Kamis, Februari 6, 2025
Beranda blog Halaman 21

Pengertian perkara dan perbedaan perkara perdata dengan pidana

0

Perkara dapat diartikan sebagai masalah atau persoalan atau urusan dan perlu penyelesaian.Secara teori perkara dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

  1. Perkara yang mengandung sengketa,yang mengandung perselisihan,terdapat kepentingan atau hak yang dituntut oleh pihak yang satu terhadap pihak lainnya.
  2. Perkara yang tidak ada sengketanya,tidak mengandung perselisihan di dalamnya.

Lingkup  perkara yang mengandung sengketa dan perkara yang tidak mengandung sengketa yaitu :

  1. Sengketa atau ada perselisihan (Jurusdictio contenciosa)

Sengketa adalah sesuatu yang menjadi pokok perselisihan,ada yang dipertengkarkan, ada yang di sengketakan. Perselisihan itu tidak dapat diselesaikan oleh pihak-pihak itu sendiri, melainkan memerlukan penyelesaian lewat hakim atau Pengadilan  sebagai lembaga yang berwenang dan tidak memihak.

Tugas hakim dalam hal tersebut menyelesaikan sengketa dengan adil. Hakim aktifitasnya terbatas pada apa yang dikemukakan dan apa yang diminta para pihak . hakim hanya memperhatikan  dan mengadili apa yang telah ditentukan  oleh para pihak yang bersengketa. Tugas hakim tersebut termasuk “jurisdictio contentiosa” yaitu kewenangan mengadili dalam arti yang sebenarnya untuk memberikan suatu putusan hakim.

Dalam sengketa selalu terdapat lebih dari satu pihak yang saling berhadapan. Yang satu disebut “penggugat” dan yang lainnya disebut “tergugat“. Penggugat adalah pihak yang dapat mengajukan gugatan yang mempunyai kepentingan yang cukup. sedangkan Tergugat adalah orang yang digugat oleh penggugat.

Apabila ada beberapa penggugat dan beberapa tergugat, maka mereka disebut Tergugat I, tergugat II dan seterusnya, Penggugat I,Penggugat II dan seterusnya. Dalam praktiknya dikenal juga “Turut tergugat” yaitu yang ditujukan bagi orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu,hanya untuk melengkapi gugatan.

2. Tidak ada sengketa/Tidak ada perselisihan (Jurisdictio Voluntaria)

Tidak ada sengketa artinya tidak ada yang diselisihkan, tidak ada yang disengketakan, yang bersangkutan tidak meminta putusan hakim,melainkan meminta penetapan hakim tentang status dari suatu hal. Tugas hakim yang demikian termasuk Jurisdictio volunteria, atau disebut juga Yurisdiksi volunter yaitu kewenangan memeriksa perkara yang tidak bersifat mengadili, melainkan bersifat administratif. Dalam hal tersebut hakim bertugas sebagai petugas administrasi negara untuk mengatur dan menetapkan suatu hal.

Dalam hal hanya ada satu pihak saja yang disebut “Pemohon”, yaitu orang yang meminta kepada hakim untuk menetapkan sesuatu kepentingan yang tidak mengandung sengketa. Hasil akhir dari proses Yurisdiksi volunter adalah berupa “Penetapan” hakim.

PERBEDAAN PERKARA PERDATA DAN PIDANA

Menurut Abdulkadir Muhammad (1990 : 26-28),perbedaan perkara perdata dan perkara pidana dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu :

  1. Dasar timbulnya perkara. Dalam perkara perdata,timbulnya perkara karena terjadi pelanggaran terhadap hak seseorang seperti diatur dalam hukum perdata, sedangkan dalam perkara pidana timbulnya perkara karena terjadinya pelanggaran terhadap perbuatan pidana yang telah ditetapkan dalam hukum pidana. Perbuatan pidana tersebut sifatnya merugikan negara,mengganggu ketertiban umum dan mengganggu kewibawaan pemerintah.
  2. Inisiatif berperkara. Dalam perkara perdata inisiatif berperkara datang dari pihak yang merasa dirugikan, sedangkan dalam perkara pidana insiatif berperkara datang dari pihak penguasa negara melalui aparaturnya yaitu Polisi dan jaksa penuntut umum.
  3. Istilah yang digunakan. Dalam perkara perdata,yang mengajukan perkara ke muka hakim disebut penggugat sedangkan pihak lawannya disebut tergugat, sedangkan dalam perkara pidana pihak yang mengajukan perkara ke muka hakim disebut jaksa penuntut umum. Pihak yang disangka melakukan kejahatan atau perbuatan pidana disebut tersangka. dan apabila pemeriksaannya diteruskan ke pengadilan maka pihak yang disangka melakukan kejahatan disebut terdakwa.
  4. Tugas hakim dalam acara. Dalam perkara perdata tugas hakim adalah mencari kebenaran sesungguhnya dari apa yang dikemukakan dan dituntut oleh pihak-pihak,hakim tidak boleh melebihi dari itu, sedangkan dalam perkara pidana tugas hakim mencari kebenaran sesungguhnya ,tidak terbatas pada apa yang telah dilakukan oleh terdakwa,Hakim mengejar kebenaran materiel.
  5. Tentang perdamaian. Dalam perkara perdata,selama belum diputus oleh hakim , selalu dapat ditawarkan perdamaian  untuk mengakhiri perkara, sedangkan dalam perkara pidana tidak boleh dilakukan perdamaian.
  6. Tentang sumpah. Dalam perkara perdata mengenal sumpah Decissoire,yaitu sumpah yang dimintakan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain atau lawannya tentang kebenaran suatu peristiwa, sedangkan dalam perkara pidana tidak mengenal sumpah tersebut.
  7. Tentang hukuman. Dalam perkara perdata,hukuman yang diberikan oleh hakim kepada pihak yang kalah berupa kewajiban untuk memenuhi suatu prestasi, sedangkan dalam perkara pidana hukuman yang diberikan atau dijatuhkan  kepada terdakwa berupa hukuman badan.

 

Hubungan hukum administrasi negara dengan Hukum tata negara,pidana dan perdata

0

Hukum administrasi negara sebelum abad 19 merupakan satu kesatuan dengan Hukum tata negara dalam arti luas. Setelah abad ke 19 Hukum administrasi negara tidak lagi menjadi bagian dari hukum tata negara dalam arti luas,tetapi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.

Penyebab pemisahan Hukum administrasi negara dengan Hukum tata negara adalah :

  1. Karena pengaruh dari zaman Renesance yang membawa perubahan terhadap ilmu pengetahuan ,kesenian serta pembentukan cara berpikir manusia ke arah yang lebih modern dengan segala konsekuensi yang timbul di dalamnya.
  2. Pengaruh timbulnya negara-negara hukum modern di akhir abad 19,sehingga negara turut campur dalam lapangan kesejahteraan masyarakat,hal tersebut mendorong lahirnya hukum administrasi tersebut.

HUBUNGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DENGAN HUKUM TATA NEGARA

Menurut Oppenheim, Hukum tata negara adalah sekumpulan peraturan hukum yang membentuk alat perlengkapan negara serta memberikan wewenang kepada alat perlengkapan negara tersebut baik di tingkat pusat maupun ke tingkat daerah (negara dalam keadaan diam).

Hukum administrasi negara adalah sekumpulan aturan hukum yang mengikat alat perlengkapan negara dari yang tinggi hingga yang terendah dalam rangka alat perlengkapan negara tersebut menggunakan wewenangnya (negara dalam keadaan bergerak).

Menurut Kranenburg,Hukum tata negara dengan Hukum administrasi negara tidak terdapat adanya perbedaan secara tegas,kalaupun ada perbedaan tersebut pada dasarnya dikarenakan perkembangan zaman saja,selain itu pembedaan tersebut pada dasarnya hanya untuk pembelajaran saja.

Menurut Kranenburg,Hukum tata negara adalah Sekumpulan peraturan hukum yang memuat serta mengatur struktur umum dari suatu pemerintahan dalam suatu negara,Misalnya : Undang-undang dasar.

Hukum administrasi negara adalah  sekumpulan aturan hukum yang memuat ketentuan secara khusus dari Hukum tata negara tersebut,Misalnya : Hukum pajak.

HUBUNGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DENGAN HUKUM PERDATA

  1. Menurut Paul Scolten,Hukum yang dapat dibedakan dari hukum perdata sebagai Hukum yang bersifat Privat adalah Hukum tentang Organisasi kemasyarakatan,Misal: Hukum Konstitusionil.tetapi sepanjang hukum Publik tidak mengadakan aturan yang lain,maka dimanapun hukum perdata itu berlaku umum. Hukum administrasi negara merupakan hukum khusus tentang organisasi negara,sementara hukum perdata merupakan hukum yang umum dan terdapat 2 asas yaitu :
    • Negara dan badan hukum publik lainnya dapat menggunakan peraturan dari hukum perdata,khususnya hukum perjanjian.
    • Lex specialis derogant lex generalis (Aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum umum),maksudnya adalah bahwa apabila ada suatu peristiwa hukum diatur oleh Hukum administrasi negara dan hukum perdata secara sekaligus,maka penyelesaian terhadap hal tersebut didasarkan kepada hukum administrasi negara.
  2. Menurut W.F Prins Hukum administrasi negara dapat dilengkapi oleh hukum perdata,atau hukum perdata merupakan cadangan dari hukum administasi negara,karena lapangan hukum kedua hukum tersebut berhubungan apabila :
    • Pada waktu terjadi adaptasi kaidah hukum perdata menjadi kaidah hukum administrasi negara.
    • Apabila badan administrasi negara melakukan perbuatan-perbuatan yang dikuasai oleh hukum perdata.
    • Apabila suatu kasus diatur oleh hukum perdata dan hukum administrasi negara,maka diselesaikan oleh Hukum administrasi negara.

HUBUNGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DENGAN HUKUM PIDANA

Hubungan hukum administrasi negara dengan hukum pidana menurut pendapat para ahli hukum diantaranya :

  1. Menurut Prof.Van Khan dalam buku “Inleidingtot het rechtswatenacap” yang menyatakan bahwa ; Hukum pidana pada dasarnya tidak membuat kaidah hukum baru,Hukum pidana tidak mengadakan kewajiban hukum baru,namun kaidah hukum yang ada di dalam hukum perdata,hukum tata negara dan hukum administrasi negara tetap dipertahankan dengan ancaman yang lebih berat.
  2. Menurut Utrecht bahwa Hukum pidana memberi sanksi secara istimewa atas pelanggaran kaidah hukum privat maupun hukum publik.

Hubungan hukum Administrasi negara dengan hukum pidana adalah dalam hal apabila ada kaidah hukum administrasi negara yang di ulang kembali menjadi kaidah hukum pidana,atau apabila ada pelanggaran kaidah hukum administrasi negara maka sanksinya terdapat dalam hukum pidana.

Macam-macam azas dalam hukum administrasi negara

0

Azas adalah awal atau permulaan dari sesuatu,dan Kaidah adalah ketentuan-ketentuan tentang bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku dalam pergaulannya dengan manusia lainnya.azas tersebut merupakan dasar dari suatu kaidah. Dalam hukum administrasi negara (HAN) dikenal beberapa azaz yaitu:

  1. Azas legalitas.
  2. Azas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan.
  3. azas tidak boleh menyerobot wewenang badan administrasi satu oleh badan administrasi lainnya.
  4. Azas kesamaan hak terhadap setiap penduduk negara.
  5. Azas upaya pemaksa (sanksi).

1 . AZAS LEGALITAS

Dalam hukum administrasi negara terdapat azas Legalitas yang merupakan ciri dari negara hukum Indonesia khususnya (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yaitu menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Oleh sebab itu agar setiap tindakan dari pejabat tata usaha negara tersebut sah menurut ketentuan hukum,harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.

Untuk mewuujudkan negara hukum tersebut selain azas legalitas,juga harus disertai dengan kesadaran dari pejabat bahwa tindakan yang dilakukannya itu didukung oleh rasa keadilan,kesusilaan serta rasa kemanusiaan.

2. AZAS TIDAK BOLEH MENYALAHGUNAKAN KEKUASAAN

Pada dasarnya negara mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan guna mewujudkan tujuan negara sebagaimana yang di amanatkan dalam pembukaan UUD 1945. untuk itu kepadanya diberikan kekuasaan serta kewenangan secara istimewa (sesuai ketentuan Undang-undang).kewenangan yang diberikan tersebut tidak boleh disalahgunakan.

3. AZAS TIDAK BOLEH MENYEROBOT BADAN ADMINISTRASI YANG LAIN

Hukum administrasi negara mengatur dan membatasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh administratur negara sehingga diharapkan tidak akan terjadi penyerobotan kewenangan dari lembaga administrasi yang satu dengan yang lain.

4. AZAS KESAMAAN HAK

Seorang administratur negara merupakan abdi masyarakat akan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi pelayanan tersebut maka administratur negara tersebut tidak dibenarkan untuk membeda-bedakan yang satu dengan yang lainnya.

5. AZAS UPAYA PEMAKSA (SANKSI)

Azas upaya pemaksa atau sanksi merupakan jaminan agar supaya setiap masyarakat dapat mentaati serta mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan oleh pejabat tata usaha negara tersebut.

Maksud dan tujuan azas-azas hukum administrasi negara tersebut yaitu :

  1. Untuk dipakai sebagai dasar dalam pembentukan Hukum administrasi negara.
  2. Untuk dipakai sebagai pedoman bagi pejabat administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya.
  3. Untuk menjalin adanya suatu kerjasama serta kordinasi diantara para pejabat administrasi negara.
  4. Untuk memelihara kewibawaan administratur negara dalam melaksanakan tugasnya.

Selain azas hukum administrasi negara,dalam suatu pemerintahan juga diperlukan azas-azas umum pemerintahan yang baik yaitu :

  1. Azas kepastian hukum.
  2. Azas keseimbangan.
  3. Azas kesamaan dalam mengambil keputusan.
  4. Azas bertindak cermat.
  5. Azas motivasi untuk setiap keputusan.
  6. Azas tidak mencampur adukkan kewenangan.
  7. azas keadilan
  8. Azas menanggapi pengharapan yang wajar.
  9. Azas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal.
  10. Azas perlindungan terhadap pandangan hidup pribadi.
  11. Azas kebijaksanaan.
  12. Azas penyelnggaraan kepentingan umum.

Sumber-sumber hukum administrasi negara

0

Segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukannya aturan hukum diartikan sebagai sumber hukum. Menurut E.Utrecht untuk membedakan pengertian sumber hukum dengan mendasarkan pada sudut pandang ilmu pengetahuan yang berbeda-beda misalnya :

  1. Dari sudut ilmu pengetahuan sejarah.
  2. Dari sudut Antropologi/sosiologi.
  3. Dari sudut filsafat.
  4. Dari Sudut ilmu hukum.
  1. DARI SUDUT ILMU PENGETAHUAN SEJARAH

Ahli sejarah untuk mengetahui perkembangan hukum yang berlaku digunakan 2 jenis sumber yaitu :

  • Undang-undang serta sistem hukum tertulis yang berlaku di masa lampau,yang mungkin dipergunakan oleh pembuat Undang-undang yang berlaku sekarang,mengacu kepada Undang-undang maupun sistem hukum di masa lampau.
  • Dokumen atau surat maupun keterangan lain yang ada di masa lampau,sehingga dengan keterangan maupun dokumen tersebut dapat diketahui hukum tersebut.

2. DARI SUDUT ANTROPOLOGI/SOSIOLOGI

Menurut sosiolog/antropolog bahwa yang menjadi sumber hukum adalah masyarakat secara keseluruhan. Objek yang ditinjau adalah keseluruhan lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat. Dengan berakhirnya peninjauan terhadap lembaga sosial tersebut,diharapkan dapat diketahui apa yang dirasakan sebagai hukum/kaidah yang diberi sanksi oleh penguasa dalam masyarakat tersebut. jadi Sumber hukum menurut Sosiolog adalah Fakor-faktor yang menentukan isi hukum positif,misalnya agama,ekonomi dan lain-lain.

3. DARI SUDUT FILSAFAT

Menurut ahli filsafat,untuk mengetahui apa yang menjadi sumber hukum,terdapat 2 hal yang harus diperhatikan yaitu :

  • Ukuran apa yang digunakan oleh seseorang dalam menentukan bahwa sesuatu tersebut bersifat adil. Menurut ahli filsafat keadilan adalah merupakan tujuan hukum.
  • Faktor apa yang menyebabkan seseorang tersebut taat pada hukum,apakah karena kesadarannya atau karena adanya sanksi yang dijatuhkan oleh pihak yang berwenang.

4. DARI SUDUT ILMU HUKUM

Menurut ahli hukum,sumber hukum dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :

  • Sumber hukum materiil,adalah sumber yang menentukan isi dari kaidah hukum tersebut.
  • Sumber hukum formil,adalah Sumber yang dilihat dari segi bentuknya,sehingga dari segi bentuknya itu maka aturan tersebut ditaati oleh masyarakat (Sumber yang menyebabkan suatu kaidah hukum tersebut berlaku di masyarakat).

SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Yang menjadi sumber hukum administrasi negara yaitu :

  1. Undang-undang.
  2. Praktek administrasi negara (Konvensi).
  3. Yurisprudensi.
  4. Doktrin (Anggapan para ahli hukum).

Menurut E.Utrecht,Undang-undang dan konvensi merupakan sumber hukum yang mandiri dan diterima semua sarjana,sementara Yurisprudensi dan Doktrin masih terdapat perbedaan pandangan.

1.Undang-undang

Undang-undang yang dijadikan sumber hukum secara formil adalah Undang-undang dalam arti materil,sebab ada bentuk peraturan yang mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat dan dapat dijadikan sumber hukum administrasi negara,Misalnya : Permen,TAP MPR dan lain-lain.

Menurut Paul laband ahli hukum dari Jerman, Undang-undang dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :

  1. Undang-undang dalam arti formal,adalah setiap bentuk keputusan pemerintah yang merupakan Undang-undang karena cara terjadinya.
  2. Undang-undang dalam arti materiel,adalah Suatu penetapan kaedah hukum yang dilakukan dengan tegas sehingga mempunyai kekuatan mengikat.

Menurut Paul Laband, mengikatnya suatu kaedah hukum tersebut harus memenuhi adanya 2 unsur yaitu :

  1. Adanya unsur Penetapan secara tegas.
  2. Adanya unsur peraturan atau isi hukum itu sendiri.

Menurut Prof.Buys Undang-undang material adalah setiap produk hukum atau keputusan pemerintah (secara formal) bukan Undang-undang,tetapi jika isinya mengikat secara langsung secara terus menerus kepada semua penduduk. Undang-undang material mencakup juga Undang-undang dalam arti formil,sehingga sumber hukum administrasi negara adalah Undang-undang dalam arti material.

2.Konvensi (Praktek administrasi negara)

Tugas dari administratur negara adalah melaksanakan tujuan dari negara,dalam melaksanakan fungsinya para administratur tersebut mengeluarkan berbagai keputusan guna menyelesaikan masalah-masalah yang konkrit berdasarkan peraturan hukum yang abstrak. Dalam mengeluarkan keputusan tersebutlah timbul praktek administrasi negara yang membentuk kebiasaan hukum administrasi negara (tidak tertulis).

Dalam praktek administrasi negara (tidak tertulis) tersebut ada kalanya justru dapat mengesampingkan Undang-undang karena dalam suatu negara yang membangun diperlukan gerak cepat dari administratur negara untuk menyukseskan pembangunan yang sedang terjadi.banyaknya pembangunan tidak diiringi dengan lajunya pembuatan peraturan yang ada sehingga pelaksana pembangunan tersebut mendasarkan kepada kebiasaan yang telah ada.

Syarat-syarat kebiasaan agar menjadi sumber hukum yaitu :

  1. Hasil keputusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
  2. Keputusan yang memang tidak memberikan kesempatan banding kepada pihak yang terkena keputusan itu (Biasanya tidak menyangkut hak-hak seseorang).

3.Yurispudensi

Keputusan hakim (Yurisprudensi) dapat menjadi sumber hukum formal dari Hukum administrasi negara,tetapi hanya Yurisprudensi administrasi negara saja atau putusan hakim umum yang mengadili sengketa tata usaha negara.

Lahirnya Yurisprudensi berkaitan dengan apa yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UU No 14 Tahun 1970 yaitu bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib mengadili,mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat. Oleh sebab itu maka hakim dalam menangani perkara dapat melakukan hal-hal yaitu :

  • Menerapkan aturan hukum yang sudah ada dan berlaku sebelumnya.
  • Mencari sendiri aturan hukum berdasarkan nilai-nilai hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Dalam mencari aturan hukum yang ada dan berkembang di dalam masyarakat harus didasarkan pada keyakinan hakim yang bersangkutan,dan kemudian dipergunakan untuk mengadili suatu peristiwa hukum,serta putusan yang diambilnya itu kemudian diikuti oleh hakim-hakim lain dalam mengadili dan memutus perkara yang sama (Yurisprudensi).

4.Doktrin (Pendapat para ahli)

Doktrin atau pendapat para ahli dapat menjadi sumber hukum, dikarenakan adanya pendapat-pendapat tersebut dapat melahirkan teori-teori baru dalam lapangan hukum administrasi negara yang kemudian dapat mendorong lahirnya kaidah-kaidah dalam hukum administrasi negara.

Pengertian permohonan dalam hukum acara perdata

0

Permohonan atau gugatan volunter adalah permasalahan perdata yang diajukan kepada Ketua pengadilan negeri. Menurut M Yahya Harahap permohonan sering disebut dengan gugatan volunter dan Mahkamah agung menggunakan istilah Permohonan.Perkara permohonan masuk dalam pengertian yurisdiksi volunter. Berdasarkan permohonan tersebut,hakim akan memberi suatu “Penetapan”  Permohonan memiliki ciri-ciri yaitu  :

  1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak,tidak bersentuhan dengan hak dan kepentingan orang lain.
  2. Permasalahan yang dimohonkan tanpa sengketa dengan pihak lain,artinya bahwa tidak dibenarkan untuk mengajukan permohonan tentang penyelesaian sengketa hak atau pemilikan.
  3. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan.

BENTUK PERMOHONAN

Dalam hal permohonan,Undang-undang tidak mengatur mengenai bentuk dari suatu permohonan,tetapi berdasarkan praktikny setidak-tidaknya permohonan tersebut harus memenuhi 3 komponen yaitu :

  1. Identitas pemohon ( Nama,pekerjaan,alamat/tempat tinggal).
  2. Dasar permohonan atau peristiwa yang menjadi dasar permohonan cukup memuat dan menjelaskan hubungan hukum antara diri pemohon dengan permasalahan hukum yang dipersoalkan. Permohonan tersebut harus didasarkan pada ketentuan pasal Undang-undang yang menjadi alasan permohonan.
  3. Permintaan pemohon, untuk menyelesaikan kepentingan pemohon sendiri tanpa melibatkan pihak lain.Dalam hal yang demikian maka apa yang dimohonkan pemohon harus mengacu pada penyelesaian kepentingan pemohon tersebut.Yang menjadi acuannya adalah :
    • Isinya merupakan permintaan yang bersifat deklaratif,misalnya menyatakan bahwa pemohon adalah orang yang berkepentingan atas masalah yang dimohon.
    • Apa yang dimohonkan oleh pemohon tidak boleh melibatkan pihak lain yang tidak ikut sebagai pemohon.
    • Tidak boleh memuat permintaan yang bersifat menghukum (condemnatoir) dan yang bersifat ex aequo ex bono.
    • Yang dimohonkan harus dirinci satu per satu apa yang dikehendaki pemohon untuk ditetapkan oleh pengadilan.

CARA MENGAJUKAN PERMOHONAN

Permohonan harus diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon  atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat tinggal pemohon. Pemohon adalah orang yang mengajukan tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa.

Permohonan disampaikan kepada Pengadilan Negeri,kemudian didaftarkan dalam buku register dan diberi nomor urut setelah pemohon membayar persekot biaya perkara,dan besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Negeri (Pasal 121 HIR/Pasal 145 RBG).

YURISDIKSI VOLUNTER

Perkara permohonan yang termasuk dalam Yurisdiksi volunter,berdasarkan permohonan yang diajukan tersebut,hakim akan memberikan suatu “Penetapan”. tetapi ada permohonan tertentu yang harus dijatuhkan berupa “Putusan” oleh Pengadilan Negeri misalnya : Dalam hal permohonan Pengangkatan anak oleh seorang warga negara asing terhadap anak warga negara Indonesia,atau oleh warga negara Indonesia terhadap anak warga negara asing (Sema Nomor 6 tahun 1983 Tentang Pengangkatan anak).

PERMOHONAN YANG DAPAT DIAJUKAN

Permohonan tidak semua dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan negeri. Pengadilan negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh suatu Peraturan perundang-undangan atau Yurisprudensi Misalnya :

  • Bidang Hukum keluaga atau Perkawinan.
  • Bidang Pelindungan konsumen (UU No 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen).
  • Bidang larangan praktik monopoli dan persaingan ( UU No 5 Tahun 1999 Tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat).

PERMOHONAN YANG TIDAK DAPAT DIKABULKAN

Permohonan yang tidak dapat dikabulkan misalnya Permohonan untuk menetapkan bahwa sebidang tanah adalah milik pemohon tidak dibenarkan untuk dikabulkan oleh Pengadilan Negeri. hak milik atas sebidang tanah harus dibuktikan dengan sertipikat tanah,atau apabila dipermasalahkan dalam suatu gugatan dibuktikan dengan alat bukti lain dipersidangan.Selain itu permohonan untuk menetapkan seseorang atau beberapa orang untuk menjadi ahli waris almarhum tidak dapat diajukan.

UPAYA HUKUM TERHADAP PENETAPAN

Permohonan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri tidak semua dapat diterima,ada juga yang ditolak. Apabila permohonan ditolak,upaya hukum yang dapat dilakukan Menurut M Yahya Harahap, bahwa penetapan atas permohonan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir,maka oleh karena itu tidak dapat diajukan upaya hukum banding.

Pengertian dan macam-macam harta perkawinan

0

Harta perkawinan atau harta keluarga adalah semua harta yang dikuasai suami istri selama mereka terikat dalam ikatan perkawinan,baik harta kerabat yang dikuasai maupun harta perseorangan yang berasal dari harta warisan ,harta hibah,harta penghasilan sendiri,harta pencaharian hasil bersama suami istri dan barang-barang hadiah (Menurut Prof. H.Hilman Hadikusuma).Semua hal tersebut dipengaruhi oleh prinsip kekerabatan yang dianut setempat dan bentuk perkawinan yang berlaku terhadap suami istri yang bersangkutan.

Istilah harta perkawinan di Indonesia berbeda-beda. Untuk daerah Jawa disebut “Gono gini”, di daerah Minangkabau disebut “Harta saurang”, di daerah kalimantan selatan disebut “Harta perpantangan”.

MACAM-MACAM HARTA PERKAWINAN

Macam-macam harta perkawinan menurut Soerojo Wignjodipuro bahwa harta perkawinan dipisahkan menjadi 4 golongan yaitu :

  1. Barang-barang yang diperoleh suami atau istri secara warisan atau penghibahan dari kerabat masing-masing yang dibawa ke dalam perkawinan.
  2. Barang-barang yang diperoleh suami atau istri untuk diri sendiri serta atas jasa sendiri sebelum perkawinan atau dalam masa perkawinan.
  3. Barang-barang yang dalam masa perkawinan diperoleh suami dan istri sebagai harta milik bersama.
  4. Barang-barang yang dihadiahkan kepada suami atau istri bersama pada waktu pernikahan.

Menurut Pasal 35 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Harta perkawinan dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu :

  1. Harta bersama,adalah harta yang diperoleh selama perkawinan.
  2. Harta bawaan,adalah harta yang dibawa oleh suami atau istri ke dalam perkawinan.
  3. Harta perolehan,adalah harta yang diperoleh masing-masing suami istri sebagai hadiah atau warisan.

Menurut Prof.Djojodiguno dan Tirtawinata dalam buku Adat Privaatrecth van middle java dikatakan bahwa  masyarakat Jawa tengah mengadakan pemisahan harta perkawinan ke dalam 2 golongan yaitu :

  1. Barang asal atau barang yang dibawa masuk ke dalam perkawinan.
  2. Barang milik bersama atau barang perkawinan.

Menurut Bushar Muhammad,syarat adanya harta bersama berdasarkan hukum adat diantaranya :

  1. Adanya hidup bersama,hidup berkeluarga.
  2. Adanya kesamaan derajad antara suami istri baik dalam arti ekonomis maupun keturunan.
  3. Tidak ada pengaruh hukum islam.
  4. Adanya hubungan baik antara suami dan istri dan antara keluarga kedua belah pihak satu sama lain.

Jikalau satu syarat tidak terpenuhi maka tidak ada harta bersama tersebut.

Harta perkawinan menurut hukum perdata adalah mulai saat dimulainya perkawinan/sejak perkawinan berlangsung,demi hukum maka berlakulah persatuan bulat antara kekayaan suami dan istri (Pasal 119 KUH Perdata).Oleh sebab itu perkawinan membawa suatu konsekuensi terhadap harta dari masing-masing laki-laki dan perempuan dan menjadi kesatuan yang disebut harta perkawinan, kecuali para pihak menentukan lain dengan cara membuat suatu perjanjian perkawinan yang memisahkan harta kekayaan mereka.

KEDUDUKAN HARTA PERKAWINAN DALAM MASYARAKAT ADAT

Kedudukan harta perkawinan umumnya dipengaruhi oleh susunan masyarakat adat dan bentuk perkawinannya misalnya dalam sistem masyarakat Partilineal dan Matrilineal.

Harta perkawinan dalam masyarakat Patrilineal,semua harta (harta bersama,bawaan,pusaka) penguasaan dan pengaturan untuk kehidupan keluarga dipegang oleh suami dan dibantu oleh istri. Tidak ada pemisahan kekuasaan atas harta bersama dan harta bawaan dalam kehidupan keluarga,hal tersebut sebagai konsekuensi perkawinan jujur,dimana istri mengikuti tempat tinggal suami.

Harta perkawinan dalam masyarakat Matrilineal,terdapat pemisahan kekuasaan atas harta perkawinan yaitu : Harta pusaka milik bersama dipegang oleh nenek kepala waris, suami istri hanya punya hak menikmati harta bersama, dan terhadap harta bawaan dibawah penguasaan masing-masing.

Harta perkawinan dalam masyarakat Parental,harta bersama biasanya dikuasai bersama oleh suami atau istri untuk kepentingan bersama,sedangkan terhadap harta bawaan dikuasai oleh suami dan istri masing-masing,kecuali dalam perkawinan magih kaya (jawa) dan kawin nyalindung kagelung (Pasundan).

Pengertian dan macam-macam kompetensi badan peradilan

0

Kompetensi badan peradilan adalah kekuasaan atau kewenangan  dari suatu badan peradilan untuk mengadili atau memeriksa suatu perkara. Kewenangan atau kompetensi badan-badan peradilan berdasarkan pada doktrin di Indonesia dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

  1. Kewenangan mengadili secara absolut (Atribusi kekuasaan).
  2. Kewenangan mengadili secara relatif (Distribusi kekuasaan).

Kewenangan mengadili berdasarkan pembagian kekuasaan (Atribusi kekuasaan) antara badan-badan peradilan berdasarkan Undang-undang No 04 Tahun 2004 Tentang kekuasaan kehakiman terdiri dari :

  1. Peradilan umum (UU No 2 tahun 1986 jo UU No 8 Tahun 2004 Tentang perubahan atas Undang-undang nomor 2 Tahun 1986 Tentang peradilan umum).
  2. Peradilan agama (UU No 7 Tahun 1989 jo UU No 3 Tahun 2006  Tentang perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 Tentang peradilan agama).
  3. Peradilan militer ( UU No 31 tahun 1997 Tentang Peradilan militer).
  4. Peradilan tata usaha negara ( UU No 5 Tahun 1986 jo UU No 9 Tahun 2004 Tentang perubahan atas UU No 5 tahun 1986 Tentang Peradilan tata usaha negara).

Adapun Kewenangan masing-masing badan Peradilan tersebut antara lain:

  1. Kompetensi absolut Peradilan umum (Pengadilan negeri) adalah memeriksa dan menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh orang-orang sipil dan perkara perdata,kecuali apabila Undang-undang menetapkan lain.
  2. Kompetensi absolut Peradilan militer adalah memeriksa dan memutus perkara pidana yang dilakukan oleh anggota TNI.
  3. Kompetensi absolut Peradilan agama adalah memeriksa dan memutus perkara perdata bagi yang beragama islam yang mencakup :
    • Perkawinan.
    • Kewarisan,wasiat dan hibah menurut hukum islam.
    • Infaq dan sadaqah.
    • Ekonomi syariah.
  4. Kompetensi absolut Peradilan tata usaha negara adalah Memeriksa dan memutus perkara sebagai akibat dikeluarkannya keputusan pejabat tata usaha negara yang bersifat konkrit,individual dan final.

Kompetensi Relatif (Distribusi kekuasaan) adalah kewenangan mengadili perkara berdasarkan pembagian daerah hukum pengadilan yang sejenis. Di dalam Hukum acara perdata,kewenangan relatif tersebut diatur dalam pasal 118 HIR/Pasal 142 RBG, misalnya susunan dan kedudukan Peradilan umum (Pengadilan negeri). Adapun susunan kedudukan Pengadilan negeri,Pengadilan tinggi,dan mahkamah agung yaitu :

  1. Pengadilan negeri (PN) berkedudukan di kota/ibukota kabupaten dan pejabat didalamnya diantaranya : Ketua Pengadilan negeri,Wakil ketua pengadilan negeri,Hakim anggota,Panitera,Panitera pengganti dan juru sita.
  2. Pengadilan tinggi berkedudukan di ibukota Propinsi dan pejabat di dalamnya diantaranya : Ketua Pengadilan tinggi,Wakil ketua pengadilan tinggi,Hakim tinggi,Panitera/sekretaris, yang bertugas mengadili perkara Pidana dan perdata pada tingkat banding/Peradilan ulangan.
  3. Mahkamah agung berkedudukan di Jakarta, kewenangan Mahkamah agung yaitu :
    • Memeriksa dan memutuskan perkara pada tingkat kasasi.peninjauan kembali.
    • Menyelesaikan sengketa kewenangan mengadili pengadilan di bawahnya.
    • Uji materiil terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
    • Mengadakan pengawasan di lingkungan peradilan.

TUGAS HAKIM DALAM ACARA PERDATA

Dalam mengadili perkara,hakim bertugas :

  1. Menerima,memeriksa,mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. hakim tidak aktif mengejar perkara (Nemo judex sine actore).
  2. Konsekuaensinya adalah hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya  dengan dalih hukum tidak atau kurang lengkap,melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (curia ius novit).
  3. Hakim harus memperhatikan serta berusaha jangan sampai putusan-putusan yang dijatuhkan menimbulkan perkara baru. Untuk itu hakim harus berusaha menemukan kebenaran yang sesungguhnya  dalam perkara yang dihadapinya,dalam batas-batas yang ditentukan oleh para pihak yang berperkara.
  4. Hakim harus berusaha agar peradilan dapat berjalan secara sederhana,cepat dan biaya ringan.
  5. Hakim tidak boleh memeriksa dan mengadiili perkara yang mengandung kepentingannya sendiri. Tidak seorangpun dapat menjadi hakim yang baik dalam perkaranya sendiri (Nemo judex indoneus in propria causa)., Pasal 374 ayat (1) HIR / Pasal 702 ayat (1) RBG.
  6. Hakim harus memberikan pertimbangan tentang benar tidaknya suatu peristiwa/fakta yang diajukan kepadanya dan kemudian memberikan atau menentukan hukumnya, dan cara yang ditempuh adalah :
    • Menkonstatir, yaitu hakim haruslah menkonstatir benar tidaknya peristiwa / fakta yang diajukan para pihak. mengkonstatir artinya adalah melihat,mengakui atau membenarkan telah terjadi peristiwa yang diajukan. Yang harus di Konstatir adalah peristiwanya,akan tetapi untuk sampai pada tahap konstateringnya hakim harus melakukan pembuktian terlebih dahulu.
    • Menkualifisir,yaitu peristiwa yang sudah di konstatir sebagai fakta yang benar-benar terjadi harus dikualifisir. Menkualifisir berarti menilai peristiwa/fakta yang benar-benar terjadi termasuk hubungan hukum apa. Untuk menemukan hukumnya hakim melakukan penerapan hukum terhadap peristiwanya.
    • Menkonstituir,yaitu hakim harus memberikan hukumnya untuk peristiwa tersebut dengan memperhatikan kepastian,kemanfaatan dan keadilan.

 

Sejarah perkembangan hukum administrasi negara

0

Pada abad XIV dan abad XV negara-negara di Eropa barat belum mengenal adanya pembagian kekuasaan sebagaimana yang terdapat pada negara modern, sehingga kekuasaan dalam pemerintahan dipusatkan ditangan seorang Raja. Dalam hal tersebut maka seorang Raja bertindaak sebagai pembuat Undang-undang,menjalankan Undang-undang serta mengadili pelaku yang melanggar Undang-undang tersebut.

Kondisi tersebut berlangsung sampai awal abad XVII karena pada abad tersebut terjadi perubahan alam berpikir dari bangsa Eropa yang dikenal dengan Zaman Renesance. Pada zaman Renesance tersebut timbul pemikiran yang menyatakan bahwa “sistem pemerintahan yang sentralistik kurang dapat menjamin kemerdekaan individu,oleh karena itu harus dilakukan perubahan yang akhirnya dikenal dengan sistem pemerintahan yang Demokratis.sehingga dapat menjamin kebebasan individu dan terlindungi hak-hak manusia.

Di Negara Inggris teori tersebut dikembangkan oleh seorang ahli filsafat yang bernama JOHN LOCKE dengan bukunya yang berjudul “Two tratites on civil goverment”. dalam teori tersebut disebutkan  bahwa kekuasaan dalam negara hendaknya dibagi menjadi 3 bagian yaitu Eksekutif,Yudikatif dan federatif, yang masing-masing berdiri sendiri dan terpisah antara satu dengan lainnya.

Teori tersebut kemudian dipelajari oleh seorang ahli hukum berkebangsaan Prancis yang bernama CH.DE.MONTESQUE dan kemudian mengadakan sedikit perubahan dan mengembangkannya di negaranya Prancis,sehingga melahirkan teori yang dikenal dengan “Trias politika”. Dalam teori tersebut bahwa kekuasaan pemerintahan dipisahkan ke dalam 3 bagian yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri serta dipegang oleh pemegang kekuasaan yang berbeda tanpa adanya campur tangan yang satu dengan yang lainnya.

Dalam Teori tersebut apabila dihubungkan dengan penyelenggaraan pemerintahan maka pada akhirnya melahirkan teori Tri praja,sedangkan pada era sebelumnya menyelenggarakan pemerintahan melahirkan teori Eka praja. Bahwa dalam Teori Eka praja tersebut Hukum administrasi negara tersebut hanyalah berisikan instruksi-instruksi dari raja yang harus dipatuhi oleh para pembantu raja dalam melaksanakan tugasnya,sekaligus merupakan aturan yang mengatur bagaimana alat perlengkapan negara tersebut melaksanakan, Sedangkan yang menjadi lapangan pekerjaan dari Administrasi negara adalah mempertahankan dan melaksanakan keputusan yang dibuat oleh raja.

Sedangkan dalam sistem Tri praja,yang menjadi tujuan utama dari negara adalah membuat dan mempertahankan hukum,yang pada akhirnya setiap warga masyarakat atau warga negara mempunyai kemerdekaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum,dan masyarakat dapat hidup dalam keteraturan. Oleh karena itu maka Negara bukanlah merupakan alat dari kekuasaan tetapi negara menjadi alat dari hukum.

Sehubungan dengan berkembangnya teori “Trias politika” dari MONTESQUE tersebut maka lahirlah apa yang dikenal dengan “Negara hukum/negara klasik, dan yang menjadi lapangan pekerjaan dari administrasi negara adalah membuat dan mempertahankan hukum saja.

Yang menjadi latar belakang lahirnya teori Tria politika adalah untuk membatasi kekuasaan absolut dari Raja,sehingga dengan dibatasinya kekuasaan tersebut tidak terjadi tindakan sewenang-wenang oleh Raja kepada rakyat yang mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak rakyat, maka dengan berlakunya Tria politika tersebut diharapkan tidak terjadi lagi sentralisasi kekuasaan,yang pada akhirnya hak-hak dan kebebasan dari rakyat tersebut dijamin serta dilindungi oleh aturan hukum. akan tetapi terdapat kelemahan-kelemahan dalam teori tersebut diantaranya :

  1. Dengan adanya pemisahan secara mutlak,akibatnya adalah terdapat badan kenegaraan yang tidak ditempatkan dibawah pengawasan badan kenegaraan yang lainnya ,sehingga membuka kemungkinan badan kenegaraan tersebut untuk berbuat melampaui batas kewenangannya, dan disamping itu juga dapat menyulitkan adanya kerjasama antara badan negara yang satu dengan yang lainnya.
  2. Bahwa suatu negara berdasarkan teori tersebut,badan kenegaraan hanya 3 saja,sehingga tidak memungkinkan dibentuknya negara hukum modern karena dalam negara hukum modern banyak urusan-urusan yang ditangani pemerintah dan dalam hal tersebut tidak mungkin hanya ditangani oleh 3 lembaga tersebut.

Selain kelemahan,dalam teori Tria politika tersebut juga menimbulkan macam-macam penafsiran diantaranya :

1 . Penafsiran yang terjadi di Amerika Serikat

Pembuat konstitusi di Amerika serikat menafsirkan bahwa Trias Politika tersebut adalah pemisahan kekuasaan secara mutlak,oleh karena itu di Amerika serikat masing-masing kekuasaan tersebut diserahkan kepada badan kenegaraan yang berbeda-beda misalnya :

  • Kekuasaan Legislatif diserahkan kepada Kongres yang terdiri dari senat dan House of Representative.
  • Kekuasaan Eksekutif diserahkan kepada Presiden.
  • Kekuasaan Yudikatif diserahkan kepada Mahkamah agung (Supreme cort).

Amerika serikat merupakan satu-satunya negara modern yang menerapkan teori tersebut secara konsisten walau tidak persis seperti apa yang dikemukakan oleh MONTESQUE, karena di amerika serikat masih ada pengawasan antara lembaga-lembaga tersebut tidak dilaksanakan secara terus menerus.Pengawasan tersebut disebut dengan Chage and balance (pengawasan secara seimbang). adapun tujuan dari cange and balance tersebut adalah :

  • Untuk menghindari ketiga badan kenegaraan tersebut salah satunya berbuat melebihi kewenangan yang dimilikinya sehingga dapat mengakibatkan tindakan yang sewenang-wenang.
  • Agar ketiga fungsi tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara seimbang ,oleh karena itu pada saat tertentu diperlukan adanya pengawasan tersebut.

Pelaksanaan penafsiran seperti yang diterapkan di Amerika serikat tersebut melahirkan sistem pemerintahan Presidensial.

2 . Penafsiran yang terdapat di Negara-negara Eropa barat (Inggris).

Di negara Eropa barat khususnya Inggris,juga terdapat pemisahan kekuasaan namun penyerahannya berbeda dengan yang terjadi di Amerika serikat. Pada negara Inggris kekuasaan bidang Perundang-undangan (Legislatif) diserahkan kepada Parlemen bersama-sama dengan pemerintah. Badan Ekekutif (pemerintah) tersebut dalam melaksanakan tugas Perundang-undangan bertanggung jawab kepada Parlemen. Oleh sebab itu di inggris terdapat adanya pengawasan yang lebih ketat bila dibandingkan dengan Amerika serikat.namun walau demikian bahwa di inggris Raja sebagai kepala pemerintahan tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen, para menteri dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada parlemen. Penafsiran yang terdapat pada negara-negara Eropa barat tersebut melahirkan sistem pemerintahan parlementer.

3 . Penafsiran di negara Swiss

Di Swiss Badan eksekutif/pemerintah (Bundesrat) bersifat sebagai suatu dewan. Tugas dari pemerintah tersebut adalah melaksanakan semua keputusan badan legislatif (Bundersversamlung). Untuk mencegah adanya tindakan sewenang-wenang  dari badan Legislatif maka dibentuklah badan pekerja yang bertugas mengawasi bedan legislatif tersebut.

Penafsiran tersebut  menimbulkan adanya sistem pemerintahan yang didasarkan pada badan pekerja,sehingga walaupun Badan eksekutif tersebut merupakan bagian dari badan Legislatif,maka badan Eksekutif tersebut tidak dapat dibubarkan oleh Badan Legislatif.

4 . Penafsiran di Negara Indonesia

Menurut pendapat Mr. Moh Yamin mengatakan bahwa Sejak dibentuknya negara kesatuan republik Indonesia dan berlakulah Undang-undang dasar 1945, UUD RIS,serta UUD Sementara tahun 1950 dan kemudian sekarang berlaku lagi UUD 1945 tidak mengenal adanya pemisahan kekuasaan negara serta menyerahkannya pada ketiga lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Trias politika tersebut secara tegas.

Apabila Teori Trias Politika tersebut diartika sebagai pembagian kekuasaan maka Indonesia juga menganut pembagian kekuasaan tersebut untuk menghindari terjadinya sentralisasi kekuasaan atau kekuasaan yang absolut yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan . Atas dasar tersebut Indonesia selain mengenal lembaga Legislatif,Eksekutif dan yudikatif,juga dikenal beberapa lembaga tinggi lainnya sehingga memungkinkan untuk lahirnya negara hukum modern.

Ciri-ciri negara hukum modern yaitu :

  1. Corak negaranya (Welfare state) negara yang mengutamakan kesejahteraan masyarakatnya.
  2. Negara ikut campur dalam lapangan kehidupan masyarakat.
  3. Ekonomi liberal diganti dengan Ekonomi yang terpimpin ,dan hal tersebut dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
  4. Tugas utama dari negara adalah menyelenggarakan kesejahteraan umum.
  5. Dalam bidang keamanan,negara menjamin keamanan dalam arti luas yaitu keamanan sosial dalam segala kehidupan masyarakat.

Ciri-ciri negara hukum klasik/penjaga malam yaitu :

  1. Corak negaranya Liberal,maksudnya adalah bahwa negara memberikan kebebasan kepada setiap warga negaranya untuk bersaing secara bebas satu sama lain.
  2. Terdapat adanya pemisahan sepenuhnya antara warga negara dengan negara, maksudnya adalah bahwa negara tidak atau bahkan dilarang untuk ikut campur dalam lapangan kehidupan masyarakat.
  3. Tugas negara adalah menjaga malam,karenanya negara menjaga keamanan dalam arti yang sempit.
  4. Ditinjau dari segi ekonomi dan politik maka negara hanya memberikan perlindungan kepada kelompok ruling class saja.

Negara hukumklasik tersebut menggambarkan tingkat kemajuan negara-negara kapitalis,sementara negara hukum modern yang mulai berkembang pada akhir abad XIX di negara eropa barat menggambarkan bahwa negara lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakatnya.

Apabila dihubungkan dengan Negara Indonesia,maka negara Indonesia termasuk dalam Negara Hukum Modern dan hal tersebut dapat dilihat dalam UUD 1945 maupun dalam Ketetapan-ketetapan MPR.

faham negara hukum dibedakan menjadi :

  1. Faham negara hukum menurut paham Eropa kontinental,ciri-cirinya yaitu :
    • Adanya jaminan atas hak-hak dasar manusia.
    • Adanya pembagian kekuasaan.
    • Pemerintahan harus berdasarkan peraturan hukum.
    • Adanya peradilan administrasi.
  2. Faham negara hukum menurut Anglo saxon ciri-cirinya yaitu :
    • Supremacy of law : Hukum mempunyai kedudukan yang tertinggi, agar pelaksanaan pemerintahan tidak menyimpang maka kekuasaan akan tunduk pada hukum.
    • Equality before the law : Bahwa di depan hukum setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama,yang membedakan adalah status fungsinya, dan kala mereka sebagai pejabat pemerintah mempunyai fungsi mengatur,akan tetapi juga terikat pada peraturan hukum, sedangkan sebagai warga negara biasa mereka yang diatur dan berdasar pada ketentuan hukum yang berlaku.
    • Human right dibedakan menjadi :
      • Kebebasan melakukan sesuatu yang dianggap benar.
      • Kebebasan untuk berdiskusi.
      • Kebebasan untuk rapat.

Pengertian,makna,sistem dan larangan perkawinan menurut hukum adat kekeluargaan

0

Hukum adat kekeluargaan adalah Hukum adat yang mengatur bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat (keluarga),kedudukan anak terhadap orang tua dan sebaliknya,kedudukan anak terhadap kerabat dan sebaliknya,serta masalah perwalian anak. Keluarga adalah kesatuan  hidup yang terdiri dari Bapak,ibu dan anak-anak,yang dipimpin oleh orang tua dan mempunyai harta kekayaan.

Menurut Reisner,Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari Bapak,ibu,adik,kakak,kakek dan nenek. Hubungan kekeluargaan dapat terjadi karena 3 hal yaitu :

  1. Karena hubungan darah.
  2. Karena hubungan perkawinan.
  3. Karena hubungan kasih sayang/adopsi.

Hubungan ikatan-ikatan tersebut membawa konsekuensi terhadap kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota keluarga,kedudukan anak terhadap orang tua dan sebaliknya,kedudukan anak terhadap kerabat dan sebaliknya serta masalah perwalian anak.

HUBUNGAN KETURUNAN GENEOLOGIS

Menurut Djojodiguno,SH keturunan memiliki istilah lain yaitu kewangsaan yang artinya adalah ada hubungan darah antara orang yang satu dengan yang lain. Sifat keturunan adalah lurus dan menyimpang. Suatu keturunan bersifat lurus apabila orang yang satu merupakan keturunan langsung dari yang lainnya. Hubungan keturunan lurus dapat dilihat keatas atau ke bawah. Lurus keatas misalnya ditarik dari cucu,bapak dan kakek, sedangkan lurus kebawah misalnya dari kakek,bapak,anak dan cucu.

Hubungan keluarga dapat ditarik menyimpang atau bercabang apabila antara dua orang atau lebih terdapat adanya ketunggalan leluhur misalnya saudara sekandung yang bapak ibunya sama,se kakek, se nenek dan lain-lain. Hubungan orang tua dan anak kandung sangatlah penting dalam masyarakat adat karena anak merupakan sebagai penerus keturunan orang tuanya, oleh sebab itu maka sering diadakan upacara-upacara adat terhadap anak,misalnya upacara adat di jawa barat pada masyarakat Priangan,upacara adat yang berhubungan dengan anak yaitu :

  • Upacara tingkeb, dilakukan saat kehamilan berusia 7 bulan.
  • Upacara penanaman ari-ari anak saat lahir.
  • Upacara tali pusat putus.
  • Upacara cukuran saat bayi berumur 40 hari.

Tujuan berbagai upacara tersebut adalah agar mendapat perlindungan dari tuhan yang maha kuasa,dengan harapan anak dapat lahir dengan selamat dan tumbuh berkembang menjadi anak yang baik di kemudian hari.

Hubungan orang tua dan anak mengakibatkan timbulnya akibat hukum yaitu :

  • Larangan perkawinan anak dan orang tua.
  • Kewajiban orang tua memelihara anaknya (hak alimentasi).
  • Anak mempunyai hak waris.

Di dalam masyarakat ada 3 macam garis keturunan yang dikenal yaitu :

  • Patrilineal,yaitu garis keturunan mengikuti bapak.
  • Matrilineal,yaitu garis keturunan mengikuti ibu.
  • Parental,yaitu garis keturunan ibu bapak.

Dalam sistem keturunan Patrilineal,kedudukan anak dan keluarga dititikberatkan pada garis keturunan pihak laki-laki,oleh karenanya anak laki-laki lebih utama,karena anak laki-laki dianggap penerus keturunan bapak,sedangkan anak perempuan anak mengikuti silsilah keluarga lain/suaminya.

Dalam sistem Patrilineal,yang dimaksud seketurunan bapak adalah semua anak laki-laki dan perempuan yang berasal dari satu bapak.Jadi semua saudara bapak (Paman) adalah bapaknya juga,sedangkan paman menganggap semua anak atau keponakan adalah anaknya juga.

Dalam sistem keturunan Matrilineal,yang utama adalah garis keturunan pihak ibu,dengan perkawinan semendo dimana suami berada di bawah pengaruh istri, namun bukan berarti hubungan keluarga pihak bapak tidak diakui.

Dalam sistem Parental,kedudukan anak dan keluarga adalah seimbang dan sama eratnya. artinya adalah bahwa kedudukan anak laki-laki dan perempuan adalah sama,baik mengenai larangan perkawinan,hak waris dan kewajiban pemeliharaan anak adalah sama.

HUBUNGAN PERKAWINAN

Menurut Pasal 30 -34 UU No 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan,Hubungan ikatan perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban. Suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga, dan kewajiban suami istri yaitu :

  • suami istri wajib saling mencintai,hormat menghormati,saling membantu dan setia.
  • suami wajib melindungi istri dan memberi nafkah lahir dan batin.
  • istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

Selain menimbulkan hak dan kewajiban suami istri,ikatan perkawinan juga menimbulkan hubungan kekerabatan yang lebih luas yaitu :

  • Hubungan menantu dan mertua.
  • Hubungan besanan dan periparan antara keluarga suami dan keluarga istri.

Menurut pasal 42 UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan,Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. sedangkan anak tidak sah adalah anak yang lahir di luar perkawinan (Pasal 43 UU No 1 Tahun 1974).  Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya/keluarga ibunya.

Bagi anak yang lahir di luar perkawinan dapat dilakukan pengesahan melalui perkawinan orang tuanya sebagaimana diatur dalam Staatblad 1933-74 yakni bagi umat kristiani,anak tersebut dapat disahkan melalui perkawinan.

Kewajiban anak terhadap orang tuanya diatur dalam pasal 46 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu anak wajib menghormati orang tuanya dan menaati kehendaknya yang baik. apabila anak sudah dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis lurus keatas sesuai dengan kemampuannya bila mereka memerlukan bantuan.

MAKNA DAN FUNGSI PERKAWINAN

Fungsi perkawinan adalah merupakan nilai hidup agar dapat meneruskan keturunan,mempertahankan silsilah keluarga dan kedudukan keluarga.selain itu juga berfungsi atau sebagai sarana untuk memperbaiki hubungan kekerabatan yang jauh,sarana pendekatan antar kerabat,selain juga bersangkut paut dengan masalah kekayaan dan masalah pewarisan.

Perkawinan memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat,maka dalam pelaksanaanya biasanya dimulai dengan beberapa acara dan upacara adat yang berbeda-beda di tiap daerah.

Menurut Van Gennep,sosiolog Prancis bahwa upacara-upacara dalam perkawinan itu sebagai upacara peralihan (Rites de passage). Upacara peralihan merupakan upacara yang melambangkan peralihan status masing-masing mempelai yang semula hidup terpisah dan sendiri, dan kemudian setelah upacara adat perkawinan menjadi bersatu dalam kehidupan bersama sebagai suami istri,yakni suatu keluarga baru yang berdiri sendiri dan mereka bina sendiri pula. Upacara peralihan tersebut terdiri dari 3 tingkatan yaitu :

  1. Upacara perpisahan dari status semula.
  2. Upacara perjalan ke status yang baru.
  3. Upacara penerimaan dalam status yang baru.

Menurut Prof Djojodiguno,SH bahwa hubungan suami istri setelah perkawinan bukanlah hubungan perikatan yang berdasarkan perjanjian atau kontrak,melainkan suatu paguyuban hidup yang menjadi ajang pokok,ajang hidup suami istri selanjutnya bersama anak-anaknya. Paguyuban hidup tersebut lazim disebut Somah,artinya keluarga .

SISTEM PERKAWINAN

Dalam hukum adat dikenal 3 macam sistem perkawinan yaitu ; 1.Sistem eksogami, 2.Sistem Indogami 3.Sistem eletherogami.

  1. Sistem eksogami,adalah sistem perkawina adat dimana seseorang diharuskan kawin dengan seorang calon pasangan dari luar keluarga atau klan nya. Perkawinan dengan sistem ini terdapat pada masyarakat daerah Gayo,alas,tapanuli,minangkabau,buru dan seram.
  2. Sistem indogami,adalah sistem perkawinan adat seseorang hanya boleh kawin dengan seseorang keluarga atau sukunya sendiri,misalnya : berlaku pada suku toraja.
  3. Sistem eleotherogami,adalah perkawinan ang dapat dilakukan dengan calon pasangan secara bebas,artinya tidak terikat dengan sistem indogami dan eksogami. tetapi harus memperhatikan ketentuan mengenai larangan perkawinan  yang berkaitan dengan ikatan kekerabatan.misalnya adalah seseorang dilarang kawin dengan calon pasangannya karena Nasab (keturunan dekat),atau periparan seperti kawin dengan ibu tiri,menantu dan anak tiri.

Sistem kekerabatan Patrilineal,Matrilineal dan parental memiliki bentuk perkawinan masing-masing yaitu :

1 . Perkawinan Jujur

Perkawinan Jujur terdapat pada susunan kekeluargaan Patrilineal yaitu bentuk perkawinan yang bertujuan untuk melanjutkan atau mempertahankan keturunan dari pihak bapak atau ayah. Corak dari perkawinan jujur tersebut adalah dimana pihak keluarga pengantin laki-laki harus memberikan atau membayar suatu jujur berupa(barang atau uang) kepada keluarga pengantin perempuan,sebagai tanpa pengganti pelepasan mempelai wanita keluar dari klan bapaknya dan masuk ke keluarga klan suaminya.Perkawinan tersebut berlaku pada masyarakat daerah Tapanuli,gayo,nias,lampung,bali,maluku.

Jujur tidaklah sama dengan mas kawin karena jujur merupakan kewajiban adat ketika upacara pelamaran, yang harus dipenuhi oleh kerabat laki-laki kepada kerabat perempuan untuk dibagi-bagikan kepada tua-tua kerabat (marga/suku) pihak perempuan.

Menurut Djaren Saragih,Fungsi jujur dalam perkawinan ada macam yaitu :

  • Secara yuridis untuk mengubah status keanggotaan klan dari pengantin perempuan.
  • Secara ekonomis,membaya pergeseran dalam kekayaan (Pertukaran barang).
  • Secara sosial politis,tindakan penyerahan jujur mempunyai makna pihak perempuan mempunyai kedudukan yang dihormati (Mempererat hubungan antar klan,hubungan kekeluargaan dan menghilangkan permusuhan).

Kedudukan istri,anak dan harta kekayaan setelah perkawinan dibawah kekuasaan suami. anak dan keturunannya melanjutkan keturunan suaminya,sedangkan harta kekayaan yang dibawa istri masuk dalam perkawinan dan dikuasai oleh suami,kecuali ditentukan lain oleh istri.

Apabila suaminya meninggal dunia,istri harus melakukan perkawinan dengan saudara suaminya (ganti tikar),sebaliknya jika istri wafat maka suami kawin dengan saudara istrinya. saat ini kebiasaan tersebut sudah jarang dilakukan.

Dalam perkawinan jujur,tanggungjawab terhadap kehidupan rumah tangga adalah suami,dan istri hanya sebagai pendampingnya saja.hak dan kedudukan istri tidak seimbang dengan suami.Pemberian jujur kepada istri merupakan tanda dilepasnya kedudukan wanita dari kekerabatan bapaknya dan masuk ke kerabat pihak laki-laki.

Menurut Djaren saragih,macam-macam perkawinan jujur ada 5 yaitu :

  1. Perkawinan mengabdi,adalah perkawinan jujur dimana suami mengabdi kepada keluarga mertuanya.karena jujur belum dibayar atau ditunda pembayarannya kepada keluarga istrinya. Selama jujur belum lunas maka anak-anak masuk ke dalam klan istrinya. apabila jujur telah lunas maka anak pindah ke klan suaminya misalnya : Di daerah tapanuli (batak) disebut madiding.
  2. Perkawinan bertukar artinya apabila diperbolehkan adik laki-laki dari pihak istri dinikahkan dengan adik perempuan  dari suaminya (kawin timbal balik). dengan demikian jujur tidak perlu dibayar. di daerah Minangkabau disebut perkawinan Bako,untuk daerah lampung dinamakan Ngejuk.
  3. Perkawinan meneruskan,adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang suami yang ditinggal mati oleh istrinya ,lalu dia mengawini saudara istrinya. perkawinan ini tidak perlu dilakukan pembayaran jujur, karena istri kedua seakan-akan  menduduki tempat istri yang pertama. di daerah Lampung perkawinan ini disebut Nuket.
  4. Perkawinan mengganti, adalah perkawinan seorang janda yang ditinggal mati suaminya,lalu kawin lagi dengan saudara suaminya . biasanya tidak perlu membayar jujur. pada suku batak disebut pareakhon,palembang disebut ganti tikar atau kawin anggau.
  5. Perkawinan ambil anak adalah dimana seorang laki-laki diambil untuk dijadikan suami dari seorang gadis,sedangkan gadis tersebut berhukum patrilineal. Jadi untuk mencegah hilangnya keturunan bapak si gadis,maka diadakan perkawinan ambil anak, dan anak yang dilahirkan masuk klan istrinya (mertuanya). di lampung biasanya disebut Ngakuk ragah

2 . Perkawinan semenda

Perkawinan semenda merupakan ciri dari sistem kekerabatan matrilineal. suami tidak masuk di dalam kerabat istri,tetapi hanya sebagai pemberi benih dan kedudukan istri lebih utama dari suami karena pengaruh kerabat pihak istri.

Dalam perkawinan ini calon suami tidak memberikan jujur kepada mempelai wanita,tetapi berlaku adat pelamaran dari wanita kepada pihak laki-laki karena motifnya adalah untuk mempertahankan garis keturunan ibu, umumnya berlaku di masyarakat sistem matrilineal. dan setelah perkawinan, suami berada di bawah kekuasaan istri dan kedudukan hukumnya juga tergantung pada bentuk-bentuk perkawinan yang berlaku.

3 . Perkawinan bebas

Perkawinan bebas atau mandiri umumnya berlaku di lingkungan masyarakat adat dengan sistem parental. Bentuk perkawinan ini sesuai dengan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dimana kedudukan dan hak suami istri adalah seimbang.

4 . Perkawinan campuran

Menurut hukum adat perkawinan campuran adalah perkawinan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan yang terjadi karena berbeda suku,adat budaya dan agama, misalnya pada masyarakat batak dikenal marsileban yaitu laki-laki atau perempuan yang bukan batak diangkat menjadi warga batak dengan pemberian suatu marga.

Dalam UU No 1 Tahun 1974 perkawinan antar agama (berbeda agama) tidak dikenal. yang diatur adalah perkawinan campuran antara laki-laki dan perempuan yang berbeda kewarganegaraan (Pasal 57 UU No 1 Tahun 1974).

5 . Perkawinan lari

Istilah perkawinan lari dalam masyarakat adat dikenal misalnya pada Batak “mangalua”, pada masyarakat Bali “merangkat”, pada masyarakat Ambon “lari bini”. Perkawinan lari ada 2  yaitu :

  • Kawin lari bersama adalah perbuatan berlarian untuk melaksanakan perkawinan atas persetujuan gadis
  • kawin lari paksa adalah perbuatan melarikan gadis dengan tipu daya

LARANGAN PERKAWINAN

Larangan perkawinan umumnya disebabkan adanya hubungan kekerabatan misalnya pada masyarakat batak, menurut hukum adat batak adalah dilarang untuk melakukan perkawinan satu marga.

Dalam hukum islam,seorang laki-laki dilarang melakukan perkawinan dengan perempuan yang masih mempunyai pertalian darah.hubungan pertalian perkawinan mengakibatkan seseorang dilarang melakukan perkawinan dengan mertuanya,anak tiri dan menantunya.

 

Pengertian,sifat,asas-asas,dan sumber-sumber hukum acara perdata

0

Hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya untuk menjamin ditegakkannya atau dipertahankannya hukum perdata materiil. Ada beberapa pendapat para ahli yang menjelaskan tentang pengertian Hukum acara perdata diantaranya :

  1. Menurut Wirdjono Prodjodikoro , Hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
  2. Menurut Sudikno Mertokusumo, Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum materiil dengan perantaraan hakim.
  3. Soepomo dalam bukunya “Hukum acara perdata pengadilan negeri” menjelaskan bahwa dalam peradilan perdata tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum perdata,menetapkan apa yang ditetapkan oleh hukum dalam suatu perkara.

SIFAT-SIFAT HUKUM ACARA PERDATA

Sifat hukum acara perdata untuk dapat mencapai apa yang menjadi tujuan hukum acara perdata dalam mempertahankan hukum perdata materiil yaitu :

  1. Pada umumnya peraturan-peraturan hukum acara perdata bersifat mengatur dan memaksa. Hukum acara perdata yang bersifat mengatur dan memaksa ini tidak dapat dikesampingkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan,dan pihak-pihak yang berkepentingan harus tunduk dan menaatinya.
  2. Hukum acara perdata bersifat pelengkap,karena dianggap mengatur penyelenggaraan kepentingan khusus dari yang bersangkutan,sehingga peraturan hukum acara perdata yang bersifat pelengkap ini dapat dikesampingkan atau  disampingi oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
  3. Apabila dikaitkan dengan sifat hukum perdata yang mengatur hubungan hukum secara personal,maka terjadinya perkara perdata semata-mata inisiatif dari penggugat yang merasa atau dirasa bahwa haknya telah dilanggar oleh tergugat. dalam hal ini kelihatan adanya kesukarelaan.
  4. Apabila dilihat dari aspek pembagian hukum berdasarkan kekuatan sanksinya, maka sifat hukum acara perdata pada umumnya adalah memaksa (dwingendrecht). sifat tersebut karena berfungsi dalam mempertahankan eksistensi hukum perdata materiil.
  5. Apabila ditinjau dari aspek proses, maka hukum acara perdata bersifat sederhana dalam beracara di depan sidang pengadilan, yang artinya bahwa suatu proses beracara yang tidak rumit. Sifat sederhana ditujukan pada prosedur yang jelas,transparan serta dapat dipahami oleh segenap lapisan masyarakat,tanpa meninggalkan aspek formalitas,kepastian dan nilai-nilai keadilan.

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA

Beberapa asas-asas yang melandasi bekerjanya Hukum acara perdata yaitu :

  1. Hakim bersifat menunggu, artinya  inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada pihak yang berkepentingan. Kalau tidak ada tuntutan hak maka tidak ada hakim (Nemo judex sine actore).
  2. Hakim bersifat pasif, Artinya adalah ruang lingkup sengketa yang diajukan kepada hakim pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara,bukan oleh hakim. (Secundum allegat ius dicare). Asas ini memberikan kepada hakim untuk tidak mencegah apabila gugatan tersebut dicabut atau akan melakukan perdamaian.
  3. Sifat terbukanya persidangan, Artinya bahwa sidang pemeriksaan pada asasnya dibuka dan terbuka untuk umum, bahwa setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan,kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
  4. Mendengar kedua belah pihak,artinya bahwa di dalam Hukum acara perdata kedua belah pihak  (Penggugat dan tergugat) harus diperlakukan sama,tidak memihak dan di dengar bersama-sama. Yang berperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya (audi et alteram partem).
  5. Putusan harus disertai alasan-alasan, artinya bahwa semua putusan  pengadilan harus memuat alasan-alasan. Alasan-alasan itu dimaksudkan untuk sebagai pertanggung jawaban hakim atas putusannya terhadap masyarakat ,sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif.
  6. Beracara dikenakan biaya,artinya bahwa untuk berperkara pada asasnya dikenakan biaya. Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan,biaya panggilan,pemberitahuan kepada para pihak,serta biaya materai. Bagi mereka yang tidak mampu dapat mengajukan perkara secara cuma-cuma (prodeo) pasal 237 H.I.R/pasal 273 RBG.
  7. Tidak ada keharusan mewakilkan. H.I.R tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain,sehingga pelaksanaan sidang terjadi secara langsung terhadap para pihak yang berkepentingan.Tetapi para pihak dapat diibantu atau diwakili oleh kuasanya dengan suatu surat khusus,kalau dikehendakinya (Pasal 123 HIR / pasal 147 RBG).

SUMBER-SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

Sumber-sumber hukum acara perdata diantaranya :

  1. Peraturan Perundang-undangan peninggalan pemerintah Hindia Belanda yaitu :
    • HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) / RIB (Reglement Indonesia yang dibarui ) Stb. 1948 No 16 jo Stb 1941 No 44. berlaku untuk daerah jawa dan madura.
    • RBG (Rechtsreglement Buitengewesten) / RDS (Reglement Daerah seberang), Stb 1927 No 227, berlaku untuk daerah luar jawa dan Madura.
    • Rv (Reglement op de Burgerlijk Rechtsvoordering) / Reglemen Hukum Acara perdata untuk golongan eropa Stb.1847 No 52 jo Stb.1849.
  2. Peraturan Perundang-undangan yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan yaitu :
    • Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan ulangan untuk daerah Jawa dan madura.
    • Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.
    • Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 jo Undang-undang No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
    • Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 jo Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan umum.
  3. Berasal dari sumber hukum lainnya diantaranya :
    • Yurisprudensi
    • Adat kebiasaan yang dianut oleh hakim (Menurut pendapat Prof.Wirjono Prodjodikoro).
    • Perjanjian internasional.
    • Doktrin/Pendapat sarjana.
    • Surat edaran mahkamah agung (SEMA).

Pengertian hukum administrasi negara dan Ilmu administrasi negara

0

Hukum Administrasi Negara adalah Himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara berfungsi/beraksi,peraturan mana yang mengatur hubungan antara tiap-tiap warga negara dengan pemerintahnya. Istilah administrasi yang terdapat dalam Hukum administrasi maupun dalam Ilmu administrasi memiliki arti yang berbeda.

Menurut Bintoro Tjokromidjojo dalam bukunya “Pengantar administrasi pembangunan” mengutip beberapa pendapat mengenai pengertian Ilmu admiinistrasi yaitu :

  • Menurut Abdurahman arifin : Ilmu administrasi negara adalah  Ilmu yang mempelajari pelaksanaan dari politik negara.
  • Menurut Dimock dan Koening : Ilmu administrasi negara adalah Ilmu yang mempelajari kegiatan pemerintah dalam melaksanakan kekuasaan politiknya.
  • Menurut Dwight Waoldo : Ilmu administrasi negara adalah Organisasi daripada manusia-manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan pemerintahan.

Pengertian administrasi dalam Hukum administrasi negara adalah Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan administrasi saja atau administratif recht disebut Bestuur recht. Bestuur dapat diartikan dengan fungsi pemerintahan / penguasa yang tidak meliputi fungsi Legislatif maupun Yudikatif (Pemerintahan dalam arti sempit saja).

PENGERTIAN ADMINISTRASI NEGARA MENURUT BEBERAPA AHLI

  1. Menurut Dimock dalam bukunya tentang “administrasi negara’ membedakan pengertian administrasi negara menjadi 2 bagian yaitu :
    • Administrasi negara dalam arti luas yaitu seluruh kegiatan atau aktifitas pemerintahan dalam arti luas (Misal: Eksekutif,Legislatif dan Yudikatif) untuk melaksanakan kekuasaan politiknya.
    • Administrasi negara dalam arti sempit yaitu Aktifitas dalam  badan Eksekutif dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Misalnya : Kegiatan Dirjen Pajak dalam mengutip Pajak bumi dan bangunan.
  2. Menurut Prof Prajudi Admosudirdjo memberikan pengertian administrasi negara menjadi 3 bagian yaitu :
    • Sebagai aparatur negara atau aparatur pemerintahan atau institusi kenegaraan (Politik).
    • Aktifitas dari aparatur pemerintah yang berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat.
    • Administrasi negara sebagai proses teknis penyelenggaraan Undang-undang.
  3. Menurut Utrecht dalam bukunya yang berjudul “Hukum administrasi negara” memberikan pengertian Administrasi negara yaitu :
    • Administrasi negara adalah Gabungan jabatan administrasi dibawah pimpinan pemerintah/presiden dengan para pembantunya yang melakukan sebagian tugas pemerintahan ,fungsi administrasi yang tidak diserahkan kepada badan pengadilan maupun badan Legislatif tingkat pusat dan Badan pemerintahan yang lebih rendah dari negara (Sebagai persekutuan hukum tertinggi) yaitu badan-badan pemerintahan  dari persekutuan hukum daerah Swatantra (Tingkat 1,2,3) sert daerah istimewa yang masing-masing diberi kekuasaan berdasarkan inisiatif sendiri atau berdasarkan delegasi pemerintah pusat untuk memerintah daerahnya sendiri.

Menurut BachsanMustafa,SH pengertian Administrasi negara yang diberikan oleh Utrecht tersebut memiliki beberapa kekurangan diantaranya :

  1. Bahwa menurut Utrecht defenisi tersebut hanya memberikan pengertian administrasi negara terbatas pada badan-badan pemerintah yang ada di tingkat pusat saja,ia tidak melihat badan-badan pemerintah di tingkat daerah Swatantra maupun daerah istimewa,sedangkan kenyataannya hal tersebut ada dan merupakan suatu persekutuan daerah hukum.
  2. Defenisi yang diberikan utrecht tersebut tidak sesuai dengan kenyataannya,karena gabungan jabatan yang dimaksud sudah barang tentu gabungan jabatan negara,bukan partikelir. Gabungan-gabungan jabatan negara tersebut dibentuk berdasarkan pada hukum publik baik yang ada di pemerintah pusat maupun yang ada di daerah Swatantra maupun daerah istimewa.

Bachsan Mustafa,SH tidak sependapat dengan defenisi yang diberikan oleh Utrecht tersebut dan menurutnya Hukum Administrasi negara adalah gabungan jabatan yang dibentuk dan di susun secara bertingkat dan diserahi tugas melaksanakan sebagian  dari pekerjaan pemerintah dalam arti luas yang tidak diserahkan kepada badan pembuat Undang-undang maupun badan kehakiman.

PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA MENURUT PARA AHLI

  1. Menurut De La Bascour Caan, Hukum Administrasi negara adalah Himpunan peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara berfungsi/beraksi,peraturan mana mengatur hubungan antara tiap-tiap warga negara dengan pemerintahnya. dari pengertian tersebut menurut De La Bascour,Hukum Administrasi Negara dibagi menjadi 2 bagian  yaitu :
    • Hukum administrasi negara tersebut berfungsi/beraksi , artinya Hukum administrasi negara tersebut menjadi dasar dari segala perbuatan yang dilakukan oleh para administratur negara (Disebut asas-asas Hukum administrasi negara).
    • Hukum administrasi negara mengatur hubungan antara warga negara dengan pemerintah, hubungan diaturnya tersebut bersifat publik (Rechttalejk) atau hubungan yang mengutamakan kepentingan umum, misalnya : Hubungan pegawai badan pertanahan dengan warga masyarakat untuk melakukan pendaftaran atas tanah (PP Nomor 24 tahun 1997).
  2. Menurut Utrecht,Hukum administrasi negara adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan sehingga memungkinkan para pejabat administrasi negara melaksanakan tugas mereka yang khusus. Menurut Utrecht,Hukum administrasi negara memiliki beberapa ciri-ciri khusus yang membedakan dengan hukum-hukum lainnya yaitu :
    • 1).Menguji hubungan hukum istimewa.
    • 2).Adanya para pejabat administrasi negara.
    • 3).Melakukan tugas yang khusus.

 

Menguji hubungan hukum istimewa

Utrecht membedakan hubungan hukum tersebut menjadi 2 bagian yaitu :

  • Hubungan hukum biasa,yaitu Hubungan hukum dimana masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai kedudukan hukum yang sama, Misalnya : Jual beli (Kedudukan penjual dan pembeli derajatnya sama).
  • Hubungan hukum istimewa,yaitu Kedudukan para subjek hukum tersebut berbeda,yaitu subjek hukum yang satu (administratur negara) mempunyai kedudukan yang lebih tinggi,sedangkan subjek hukum lainnya adalah warga negara yang merupakan subjek yang diperintah. misalnya : Administratur negara memerintahkan kepada wajib pajak untuk membayar pajak.

3. Menurut Van VollenHoven, Hukum tata negara adalah Gabungan peraturan hukum yang mengadakan badan kenegaraan,memberikan wewenang kepada badan kenegaraan membagi pekerjaan pemerintah serta memberikan bagian-bagian itu kepada badan-badan tersebut dari yang tertinggi sampai yang terendah.

Hukum administrasi negara adalah gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan kenegaraan dari yang tertinggi hingga yang terendah mana kala badan kenegaraan tersebut menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya oleh hukum tata negara tersebut.

Van VollenHoven mendasarkan kepada fungsi dari masing-masing ilmu pengetahuan tersebut,sehingga menurutnya bahwa Hukum administrasi negara merupakan kelanjutan dari Hukum tata usaha negara,artinya adalah bahwa para administratur negara dengan kewenangannya masing-masing akan melakukan berbagai perbuatan baik yang bersifat membuat peraturan maupun menyelesaikan peristiwa konkrit tertentu yang berupa keputusan-keputusan.

4. Menurut Oppenheim,Hukum tata negara menggambarkan negara dalam keadaan tidak bergerak (diam),sedangkan Hukum administrasi negara menggambarkan negara dalam keadaan bergerak (dinamis).

 

 

Sejarah mengikatnya dan akhir berlakunya perjanjian internasional

0

Perjanjian internasional atau “treaty” adalah sarana utama yang dipunyai oleh negara untuk memulai dan mengembangkan hubungan internasional.Perjanjian internasional merupakan bentuk dari semua perbuatan hukum dan transaksi dalam masyarakat internasional.

Perjanjian internasional merupakan sarana untuk menetapkan kewajiban kepada pihak dalam perjanjian itu. Dalam konvensi Wina tahun 1969 menetapkan mengertian perjanjian internasional (Treaty) sebagai persetujuan yang digunakan oleh dua negara atau lebih untuk mengadakan hubungan antar mereka menurut ketentuan hukum internasional.

Istilah “treaty” digunakan sebagai ” nomengeneralissmum” karena dalam pengertiaan itu istilah tersebut mencakup setiap persetujuan antar negara tanpa memperhitungkan bentuknya,misalnya tertulis ataupun tidak tertulis,dan tanpa memperhitungkan pula petugas yang melaksanakan,seperti misalnya kepala negara ataupun menteri luar negeri.

Treaty juga mencakup persetujuan antar negara dan organisasi internasional erta antar organisasi internasional satu sama lain.Dalam konvensi Wina tahun 1969 tidak mengatur treaty dalam pengertian yang sangat luas tersebut.konvensi tersebut hanya berlaku bagi treaty antar negara dalam bentuk tertulis.

Dalam praktek hubungan antar negara ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut perjanjian internasional tersebut,antara lain “treaty” (dalam arti sempit),Konvensi,protokol dan deklarasi. Masing-masing istilah tersebut digunakan sesuai dengan petugas yang melaksanakan serta isi perjanjian internasional yang bersangkutan Misalnya :

  • treaty, digunakan untuk menyebut persetujuan resmi tentang masalah yang fundamental.
  • Konvensi,digunakan untuk menyebut peretujuan resmi yang multilateral atau persetujuan yang diterima oleh organ dari suatu organisasi internasional.
  • protokol,digunakan untuk menyebut persetujuan yang isinya melengkapi suatu konvensi.
  • deklarasi,digunakan dalam pengertian yang sama dengan “treaty”.

Sesuai dengan petugas yang melaksanakan persetujuan,perjanjian internasional dapat dibedakan menurut bentuknya,misalnya : Perjanjian internasional antar kepala negara,perjanjian internasional antar pemerintah,perjanjian internasional antar menteri. Perbedaan bentuk tersebut tidak mempengaruhi kekuatan mengikatnya perjanjian internasional tersebut.

Pernyataan menteri luar negeri suatu negara kepada menteri luar negeri negara lain sama kekuatan mengikatnya  dengan perjanjian internasional antar kepala negara. Hukum internasional tidak menuntut bentuk tertentu dari perjanjian internasional. bagi hukum internasional,isi dan substansi perjanjian internasional lebih penting daripada bentuknya.

Berdasarkan jumlah pihak-pihak yang berjanji,perjanjian internasional juga dapat dibedakan antara perjanjian internasional yang bilateral dan perjanjian internasional yang multilateral. Perjanjian internasional bilateral adalah perjanjian internasional yang dilakukan oleh dua negara yang berjanji. dan Perjanjian internasional multilateral adalah perjanjian internasional yang dilakukan oleh banyak negara yang berjanji.

MENGIKATNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL

Menurut ajaran dari Anzilotti,perjanjian internasional mengikat berdasarkan prinsip “Pacta sunt servanda“, prinsip ini sesuai dengan ketentuan dalam praktek yang ditetapkan dalam deklarasi konferensi London tahun 1871, bahwa negara-negara mengakui prinsip hukum internasional yang menetapkan bahwa negara tidak dapat membedakan diri dari ikatan perjanjian internasional atau merubah ketentuannya tanpa persetujuan pihak lawan berjanji melalui saling pengertian yang bersahabat.Dengan demikian persetujuan negara mewajibkan negara itu untuk menaatinya.

Agar suatu perjanjian internasional dapat mengikat,perjanjian itu harus dibuat oleh pihak yang berwenang dan menurut prosedur yang berlaku. Pihak yang berwenang membuat perjanjian internasional adalah negara dan organisasi internasional yang memenuhi persyaratan hukum internasional.

Negara dan organisasi internasional juga harus diwakili oleh pejabat yang berwenang menurut hukum internasional dan hukum nasional negara atau anggaran dasar organisasi internasional yang bersangkutan.

Perjanjian internasional merupakan “res inter alios acta“. oleh karena itu pada prinsipnya perjanjian internasional hanya mengikat pihak-pihak yang berjanji saja.Menurut prinsip umum yang berlaku,perjanjian internasional tidak menimbulkan hak ataupun kewajiban bagi negara ketiga (Pacta tertiis nec nocent nec prosunt).

Pengecualian terhadap prinsip itu terjadi antara lain bila pihak-pihak yang berjanji memberi hak kepada negara ketiga,bila perjanjian internasional bersifat multilateral yang merupakan kodifikasi hukum internasional kebiasaan yang telah ada, bila perjanjian internasional itu bersifat multilateral yang dimaksudkan berlaku universal.

Hak dan kewajiban yang ditetapkan suatu perjanjian internasional pada prinsipnya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Peralihan hak dan kewajiban itu hanya dapat dilakukan dengan persetujuan pihak lawan berjanji,misalnya melalui persetujuan baru (Novasi) antara pihak-pihak yang berjanji dengan negara ketiga.

PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui akreditasi petugas perundingan,perundingan,penandatangan keputusan hasil perundingan,ratifikasi,tukar menukar naskah ratifikasi ,saat mulai mengikatnya perjanjian internasional,pendaftaran serta pengumuman perjanjian internasional dan sahnya perjanjian internasional.

  1. Akreditasi petugas perundingan: untuk membuat perjanjian internasional negara yang bersangkutan terlebih dahulu mengakreditasi petugasnya yang akan melakukan perundingan. akreditasi itu menetapkan status petugas tersebut sebagai perutusan beserta wewenang yang dimilikinya. Wewenang perutusan yang lengkap berupa wewenang untuk menghadiri perundingan,untuk ikut serta berunding,untuk menetapkan keputusan yang diperjanjikan dan untuk menandatangani perjanjian. Akreditasi itu berupa surat resmi dari kepala negara atau menteri luar negeri. Surat itu disebut “kuasa penuh” (full power). Kuasa penuh itu diberitahukan kepada pihak lawan berunding. Dalam perjanjian internasional bilateral,pemberitahuan itu dilakukan antara lain dengan saling menukar surat tersebut. Dalam perjanjian internasional multilateral,pemberitahuan itu dilakukan melalui panitia yang kemudian melaporkannya kepada konferensi.
  2. Perundingan :  Keputusan hasil perundingan pada umumnya ditandatangani kepala perutusan negara yang berunding. Penandatanganan itu pada umumnya dilakukan di tempat dan waktu yang sama dalam kehadiran pihak lawan yang berjanji. Penandatanganan itu dimaksudkan sebagai otentifikasi naskah keputusan hasil perundingan . Untuk perjanjian internasional yang tidak memerlukan ratifikasi dan bila tidak ditentukan lain dalam perjanjian internasional tersebut, penandatanganan hasil perundingan berakibat mengikatnya perjanjian internasional itu bagi negara yang menandatanganinya. Untuk perjanjian internasional yang memerlukan ratifikasi penandatanganan itu tidak berakibat terikatnya negara penandatangan.
  3. Ratifikasi : Ratifikasi adalah perbuatan negara yang dalam taraaf internasional menetapkan persetujuannya untuk terikat pada suatu perjanjian internasional yang sudaah ditandatangani perutusannya. Pelaksanaan ratifikasi itu tergantung pada hukum nasional negara yang bersangkutan. Dasar pembenaran adanya ratifikasi itu adalah bahwa negara berhak untuk meninjau kembali hasil perundingan perutusannya sebelum menerima kewajiban  yang ditetapkan dalam perjanjian internasional yang bersangkutan dan bahwaa negara tersebut mungkin memerlukan penyesuaian hukum nasionalnya dengan ketentuan-ketentuan yang diperjanjikan. Namun hukum internasional tidak mewajibkan negara yang perutusannya telah menandatangani hasil perundingan yang dilakukan,menurut hukum ataupun moral untuk meratifikasi persetujuan tersebut.Tidak adanya kewajiban tersebut disebabkan karena negara adalah berdaulat.
  4. Tukar menukar naskah ratifikasi : Naskah ratifikasi perjanjian internasional bilateral kemudian dipertukarkan dengan negara pihak lawan berjanji,sedangkan naskah ratifikasi perjanjian internasional multilateral kemudian diserahkan kepada negara penyimpan. Negara penyimpan naskah ratifikasi biasanya adalah departemen luar negeri negara tempat ditandatanganinya perjanjian.
  5. Saat mulai mengikatnya perjanjian internasional : Ratifikasi menetapkan terikatnya negara pada suatu perjanjian internasional,tetapi ratifikasi tidak menetapkan saat mulai terikatnya negara tersebut pada perjanjian yang diratifikasinya. saat mulai mengikatnya perjanjian internasional yang diratifikasi terjadi pada saat penukaran naskah ratifikasi kepada pihak lawan berjanji atau penyerahan naskah ratifikasi kepada negara penyimpan naskah ratifikasi. Perjanjian internasional yang tidak memerlukan ratifikasi biasanya berlaku mulai tanggal penandatanganan perjanjian internasional tersebut. pada umumnya berlakunya perjanjian internasional bergantung pada ketentuan dalam perjanjian internasional tersebut.
  6. Pendaftaran dan pengumuman perjanjian internasional :Perserikatan bangsa-bangsa mewajibkan anggotanya untuk mendaftarkan semua perjanjian dan persetujuan internasional yang dibuatnya kepada sekretariat Perserikatan bangsa-bangsa yang kemudian akan mengumumkannya dalam “United nations treaties series“. Akibat dari pendaftaran dan pengumuman itu adalah bahwa perjanjian internasional itu lalu dapat digunakan sebagai dasar hukum dihadapan organ Perserikatan Bangsa-bangsa. Tidak didaftarkannya perjanjian internasional itu tidak berarti  batalnya perjanjian tersebut. Perjanjian yang tidak didaftarkan itu masih dapat digunakan sebagai dasar hukum di hadapan badan atau pengadilan di luar Perserikatan Bangsa-bangsa. Tujuan mendaftarkan perjanjian internasional tersebut adalah untuk mencegah dibuatnya perjanjian internasional rahasia.
  7. Sahnya Perjanjian internasional : Sah artinya berlaku menurut hukum.dengan demikian perjanjian internasional adalah sah bila memenuhi ketentuan hukum yang berlaku,baik ketentuan hukum yang mengatur wewenang pihak yang berjanji maupun ketentuan hukum yang mengatur proses pembuatan perjanjian internasional yang bersangkutan. Dalam Konvensi Wina tahun 1969 tidak menetapkan syarat sahnya perjanjian internasional. Konvensi itu menetapkan prinsip yang diterima umum tentang 6 unsur yang dapat menjadi dasar tidak sahnya perjanjian internasional yaitu :
    • Ketidakwenangan perutusan.
    • Kekhilafan.
    • Penipuan.
    • Penyalahgunaan wewenang.
    • Paksaan dan bertentangan dengan “ius cogens“. Yang dimaksud dengan ius cogens adalah prinsip hukum yang memaksa,yang tidak dapat diingkari atau disimpangi ketentuan hukum yang lain. ius cogens hanya dapat dirubah oleh “ius cogens‘ lain yang timbul kemudian.
  8. Penafsiran perjanjian internasional : Penafsiran  perjanjian internasional berarti menetapkan pengertian ketentuan-ketentuan perjanjian internasional tersebut. Hakikat penafsiran adalah menguraikan dan menjelaskan pengertian ketentuan-ketentuan perjanjian internasional tersebut.
    1. Cara penafsiran perjanjian internasional dalam beberapa prinsip yang mendasari cara penafsiran perjanjian internasional yaitu :

1). Penafsiran gramatikal dan kehendak pihak berjanji.

Penafsiran gramatikal adalah penafsiran ketentuan perjanjian internasional yang sesuai dengan pengertian lugas dan wajar dari kata-kata dan kalimat ketentuan perjanjian itu untuk mengetahui kehendak para pihak yang berjanji. Penafsiran tersebut didasarkan pada pendapat bahwa kata dan kalimat perjanjian internasional disusun sesuai dengan kata dan kalimat itu secara lugas dan wajar dan tidak pengertian kata kliasan.

Penafsiran gramatikal tidak digunakan bila penafsiran itu mengakibatkan ketidakcocokan dengan pengertian ketentuan bagian lain perjanjian internasional tersebut atau bertentangan dengan maksud pihak-pihak yang berjanji.Maksud dari pihak-pihak yang berjanji itu adalah maksud yang berjanji pada saat pembuatan perjanjian internasional yang bersangkutan.

2). Penafsiran menurut obyek dan konteks perjanjian

Penafsiran menurut obyek dan konteks perjanjian internasional dilakukan bila kata-kata atau kalimat ketentuan perjanjian itu mengandung arti yang meragukan. Dalam hal demikian pengertian ketentuan itu ditetapkan berdasarkan tujuan perjanjian tersebut atau konteks perjanjian itu.

Penafsiran berdasarkan tujuan perjanjian itu dibenarkan oleh Konvensi Wina tahun 1969. Konteks perjanjian yang dimaksud itu dapat merupakan konteks perjanjian seluruhnya ataupun sebagian dari perjanjian tersebut.

3). Penafsiran berdasarkan pengertian yang masuk akal dan konsisten.

Ketentuan perjanjian internasional harus diberi pengertian yang masuk akal dan konsisten dengan bagian-bagian perjanjian internasional yang bersangkutan dan prinsip dalam pembuatan perjanjian internasional yakni bahwa negara yang merupakan pihak dalam perjanjian internasional tidak mau dibatasi kedaulatannya,kecuali yang dinyatakan dengan tegas.Dalam hal terdapat pertentangan antara ketentuan umum dan ketentuan khusus,berlaku asas “Lex specialis derogat legi generali“.

4). Penafsiran berdasarkan prinsip efektivitas.

Perjanjian internasional harus ditafsirkan yang dalam keseluruhannya akan menjadikan perjanjian internasional itu paling efektif dan berguna,dengan kata lain perjanjian internasional itu harus ditafsirkan sedemikian rupa hingga masing-masing ketentuannya dapat menimbulkan akibat hukum sebagaimana mestinya.

5) Penggunaan bahan ekstrinsik

Yang dimaksud dengan bahan ekstrinsik adalah ketentuan,penjelasan,laporan,persetujuan dan perjanjian yang tidak merupakan bagian dari perjanjian internasional yang ditafsirkan. Bahan ekstrinsik tersebut juga mencakup kebiasaan historis yang relevan dengan perjanjian internasional yang ditafsirkan. naskah persiapan pembuatan perjanjian internasional yang ditafsirkan,perjanjian internasional yang diadakan kemudian dan tingkah laku pihak-pihak yang berjanji kemudian.

Dalam menafsirkan ketentuan perjanjian internasional pada umumnya tidak dibenarkan menggunakan bahan ekstrinsik.Perjanjian harus ditafsirkan dalam konteks perjanjian itu sendiri. Hanya dalam hal kata-kata dan kalimat yang tidak jelas bahan ekstrinsik tersebut dapat digunakan.

6). Perjanjian internasional multilingual

Perjanjian internasional multilingual adalah perjanjian internasional yang merumuskan keputusan hasil perundingan  dalam beberapa bahasa. Contoh perjanjian internasional multilingual yaitu,Piagam perserikatan bangsa-bangsa,yang secara resmi dirumuskan dalam bahasa inggris,prancis,spanyol,rusia dan cina. Perumusan dalam masing-masing bahasa itu mempunyai otentisitas yang sama,kecuali bila ditentukan lain,istilah-istilah dalam masing-masing perumusan itu dianggap mempunyai pengertian yang sama pula.

Untuk menjelaskan pengertian ketentuan-ketentuan dalam perjanjian internasional,pihak-pihak yang berjanji dapat melengkapi perjanjian internasional yang dibuatnya dengan protokol,proses verbal atau “final act“. Protokol,proses verbal dan final act tersebut ditambahkan dalam perjanjian internasional dan berisi penafsiran yang terinci serta penjelasan ketentuan yang kurang jelas.

Lembaga penafsir yang diberikan wewenang untuk menafsirkan ketentuan-ketentuan perjanjian internasional yang berlaku yaitu mahkamah internasional,Mahkamah masyarakat eropa dan Panitia Juris ad hoc.

RESERVASI

Reservasi adalah pernyataan sepihak suatu negara pada saat menandatangani,meratifikasi,menerima,menyetujui atau ikut serta dalam suatu perjanjian internasional dengan maksud untuk mengecualikan  atau merubah akibat hukum suatu ketentuan perjanjian internasional bagi dirinya.

Alasan penetapan Resevasi adalah karena negara yang mengadakan Reservasi itu bersedia terikat pada perjanjian internasional tetapi tidak pada seluruh ketentuannya.negara itu tidak menghendaki terikat oleh ketentuan tertentu atau menghendaki perubahan ketentuan tertentu.

Negara berhak menentukan reservasi karena dalam pembuatan perjanjian internasional negara adalah berdaulat. disamping itu penetapan Reservasi oleh negara yang berunding itu dibenarkan oleh 2 pertimbangan yaitu :

  • Pertimbangan agar perjanjian internasional yang bersangkutan diikuti oleh pihak negara sebanyak mungkin.
  • Pertimbangan agar ketentuan-ketentuan dasar perjanjian internasional itu diutamakan berlakunya dengan memungkinkan adanya perbedaan kewajiban yang tidak penting.

Reservasi harus dinyatakan secara tertulis dan diumumkan sebagaimana mestinya. Pihak lawan berjanji dapat menerima atau menolak reservasi tersebut. Dalam hubungan antara negara yang menetapkan reservasi dan negara yang menerima reservasi,perjanjian internasional,berlaku dengan Reservasi yang disepakati.

Dalam hubungan antara negara yang menetapkan Reservasi dengan negara yang menolak Reservasi,membolehkan berlakunya perjanjian internasional tersebut antar mereka.

AKSESI DAN ADHESI

Menurut Konvensi Wina tahun 1969 tentang hukum perjanjian internasional,pengertian aksesi sama dengan ratifikasi. namun doktrin memberi pengertian lain pada aksesi yaitu ikut serta suatu negara,yang bukan negara penandatangan suatu perjanjian internasional,dalam perjanjian internasional tersebut dengan status yang sama dengan negara pihak penandatangan yang pertama.

Doktrin juga membedakan antara Aksesi dan Adhesi. Adhesi adalah Aksesi yang hanya menyetujui prinsip-prinsip perjanjian internasional tersebut. Aksesi dapat terjadi karena adanya pernyataan kehendak dari negara yang menghendaki aksesi tersebut atau sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian internasional yang hendak diikuti. Dalam praktek,bentuk aksesi pada umumnya sama dengan instrumen ratifikasi.Ketentuan tukar menukar dan penyimpanan naskah ratifikasi berlaku juga bagi Aksesi.

REVISI PERJANJIAN INTERNASIONAL

Revisi,seperti halnya amandemen,modifikasi adalah suatu proses perubahan ketentuan perjanjian internasional yang berlaku. Revisi tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan ketentuan perjanjian internasional yang ada dengan keadaan yang berubah. Kemungkinan  diadakannya revisi didasarkan pada prinsip dasar bahwa perjanjian internasional dapat dirubah dengan persetujuan pihak-pihak yang berjanji. Prinsip itu biasanya dituangkan dalam ketentuan amandemen perjanjian internasional yang bersangkutan.

PERTENTANGAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Piagam Perserikatan bangsa-bangsa melarang dibuatnya perjanjian internasional yang bertentangan dengan piagam itu.Bila terjadi pertentangan antara kewajiban-kewajiban anggota menurut piagam itu dan menurut perjanjian internasional lain,maka kewajiban menurut Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa itulah yang harus diutamakan.

AKHIR BERLAKUNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL

Perjanjian internasional berakhir berlakunya karena 2 alasan yaitu Berakhir karena hukum dan berakhir karena perbuatan negara yang berjanji.

  1. Berakhir karena hukum

Perjanjian internasional berakhir berlakunya karena hukum terjadi antara lain karena hapusnya unsur perjanjian ,karena timbulnya “ius cogens” dan karena ajaran “ rebus sic stantibus“.

Hapusnya unsur perjanjian terjadi karena hapusnya salah satu pihak dalam perjanjian internasional bilateral atau karena hapusnya seluruh materi yang diperjanjikan. Hapusnya pihak yang berjanji antara lain karena hapusnya kedaulatan negara pihak yang berjanji.

Timbulnya “ius cogens” baru setelah berlakunya suatu perjanjian internasional yang bertentangan dengan “ius cogens” tersebut. Pengakhiran perjanjian internasional oleh “ius cogens” itu ditetapkan dalam Konvensi Wina tahun 1969,tetapi masih menimbulkan keberatan-keberatan. Keberatan tersebut terutama karena pengakhiran perjanjian internasional karena bertentangan dengan “ius cogens” yang ditetapkan kemudian tersebut tidak menjamin kepastian hukum.

Ajaran “Rebus sic stantibus” menyatakan bahwa kewajiban yang ditetapkan dalam suatu perjanjian internasional tetap berlaku selama keadaan esensial pada saat dibuatnya perjanjian itu dalam keadaan tetap dan tidak berubah. Dengan kata lain kata perubahan fundamental dari keadaan pada saat dibuatnya perjanjian internasional dapat digunakan sebagai dasar untuk mengakhiri berlakunya perjanjian internasional tersebut atau menarik diri dari perjanjian itu.

Ada 2 teori yang menjadi dasar pembenaran diberlakukannya ajaran “Rebus sic stantibus” yakni bahwa suatu treaty dianggap diam-diam mengandung klausula “rebus sic stantibus” (implied term theory) dan teori perubahan fundamental itu ditentukan oleh 2 hal yaitu :

  1. Ukuran subyektif,adalah bahwa pihak-pihak yang berjanji mempertimbangkan kelangsungan keadaan yang meliputi pembuatan perjanjian internasional sebagai faktor penentu keikutsertaannya pada perjanjian internasional tersebut.
  2. Ukuran objektif,adalah bahwa perubahan yang terjadi adalah sedemikian rupa hingga merubah kewajiban pihak-pihak yang berjanji. teori perubahan fundamental keadaan itu dianut Konvensi Wina tahun 1969.

Pengakhiran berlakunya perjanjian internasional berdasarkan ajaran “ rebus sic stantibus” harus dengan memberitahukan pengakhiran itu kepada pihak lawan berjanji. Pengakhiran perjanjian internasional itu tidak dapat terjadi secara otomatis.

2.BERAKHIR KARENA PERBUATAN

Perjanjian internasional dapat berakhir karenapersetujuan pihak-pihak yang berjanji.Persetujuan itu dapat ditetapkan di dalam perjanjian internasional yang bersangkutan atau ditetapkan di luar perjanjian internasional tersebut.

Perjanjian internasional dapat juga berakhir berlakunya karena kehendak sepihak dari negara yang berjanji. hekendak sepihak itu dapat berbentuk pernyataan pengakhiran perjanjian atau pun pengunduran diri negara pihak perjanjian internasional yang bersangkutan.