1), pasal 27 ayat (2), pasal 27 ayat (3), pasal 27 ayat (4), pasal 28 ayat (1), pasal 28 ayat (2), pasal 29, dan pasal 36 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal 27 ayat (3) UU No 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan UU No 19 Tahun 2016 yang isinya : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Dalam pedoman implementasi sebagaimana tertuang Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 yaitu :
a. Sesuai dasar pertimbangan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 Tahun 2008 , dan penjelasan pasal 27 ayat (3) UU ITE ,Pengertian muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merujuk dan tidak bisa dilepaskan dari ketentuan pasal 310 dan pasal 311 KUHP.Pasal 310 KUHP merupakan delik menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui oleh umum.Sedangkan Pasal 311 KUHP berkaitan dengan perbuatan menuduh seseorang yang tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku.
b. Dengan pertimbangan Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 Tahun 2008 tersebut maka dapat disimpulkan , bukan sebuah delik pidana yang melanggar pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan,didistribusikan,dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penghinaan yang kategorinya cacian,ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas. Untuk perbuatan yang demikian dapat menggunakan kualifikasi delik penghinaan ringan sebagaimana dimaksud pasal 315 KUHP yang menurut Penjelasan Undang-undang No 19 tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 dan Putusan Mahkamah Konstitusi, Tidak termasuk acuan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
c. Bukan delik yang berkaitan dengan muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE , jika muatan atau konten yang ditransmisikan,didistribusikan, dan atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penilaian ,pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.
d. Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sebelum aparat penegak hukum memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik UU ITE.
e. Delik pidana pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah delik aduan absolut sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 45 ayat (5) UU ITE. Sebagai delik aduan absolut, maka harus korban sendiri yang mengadukan kepada Aparat Penegak Hukum, Kecuali dalam hal korban masih di bawah umur atau dalam perwalian.
f. Korban sebagai pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
g. Fokus Pemidanaan pasal 27 ayat (3) UU ITE bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan pada perbuatan pelaku yang dilakukan secara sengaja (dolus) dengan maksud mendistribusikan/mentansmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui oleh umum (Pasal 310 KUHP).
h. Unsur ” Supaya Diketahui Umum ” (dalam konteks transmisi,distribusi, dan/atau membuat dapat diakses) sebagaimana harus dipenuhi dalam unsur pokok (Klacht delic) Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP yang menjadi rujukan pasal 27 ayat (3) UU ITE yang harus dipenuhi.
i. Kriteria “Supaya diketahui umum ” dapat dipersamakan dengan “agar diketahui publik” . Umum atau publik sendiri dimaknai sebagai kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal.
j. Kriteria “Diketahui umum” bisa berupa unggahan pada akun sosial media dengan pengaturan bisa diakses publik, unggahan konten atau mensyiarkan sesuatu pada aplikasi grup percakapan dengan sifat grup terbuka dimana siapapun bisa bergabung dalam grup percakapan ,serta lalu lintas isi atau informasi tidak ada yang mengendalikan, siapapun bisa upload dan berbagi (share) keluar,atau dengan kata lain tanpa adanya moderasi tertentu (open group).
k. Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hal konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas, seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor,grup kampus, atau institusi pendidikan.
l. Untuk pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers , yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers sebagai Lex specialis, bukan pasal 27 ayat (3) UU ITE. Untuk kasus terkait pers perlu melibatkan Dewan pers. Tetapi jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet , maka tetap berlaku UU ITE termasuk pasal 27 ayat (3).
Jadi dapat dibuat kesimpulan bahwa apabila terjadi suatu perbuatan yang dilarang sebagaimana terdapat Pada Pasal 27 ayat (3) UU No 11 Tahun 2008 Tentang ITE yang isinya : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. dan kemudian diubah menjadi Undang-undang No 19 tahun 2016 Tentang ITE, Dan dalam Penjelasan Undang-undang No 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan transaksi Elektronik, bagian II angka 4 , Pasal 27 ayat (3) : Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 Tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik , mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Perbuatan Penghinaan,memfitnah dan atau pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 KUHP, Pasal 311 KUHP.
Reff:
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan tentang hukum pidana.
- Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi elektronik
- Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
- Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 Tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/6538/siaran-pers-no99pihkominfo122015-tentang-presiden-resmi-mengajukan-revisi-uu-ite-ke-dpr/0/siaran_pers#:~:text=Lebih%20lanjut%20Menkominfo%20menjelaskan%20bahwa,ancaman%20pidana%20pencemaran%20nama%20baik
- https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18365&menu=2