Rabu, Februari 5, 2025
Beranda blog Halaman 22

Pengertian konsul,pengaturan,penunjukan dan hak-hak pejabat konsular

0

Konsul adalah petugas di wilayah negara lain tetapi bukan petugas perutusan diplomatik. konsul tidak melakukan hubungan resmi antar negara. Konsul bertugas untuk melindungi kepentingan komersial negara yang menunjuknya dan juga melayani kepentingan warganegara dari negara yang menunjuknya misalnya : Eksekusi akta notaris,memberi pasport,meresmikan perkawinan dan melakukan yurisdiksi disipliner awak kapal negaranya.

Lembaga konsul dikenal dalam hubungan antar negara lebih dahulu daripada perutusan diplomatik. Lembaga konsul modern lahir pada abad 16. Hubungan konsular antar negara awalnya diatur oleh hukum internasional kebiasaan.

Saat ini ketentuan hukum kebiasaan internasional tersebut telah dituangkan dalam Konvensi Wina tahun 1963 yang mengatur hubungan konsular. walaupun konvensi tersebut telah mengatur secara luas tentang materi hubungan konsular,konvensi tersebut tersebut tidak menutup kemungkinan untuk diadakannya perjanjian internasional.

PENUNJUKAN KONSUL

Dahulu Konsul dipilih dari dan oleh para pedagang yang tinggal di negara tempat ia bertugas. Menurut Konvensi Wina tahun 1963,Konsul ditunjuk oleh negara yang kepentingannya diurus oleh konsul tersebut. Penunjukan Konsul suatu negara di negara lain dilakukan berdasarkan persetujuan imbal balik negara yang bersangkutan.

Penunjukan Konsul tidak disertai dengan ” Letters of credence“. penunjukan itu diberitahukan kepada negara penerima. Negara penerima dimohon memberi “exequatur” yakni otorisasi untuk menjalankan tugas konsul. sebelum mendapatkan “exequatur” Konsul tidak melakukan tugasnya.

Anggota kantor konsular terdiri dari pejabat konsular,pegawai konsular dan anggota staf pelayanan.yang dimaksud penjabat konsular adalah semua orang yang diberi kepercayaan melaksanakan tugas konsular.Pejabat konsular tersebut terdiri dari kepala kantor dan pejabat konsular lain.

Konvensi Wina tahun 1963 membedakan kepala kantor konsular menjadi 4 kelas yaitu :

  1. Konsul jenderal
  2. Konsul
  3. Konsul muda
  4. Agen konsul.

Klasifikasi kepala kantor konsular tersebut juga menentukan “precedence‘ mereka. Konvensi tersebut juga membedakan antara pejabat konsular tetap dan pejabat konsular kehormatan. Pembedaan itu juga membawa perbedaan hak dan kemudahan pejabat tersebut.

HAK-HAK PEJABAT KONSULAR

Umumnya pejabat konsular suatu negara di negara lain adalah orang asing di negara tempat ia bertugas. sebagai orang asing menurut hukum internasional ,ia harus tunduk pada yurisdiksi negara tersebut.namun sebagai pejabat konsular ia mendapatkan hak-hak istimewa di negara tersebut.adapun hak-hak istimewa tersebut antara lain:

  • Kemudahan untuk melakukan tugas konsular.
  • Tidak dapat diganggu gugatnya pribasi pejabat konsular,gedung,arsip dan dokumen konsular.
  • kekebalan terhadap yurisdiksi negara penerima.
  • Pembebasan dari pajak dan bea.

Konvensi Wina tahun 1963 membedakan hak-hak istimewa pejabat konsular tetap dan pejabat konsular kehormatan. Pejabat konsular kehormatan  juga menerima hak-hak istimewa yang ditetapkan  bagi pejabat konsular tetap , tetapi dengan tambahan bahwa berlakunya sebagian hak-hak istimewa itu dikaitkan dengan ketentuan yang ditetapkan khusus baginya, misalnya : pembebasan pajak dan bea barang-barang tertentu asalkan barang-barang tersebut merupakan barang-barang untuk kepentingan resmi kantor konsular yang dikepalai pejabat konsular kehormatan.

AKHIR TUGAS KONSULAR

Tugas konsular berakhir dari kantor konsular dapat terjadi karena pemberitahuan negara pengirim kepada negara penerima bahwa tugas pejabat konsul tersebut telah selesai, atau karena pemberitahuan negara penerima kepada negara pengirim bahwa negara penerima tidak lagi menganggap pejabat tersebut sebagai anggota konsular atau karena negara penerima menarik kembali “exequatur” yang telah diberikannya.

Putusnya hubungan diplomatik antara negara pengirim dan negara penerima tidak selalu berarti putusnya hubungan konsular antara dua negara yang bersangkutan.

 

Pengertian perutusan diplomatik,pengaturan,pembentukan,cara penempatan dan hak-hak perutusan diplomatik

0

Perutusan diplomatik adalah petugas negara yang dikirim ke negara lain untuk menyelenggarakan hubungan resmi antar negara.Perutusan diplomatik merupakan alat perlengkapan negara yang bertugas melakukan hubungan antar negara dalam hubungan internasional.

PENGATURAN PERUTUSAN DIPLOMATIK

Sebelum abad 17,perutusan diplomatik bersifat temporer. sejak abad ke 17 perutusan diplomatik bersifat permanen dan kemudian sampai pada abad 18 perutusan diplomatik diatur oleh hukum internasional kebiasaan.

Pada abad 19 hukum kebiasaan internasional pada abad 18 tersebut berkembang menjadi “Common understanding” dalam kongres Wina tahun 1815. Pada abad 20 ketentuan -ketentuan kongres Wina tersebut berkembang menjadi Konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan diplomatik.Konvensi inilah yang kini merupakan perjanjian internasional  yang mengatur hubungan diplomatik antar negara,namun bagi hal-hal yang tidak diatur pada Konvensi itu,tetap berlaku hukum internasional kebiasaan.

PEMBENTUKAN PERUTUSAN DIPLOMATIK

Pembentukan perutusan diplomatik antar negara ditetapkan berdasarkan persetujuan antar negara yang bersangkutan. Adapun fungsi perutusan diplomatik yaitu:

  1. Mewakili negara pengirim di negara penerima.
  2. Melindungi kepentingan dan warganegara negara pengirim di negara penerima dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum internasional.
  3. Mengadakan perundingan  dengan pemerintah negara penerima.
  4. Melalui semua sarana yang sah memastikan keadaan  dan pembangunan di negara penerima dan melaporkan hal tersebut kepada pemerintah negara pengirim.
  5. Mendorong hubungan persahabatan antar negara pengirim dan negara penerima,dan mengembangkan hubungan ekonomi,kebudayaan dan ilmu pengetahuan mereka.

KLASIFIKASI KEPALA PERUTUSAN DIPLOMATIK

Perutusan diplomatik suatu negara terdiri dari Kepala perutusan diplomatik dan staf perutusan diplomatik, selain itu masih ada staf administrasi,staf teknik dan staf pelayanan.

Konvensi Wina tahun 1961 membedakan perutusan diplomatik dalam 3 kelas yaitu :

  1. Ambasador atau “Nuncio” yang diakreditasikan kepada kepala negara.
  2. Envoy atau “minister” atau internuncio,yang diakreditasikan kepada kepala negara.
  3. Charge d’affaires, yang diakreditasikan kepada Menteri luar negeri.

Perbedaan kelas tersebut tidak membawa perbedaan dalam hak dan kewajiban,kecuali dalam hal “precedence” dan etiket. Kedudukan seorang kepala perutusan sebagai ambasador,envoy atau pun minister, ditetapkan dalam persetujuan antara dua negara yang bersangkutan.Penetapan kedudukan itu tergantung pada beberapa faktor,antara lain ranking negara yang bersangkutan,tradisi,populasi dan pentingnya negara itu.

CARA PENEMPATAN PERUTUSAN DIPLOMATIK

Sebelum mengangkat seseorang sebagai perutusan diplomatik,negara pengirim harus memintakan “agrement” bagi calon kepala perutusan diplomatik yang akan ditempatkan itu dari negara penerima. Negara penerima dapat menolak calon perutusan diplomatik dengan menyatakan calon tersebut sebagai “persona non grata“.

Penunjukan calon perutusan diplomatik yang tidak ditolak negara penerima diberitahukan kepada negara penerima dengan surat resmi,yakni surat kepercayaan yang juga disebut “Letters of credence” atau Lettres de creance atau credentials, yang dibawakan kepada utusan yang bersangkutan. utusan itu juga dapat diberi” document of full power” dan ” specific written instruction“. surat kepercayaan itu diserahkan kepada kepala negara,negara penerima dan diberitahukan kepada menteri luar negeri atau  diberitahukan kepada menteri luar negeri negara penerima.

Negara penerima menerima perutusan diplomatik menurut prosedur yang sama bagi tiap macam perutusan diplomatik. saat penerimaan surat kepercayaan itu merupakan saat dimulainya pelaksanaan tugas perutusan diplomatik.

HAK-HAK PERUTUSAN DIPLOMATIK

Perutusan diplomatik luar negeri adalah orang asing di negara tersebut.Menurut Hukum internasional, sebagai orang asing ia harus tunduk pada yurisdiksi negara itu. namun sebagai perutusan diplomatik ia mendapatkan hak-hak istimewa di negara penerima. Hak-hak istimewa tersebut ditetapkan dalam Konvensi Wina tahun 1961 dan konvensi lain.

Hak-hak istimewa yang ditetapkan dalam konvensi Wina tersebut antara lain :

  • Kekebalan terhadap yurisdiksi sipil maupun kriminal negara penerima.
  • Kebebasan terhadap semua pajak dan bea.
  • Tak dapat diganggu gugatnya pribadi,bangunan,arsip dan dokumen perutusan.
  • Kebebasan bergerak dan bepergian serta komunikasi.

Konvensi lain yang mengatur hak-hak istimewa perutusan diplomatik antara lain: Konvensi majelis umum Perserikatan bangsa-bangsa tahun 1973 tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan terhadap orang yang dilindungi secara internasional,termasuk perutusan diplomatik.

Ada 2 teori yang dijadikan dasar pemberian hak istimewa kepada perutusan diplomatik yaitu :

  1. Teori The representative character theory : Hak istimewa diberikan untuk menjamin pelaksanaan tugas perutusan diplomatik sebaik-baiknya.
  2. Teori The exterritoriality theory : Hak istimewa diberikan kepada perutusan diplomatik karena tempat kediaman perutusan diplomatik itu dianggap sebagai perluasan wilayah negara pengirim (Teori tersebut saat ini tidak lagi dapat diterima).

AKHIR PERUTUSAN DIPLOMATIK

Perutusan diplomatik dapat berakhir karena 3 hal yaitu :

  1. Karena inisiatif negara pengirim,misalnya karena negara pengirim memanggil kembali perutusan diplomatiknya.pemanggilan perutusan diplomatik itu menandakan buruknya hubungan antar dua negara yang bersangkutan.
  2. Karena inisiatif negara penerima,misalnya karena adanya pernyataan negara penerima bahwa anggota perutusan tertentu merupakan “Persona non grata“.
  3. Karena telah selesainya tujuan perutusan diplomatik.

Pengertian Yurisdiksi negara dan macam-macam perluasan yurisdiksi teritorial

0

Yurisdiksi adalah kekuasaan,hak atau wewenang untuk menetapkan hukum. bila dihubungkan dengan ajaran Trias Politica,maka Yurisdiksi mencakup kekuasaan Legislatif,eksekutif dan yudikatif,tetapi dalam arti sempit yurisdiksi diartikan sebagai kekuasaan yudikatif saja yakni kekuasaan peradilan negara.

Yurisdiksi negara timbul karena dalam masyarakat internasional masing-masing negara merupakan anggota yang berdaulat,dan disamping itu hubungan-hubungan kehidupan yang berlaku dalam masyarakat internasional terjadi melampaui batas-batas satu negara. keadaan tersebut menimbulkan permasalahan sampai di manakah yurisdiksi suatu negara atas orang,perbuatan dan benda yang terkait dalam hubungan internasional itu.

ada dua asas yang digunakan untuk melandasi yurisdiksi negara atas orang,perbuatan dan benda yang terkait dalam hubungan internasional yaitu : asas teritorial dan asas teritorial yang diperluas. Asas teritorial menetapkan bahwa yurisdiksi negara berlaku bagi orang,perbuatan dan benda yang ada di wilayahnya.Berlakunya yurisdiksi teritorial itu berdasarkan kedaulatan negara tersebut atas wilayahnya. Asas teritorial ini mulanya berlaku terutama di inggris,yaitu sebuah negara yang terpencil karena sekelilingnya dibatasi laut.

Asas teritorial yang diperluas menetapkan bahwa yurisdiksi negara,kecuali berlaku bagi orang,perbuatan dan benda yang ada di wilayahnya ,juga berlaku bagi orang,perbuatan dan benda yang terkait dengan negara tersebut yang ada atau terjadi di luar wilayahnya.

Negara mempunyai yurisdiksi atas orang,perbuatan dan benda tersebut kecuali bila orang,perbuatan dan benda itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan negara tadi. Asas ini semula berlaku di daratan Eropa,dimana hubungan negara yang satu dengan yang lainnya sangat mudah terjadi.kehidupan masyarakat internasional saat ini sehubungan dengan perkembangan sarana komunikasi menuntut berlakunya asas teritorial yang diperluas.namun karena pada umumnya orang,perbuatan dan benda yang terkait dalam hubungan internasional itu berada atau terjadi di suatu negara,maka pelaksanaan yurisdiksi teritorial negara merupakan asas pokok.

MACAM-MACAM PERLUASAN YURISDIKSI TERITORIAL

Yurisdiksi teritorial dapat diperluas berdasarkan Perluasan teknik,kewarganegaraan,prinsip proteksi dan prinsip universal.

  1. Perluasan  Yurisdiksi berdasarkan Teknik

Perluasan teknik yurisdiksi teritorial terjadi karena perbuatan hukum,khususnya perbuatan pidana,dirumuskan dengan menetapkan unsur-unsur perbuatan tersebut.sebagian unsur-unsur itu mungkin terjadi di suatu negara dan sebagian unsur-unsur yang lain terjadi di negara lain. dalam hal demikian negara itu tidak dapat mengadili perbuatan tersebut,mengingat tidak semua unsur perbuatan itu terjadi di wilayah negaranya. Untuk dapat mengadili perbuatan tersebut beberapa negara menggunakan prinsip teritorial subyektif dan prinsip teritorial obyektif.

Prinsip teritorial subyektif membenarkan negara melakukan yurisdiksi atas perbuatan yang mulai dilakukan di wilayahnya tetapi berakhir atau menimbulkan akibat di wilayah negara lain. meskipun prinsip ini belum  diterima umum,namun telah ditetapkan berlaku juga dalam beberapa konvensi internasional,misalnya : Konvensi Jenewa tahun 1929 tentang penumpasan pemalsuan uang dan Konvensi Jenewa tahun 1936 tentang penumpasan perdagangan obat-obatan terlarang.

Prinsip teritorial obyektif membenarkan negara melakukan yurisdiksi atas perbuatan yang mulai dilakukan di negara lain tetapi berakhir atau menimbulkan akibat di wilayahnya,misalnya : Prinsip yang ditetapkan mahkamah internasional  permanen dalam kasus Lotus tahun 1927,dalam kasus tersebut kapal Prancis Lotus karena  kelalaian petugas kapal Lotus,mengakibatkan menabrak kapal Turki di laut bebas. akibat tabrakan tersebut,kapal turki tenggelam dan delapan awak kapal tewas.penguasa turki mengadili petugas kapal Lotus yang lalai itu dengan menyatakan bahwa dirinya mempunyai Yurisdiksi karena perbuatan yang dilakukan diatas kapal Lotus menimbulkan akibat di kapal turki,yang berarti wilayah negaranya.Mahkamah itu menetapkan berdasarkan suara mayoritas bahwa tindakan penguasa turki itu tidak bertentangan dengan hukum internasional.Perluasan teknis yurisdiksi teritorial itu dapat dilaksanakan bila pelaku perbuatan tersebut berada di dalam wilayah negara yang mempunyai yurisdiksi itu.

2. Perluasan yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan

Perluasan yurisdiksi teritorial berdasarkan kewarganegaraan terjadi karena suatu perbuatan hukum,khususnya perbuatan hukum pidana,dilakukan oleh warga negara suatu negara dan membawa akibat kepada warga negara suatu negara pula.oleh karena itu perluasan yurisdiksi teritorial berdasarkan kewarganegaraan dapat terjadi karena 2 prinsip yaitu :

  1. Prinsip kewarganegaraan aktif,yaitu menetapkan yurisdiksi negara atas warga negaranya yang melakukan pelanggaran hukum di wilayah negaranya atau di wilayah negara lain. Hukum internasional membenarkan perluasan yurusdiksi negara berdasarkan kewarganegaraan aktif tersebut.pembenaran itu terlihat dalam peraturan ekstradisi yang tidak mengharuskan suatu negara mengekstradisi warga negaranya yang melakukan pelanggaran hukum di negara lain.
  2. Prinsip kewarganegaraan pasif,yaitu menetapkan yurisdiksi negara atas orang yang melakukan pelanggaran hukum ,yang dilakukan di wilayah negara lain ,yang akibatnya menimpa warga negaranya.Dasar pembenar pada prinsip ini masih diragukan karena setiap negara berhak sepenuhnya melindungi warga negaranya di luar negeri.oleh karena itu bila negara tempat terjadinya pelanggaran itu tidak menghukum pelaku pelanggaran itu ,negara yang warga negaranya dirugikan berwenang untuk menghukum pelaku pelanggaran itu.

3. Perluasan Yurisdiksi berdasarkan prinsip proteksi

Berdasarkan prinsip proteksi suatu negara dapat melakukan yurisdiksi atas perbuatan pidana yang melanggar keamanan dan integritas atau kepentingan vital ekonomi yang dilakukan di luar negeri. Kebanyakan hukum pidana negara mengatur hal itu. dasar pembenaran pelaksanaan yurusdiksi itu adalah bahwa akibat perbuatan pidana itu menimpa negara tersebut dan bahwa bila yurisdiksi itu tidak dapat dilaksanakan maka kejahatan itu akan lepas dari hukuman.

4. Perluasan yurisdiksi berdasarkan prinsip universal

Berdasarkan prinsip universal, suatu negara dapat melakukan yurisdiksi atas perbuatan pidana yang melanggar kepentingan masyarakat internasional.semua negara berhak untuk menangkap dan menghukum pelaku kejahatan itu. tujuan adanya yurisdiksi universal adalah untuk menjamin agar kejahatan itu tidak lepas dari hukuman.

Kejahatan hukum internasional yang umum diakui adalah kejahatan bajak laut “Jure gentium” dan penjahat perang.Semua negara berhak untuk menangkap dan menghukum bajak laut,apapun kebangsaannya dan dimanapun kejahatan itu dilakukan.

Yurisdiksi atas bajak laut “Jure gentium” itu juga diatur dalam Konvensi hukum laut Perserikatan Bangsa-bangsa tahun 1982. Berlakunya yurisdiksi universal atas penjahat perang diatur dalam Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang perbaikan keadaan mereka yang luka,sakit dan korban karam,tawanan perang dan perlindungan penduduk sipil.

Kejahatan hukum internasional lain,seperti misalnya: Perdagangan obat-obatan terlarang,perdagangan manusia seperti wanita dan anak-anak, dan pemalsual uang juga diatur dalam perjanjian internasional,tetapi perjanjian itu tidak menetapkan yurisdiksi universal terhadap kejahatan itu. Yurisdiksi atas kejahatan itu di tetapkan berdasarkan pada asas ” aut punire aut dedere” yaitu Pelaku kejahatan itu dihukum oleh negara tempat kejahatan itu dilakukan atau diserahkan kepada negara yang berwenang untuk mengadilinya.

PENGECUALIAN ATAS YURISDIKSI TERITORIAL

Yurisdiksi teritorial suatu negara dapat juga dipersempit karena sampai pada taraf tertentu, berlakunya yurisdiksi itu dikecualikan bagi pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak tertentu tersebut adalah Negara asing dan kepala negara asing,perwakilan diplomatik dan konsul asing, kapal publik negara asing,angkatan bersenjata asing dan lembaga internasional.

 

Pengertian,fungsi,macam-macam,cara pemberian dan penarikan kembali pengakuan negara

0

Konvensi Montevideo tahun 1933 menetapkan bahwa negara sebagai person hukum internasional  harus mempunyai kualifikasi antara lain: yaitu kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain. Kualifikasi tersebut menunjukan bahwa negara tersebut adalah negara yang berdaulat. namun untuk dapat mengadakan hubungan resmi antar negara tersebut diperlukan pengakuan.

Pengakuan negara adalah perbuatan bebas suatu negara yang membenarkan terbentuknya suatu organisasi kekuasaan dan menerima organisasi kekuasaan itu sebagai anggota masyarakat internasional. Pengakuan dapat diberikan kepada: Negara,Pemerintah negara ataupun kesatuan bukan negara,misal : Belligerent.

Dari segi penetapannya,pengakuan lebih merupakan perbuatan politik dari pada perbuatan hukum.Pengakuan merupakan perbuatan politik sebab pengakuan merupakan perbuatan pilihan yang didasarkan pada pertimbangan kepentingan negara yang mengakui,misalnya : kebutuhan melindungi kepentingan negara yang mengakui dalam hubungannya dengan negara atau pemerintah yang diakui atau kebutuhan strategi.

Pengakuan bukan merupakan perbuatan hukum karena bukan merupakan perbuatan keharusan sebagai akibat telah dipenuhinya persyaratan yang telah ditetapkan oleh hukum.Tidak ada kewajiban bagi suatu negara untuk memberikan pengakuan kepada organisasi kekuasaan yang telah memenuhi persyaratan negara yang ditetapkan hukum internasional.Oleh karena itu juga tidak ada hak bagi organisasi kekuasaan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan hukum internasional untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain. Namun dari segi akibatnya,pengakuan merupakan perbuatan hukum karena menimbulkan akibat yang diatur dalam hukum internasional.

Sebagai perbuatan hukum,pengakuan menimbulkan hak,kewajiban dan privelege yang diatur dalam hukum internasional dan hukum nasional negara yang mengakui.Dengan adanya pengakuan itu,organisasi kekuasaan yang diakui berhak untuk ikut serta dalam hubungan diplomatik dan membuat perjanjian internasional dengan negara lain. Demikian juga dengan negara lain yang memberikan pengakuan dibebani kewajiban yang korelatif dengan hak-hak negara yang diakui.

FUNGSI PENGAKUAN NEGARA

Sehubungan dengan akibat hukum dari pengakuan terdapat dua teori yaitu : Teori Konsitutif dan teori Deklatur. Dalam teori Konstitutif menyatakan bahwa pengakuan itu menciptakan negara, atau dengan kata lain pengakuan itulah yang memberi status negara pada organisasi kekuasaan yang diakui.

Sebaliknya dalam teori Deklatur atau yang disebut dengan teori pembuktian,menyatakan bahwa Pengakuan itu tidak menciptakan negara. Status negara tersebut telah ada sebelum adanya pengakuan.

Pengakuan dengan demikian merupakan pernyataan resmi mengenai suatu keadaan yang telah ada.Dengan demikian pengakuan merupakan pembuktian resmi mengenai sesuatu yang telah ada. Kebanyakan praktek internasional mendukung teori Deklatur,misalnya: Penundaan pemberian pengakuan kepada suatu negara sampai memberikan keuntungan diplomatik bagi negara yang mengakuinya.Berarti status kenegaraan organisasi kekuasaan itu telah ada.Teori Deklatur juga didukung oleh ketentuan bahwa pengakuan negara baru berlaku surut sejak saat kenyataan terjadinya kemerdekaan negara tersebut.

MACAM-MACAM PENGAKUAN NEGARA

Praktek negara membedakan pengakuan negara secara “De Facto” dan Pengakuan secara “De Jure“. Pengakuan “De Jure” adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa menurut negara yang mengakui organisasi kekuasaan yang diakui dianggap telah memenuhi persyaratan hukum untuk ikut serta melakukan hubungan internasional.

Pengakuan “De Facto” adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa menurut negara yang mengakui organisasi kekuasaan yang diakui,untuk sementara dan dengan reservasi di kemudian hari,menurut kenyataannya dianggap telah memenuhi persyaratan hukum untuk ikut serta melakukan hubungan internasional.

Istilah “De Jure” dan “De Facto” dalam pengakuan itu mengait pada keadaan organisasi kekuasaan yang diakui,yakni menurut hukum atau menurut kenyataannya telah memenuhi persyaratan hukum internasional atau belum.dan istilah tersebut tidak menjelaskan tentang bobot pengakuannya.

Dalam praktek modern,biasanya pengakuan “De Facto” diberikan mendahului pengakuan “De Jure“. Pengakuan “De Facto” merupakan sarana hukum untuk melindungi kepentingan negara,yang memberikan pengakuan, di wilayah yang dikuasai organisasi kekuasaan yang diakui secara “De Facto” tanpa melanggar eksistensi organisasi kekuasaan yang telah diakui.

Pengakuan ” De Jure” memberikan hak yang lebih baik kepada organisasi kekuasaan yang diakui dari pada pengakuan “De Facto“,misalnya : Hanya organisasi kekuasaan yang diakui “De Jure” yang berhak mengklaim harta yang ada di wilayah negara yang mengakui. demikian juga halnya organisasi kekuasaan yang diakui “De Jure” yang dapat mewakili organisasi kekuasaan lama untuk kepentingan pergantian negara.

CARA PEMBERIAN PENGAKUAN NEGARA

Pengakuan dapat diberikan secara terang-terangan dan secara diam-diam.Pengakuan Terang-terangan diberikan dengan pernyataan resmi.Pernyataan resmi tersebut dapat berbentuk nota diplomatik,pesan pribadi dari Kepala Negara atau menteri luar negeri,pernyataan parlemen atau perjanjian internasional.

Pernyataan diam-diam terjadi karena adanya hubungan antara negara yang mengakui dengan organisasi kekuasaan yang diakui yang menunjukan kemauan negara yang mengakui untuk mengadakan hubungan resmi dengan organisasi kekuasaan yang diakui. Pengakuan diam-diam tersebut dibenarkan oleh hukum internasional karena pengakuan dianggap masalah kemauan.Kemauan dapat dinyatakan dengan terang-terangan atau diam-diam. Dengan kata lain yang penting ada kemauan,bukan caranya.

Pengakuan diam-diam dapat disimpulkan dari hubungan antara pihak yang mengakui dengan yang diakui. Pengakuan “De facto” diam-diam  dapat disimpulkan antara lain adanya hubungan dengan penguasa pemberontak. Pengakuan “De jure” diam-diam antara lain dapat disimpulkan  dari adanya penandatanganan resmi perjanjian internasional bilateral dan dimulainya hubungan diplomatik.

PENARIKAN KEMBALI PENGAKUAN NEGARA

Terdapat ketentuan umum dalam hal pengakuan bahwa Pengakuan “De Jure” sekali diberikan tidak dapat ditarik kembali.Pengakuan itu tidak dapat ditarik kembali meskipun penetapannya berdasarkan pada pertimbangan politik.

Pengakuan dimaksudkan untuk membuka diadakannya hubungan antara negara yang mengakui dan organisasi kekuasaan yang diakui.namun penghentian hubungan antar negara itu tidak dilakukan dengan penarikan kembali pengakuan yang telah diberikan.Penghentian hubungan antar negara itu dapat dilakukan dengan pemutusan hubungan diplomatik.

Pengakuan “De Facto” dapat dihentikan sesuai dengan keadaan organisasi kekuasaan yang diberi pengakuan.Penghentian itu terjadi karena menyusulnya pemberian pengakuan “De Jure” kepada organisasi kekuasaan  yang telah diberi pengakuan “De Facto” . Penghentian itu juga terjadi karena perubahan keadaan organisasi kekuasaan yang diberi pengakuan,misalnya : Kalahnya “belligerent” yang telah diakui.

Macam-macam subyek hukum Internasional

0

Subyek hukum adalah pihak yang dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur hukum. Subyek Hukum Internasional adalah pihak yang dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional.

Ada dua teori tentang subyek hukum internasional yang berbeda satu sama lain.yang satu menyatakan bahwa yang merupakan subyek hukum internasional adalah hanya negara, sedangkan teori yang lain menyatakan bahwa subyek hukum internasional hanyalah individu.

Teori yang menyatakan bahwa subyek hukum internasional hanyalah negara karena hak dan kewajiban yang diatur hukum internasional adalah hak dan kewajiban negara. adanya ketentuan hukum internasional yang mengatur individu tidak berarti mendudukkan individu tersebut sebagai subyek hukum internasional.

Ketentuan hukum internasional itu mengatur individu sebagai obyek hukum internasional tersebut mengatur mengenai bajak laut “jure gentium” misalnya adalah ketentuan hukum internasional yang mengatur hak negara untuk menghukum bajak laut tersebut. demikian juga ketentuan hukum internasional tentang budak belian adalah ketentuan hukum internasional yang mengatur kewajiban negara untuk melindungi budak belian tersebut.

Teori yang menyatakan bahwa subyek hukum internasional  hanyalah negara dikemukakan oleh Kelsen. Menurut teori ini,negara merupakan pengertian yang abstrak. Negara merupakan konsep hukum teknis untuk menunjuk sekumpulan ketentuan hukum yang berlaku kepada sekelompok orang yang ada di suatu wilayah tertentu.Negara adalah sama dengan hukum.Hak dan kewajiban negara,sebenarnya merupakan hak dan kewajiban orang-orang yang membentuknya.Hukum internasional tersebut mengikat orang secara tidak langsung.

Starke menyatakan menyatakan bahwa dari segi teori murni ,teori Kalsen tersebut adalah benar,namun dari segi praktek sebagian besar ketentuan hukum internasional mengatur hak dan kewajiban negara. sebagai pengecualian beberapa perjanjian internasional juga mengatur hak dan kewajiban individu,misalnya Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang tawanan perang. Konvensi  ini mengikat individu secara langsung.

Sejalan dengan hal tersebut,peradilan internasional juga mengikuti ketentuan umum  bahwa di hadapan peradilan itu,hak dan kewajiban individu hanya dapat dilaksanakan melalui negaranya.selain itu Starke juga mengemukakan bahwa banyak organisasi internasional seperti PBB,organisasi buruh internasional dan kemudian organisasi internasional tersebut merupakan subjek hukum internasional.

Jadi yang dapat dianggap menjadi Subyek hukum bagi hukum internasional adalah Negara,Organisasi-organisasi internasional,individu.Subyek hukum tersebut masing-masing mempunyai hak dan kewajiban sendiri yang berbeda satu sama lain.

Pengertian konstitusi dan sejarah perkembangan konstitusi

0

Konstitusi adalah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan atau Undang-undang dasar suatu negara. Istilah Konstitusi berasal dari bahasa Prancis yaitu “constituer” yang artinya  amembentuk.Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan adalah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Sedangkan istilah Undang-undang dasar merupakan terjemahan istilah yang dalam bahasa Belanda disebut Gronwet yang artinya dasar.

Dalam bahasa latin, Konstitusi merupakan gabungan dari dua kata yaitu cume dan statuere. cume berarti bersama  dan statuere berarti membuat sesuatu agar berdiri/mendirikan atau menetapkan. Dalam praktiknya pengertian konstitusi dapat lebih luas dari Pengertian Undang-undang dasar dan ada juga yang menyamakannya dengan Undang-undang dasar.

Penyamaan pengertian Konstitusi  dengan Undang-undang dasar r sejak Oliver Cromwell (Lord protector republik Inggris 1649-1660) yang menamakan Undang-undang dasar itu sebagai Instrument of goverment, yaitu bahwa Undang-undang dasar dibuat sebagai pegangan untuk memerintah. dari sinilah timbul pengertian konstitusi dan Undang-undang dasar.

Menurut E.C.S Wade dalam bukunya Constitutional Law, Undang-undang dasar adalah naskah yang memaparkan rangka  dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan cara kerja badan-badan tersebut.jadi dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur dalam Undang-undang dasar. Bagi yang memandang negara dari sudut kekuasaan,maka Undang-undangh dasar dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan misalnya : Legislatif,Eksekutif dan Yudikatif, dan Undang-undang dasar menentukan cara-cara pusat kekuasaan tersebut bekerjasama.

Menurut Herman Heller,pengertian konstitusi dibagi menjadi 3 yaitu :

  1. Die politische verfassung als gesellschaftlich wirk ichkeit. Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (Mengandung pengertian politis dan sosiologis).
  2. Die Verselbstandigte rechtverfassung. Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat (mengandung pengertian yuridis).
  3. Die geshereiben verfassung. Konstitusi ditulis dalam suatu naskah sebagai Undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.

Melalui pendapat Herman Heller tersebut disimpulkan bahwa pengertian Undang-undang itu harus dihubungkan dengan pengertian konstitusi,maka Undang-undang dasar masih sebagian dari pengertian konstitusi yaitu konstitusi tertulis.

Menurut F.Lassalle dalam bukunya Uber Verfassungswesen,Konstitusi dibagi dalam 2 pengertian yaitu :

  1. Dalam pengertian sosiologis atau politis,Konstitusi adalah sintesis faktor-faktor kekuatan yang nyata dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaa-kekuasaan yang terdapat dalam suatu negara misalnya ; Raja,parlemen,kabinet,partai politik dan lain-lain.
  2. Dalam pengertian yuridis, Konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.

Menurut penganut paham modern dengan tegas menyamakan antara konstitusi dengan Undang-undang dasar.Menurut pendapat James Bryce sebagaimana dikutip C.F Strong dalam buku Modern political constitution, Konstitusi adalah a frame of political society,organized through and by law, that is no say on in which law has established permanent institutions with recognised function and definite rights. Konstitusi disederhanakan rumusannya sebagai kerangka negara yang diorganisasi dengan dan melalui hukum,dalam hal mana hukum menetapkan :

  • Pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanen.
  • Fungsi dari alat-alat kelengkapan.
  • Hak-hak tertentu yang telah ditetapkan.

Menurut K.C Wheare,Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk,mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara.pengertian konstitusi dalam arti sempit yaitu sekumpulan peraturan yang legal dalam lapangan ketatanegaraan suatu negara yang dimuat dalam suatu dokumen atau beberapa dokumen,yang terkait satu sama lain.

Konstitusi meliputi konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis . Undang-undang dasar merupakan konstitusi yang tertulis.adapun batasan-batasannya yaitu :

  • Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para penguasa.
  • suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik.
  • suatu deskripsi dari lembaga-lembaga negara.
  • suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak azasi manusia.

SEJARAH PERKEMBANGAN KONSTITUSI

Konstitusi sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah disusun melalui dan oleh hukum sejak zaman Yunani,dan pada saat itu telah mengenal beberapa kumpulan hukum (kodifikasi) pada tahun 624 – 404 M. kemudian pada masa kekaisaran Romawi,pengertian konstitusi diartikan suatu kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para kaisar. Konstitusi romawi memiliki pengaruh yang cukup besar sampai pada abad pertengahan dan kemudian menumbuhkan inspirasi bagi tumbuhnya paham Dewan perwakilan dan nasionalisme.paham tersebut menjadicikal bakal munculnya paham konstitusionalisme modern.

Pada masa abad pertengahan,corak konstitusionalisme bergeser ke arah sistem  feodalisme yang berarti bahwa tanah dikuasai oleh para tuan tanah. kemudian pada tahun 1638 – 1715 di Prancis ditandai dengan kokohnya absolutisme. kemudian tahun 1789 meletus revolusi dalam monarki absolutisme di Prancis yang ditandai dengan terganggunya stabilitas keamanan negara, dan sampai pada akhirnya tanggal 20 Juni 1789 Estats Generaux memproklamirkan dirinya Constituante. dan diterima oleh Louis XVI pada 14 September 1791 sebagai konstitusi pertama di eropa.sejak saat itu sebagain negara-negara di dunia sama-sama mendasarkan atas suatu konstitusi.

Menurut J.J. Rousseau dalam bukunya Du Contract social, “Manusia itu lahir bebas dan sederajad dalam hak-haknya”,sedangkan hukum merupakan ekspresi dari kehendak rakyat. kemudian deklarasi tersebut mengilhami pembentukan konstitusi prancis (tahun 1791) khususnya menyangkut Hak azasi manusia.pada masa tersebut  menjadi titik awal konstitusi modern (tertulis).

Konstitusi sebagai Undang-undang dasar dan hukum dasar mempunyai mempunyai arti penting dan muncul bersamaan dengan semakin berkembangnya demokrasi perwakilan dan konsep nasionalisme.Demokrasi perwakilan muncul sebagai pemenuhan kebutuhan rakyat akan hadirnya lembaga legislatif dan lembaga tersebut diharapkan dapat membuat Undang-undang untuk membatasi dominasi hak raja. alasan inilah yang mendudukkan konstitusi (tertulis) sebagai hukum dasar yang lebih tinggi daripada raja.

Pengertian konsumen,hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha dan asas-asas perlindungan konsumen

0

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,baik bagi kepentingan sendiri,keluarga,orang lain ,maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.pengertian tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagai tindak lanjut Negara Indonesia atas rekomendasi Resolusi PBB Nomor 39/248 Tahun 1985.Adapun resolusi perlindungan konsumen tersebut mencakup :

  1. Perbuatan-perbuatan yang tidak mematuhi ketentuan perundang-undangan.
  2. Praktik perdagangan yang merugikan konsumen.
  3. Pertanggungjawaban produsen tidak jelas.
  4. Persaingan tidak sehat,sehingga pilihan konsumen dipersempit dan dengan harga yang tidak murah.
  5. Tidak tersedianya suku cadang dan pelayanan purna jual.
  6. Kontrak baku sepihak dan penghilangan hak-hak esensial dari konsumen.
  7. Persyaratan kredit yang tidak adil.

Defensi lain daripada Konsumen menurut Kotler, Konsumen adalah Individu dan kaum rumah tangga yang melakukan pembelian untuk tujuan penggunaan personal,sedangkan produsen adalah individu atau organisasi yang melakukan pembelian untuk tujuan produksi.

KEPENTINGAN-KEPENTINGAN KONSUMEN

Sesuai ketetapan MPR Nomor II Tahun 1993 secara tegas menggunakan istilah kepentingan Konsumen, walaupun tidak ditemukan penjelasan secara rinci tentang pengertian konsumen serta kepentingan apa saja yang harus dilindungi.Dalam Bab IV huruf f,kebijakan pembangunan lima tahun keenam cukup banyak menyuarakan kepentingan yang ada kaitannya dengan konsumen misalnya :

  • menghasilkan barang bermutu,peningkatan kualitas,dan pemerataan pendidikan.
  • peningkatan kualitas dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan.
  • perbaikan gizi masyarakat,meningkatkan kualitas hunian,dan lingkungan hidup.
  • persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak,sehat,aman,dan serasi dengan lingkungan.
  • terjangkau oleh daya beli masyarakat luas.
  • harga yang layak dan terjangkau oleh daya beli masyarakat banyak.
  • sistem transportasi tertib,;lancar,aman,dan nyaman.
  • menumbuhkan kompetisi yang sehat.
  • peningkatan kesadaran hukum,kepastian hukum,perlindungan hukum,dan pelayanan hukum.

HAK-HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN

Konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungi oleh produsen atau pelaku usaha, Hak-hak tersebut yaitu :

  1. Hak atas kenyaman dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang.
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan barang dan/ atau jasa.
  3. Hak atas informasi yang benar,jelas,dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi,perlindungan,dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
  7. Hak untuk mendapatkan kompensasi,ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai  dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
  8. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan lainnya.

Selain itu, konsumen juga dibebani kewajiban atau tanggung jawab terhadap pihak penjual atau pelaku usaha. adapun kewajiban konsumen tersebut antara lain:

  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi  dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa ,demi keamanan dan keselamatan.
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA

Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pelaku usaha juga memiliki hak-hak  yang harus dihargai dan dihormati oleh konsumen,pemerintah,serta masyarakat pada umumnya, karena pengusaha tanpa dilindungi hak-haknya maka akan mengakibatkan terganggunya aktifitas perusahaan.Adapun hak-hak pelaku usaha tersebut antara lain:

  1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
  2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
  3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
  4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa  yang diperdagangkan.
  5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen,masyarakat,dan pemerintah berupa pemenuhan kewajiban :

  1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
  2. Memberikan informasi yang benar ,jelas dan jujur  mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan dan pemeliharaan.
  3. Memperlakukan atau melayani konsumen  secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
  4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa  yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
  5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji ,mencoba barang dan/atau jasa  tertentu serta memberikan jaminan atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.
  6. Memberi kompensasi,ganti rugi,dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,pemakaian dan/atau pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
  7. Memberi kompensasi,ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

TAHAPAN TRANSAKSI KONSUMEN

Tahapan transaksi konsumen dengan produsen dapat diklasifikasikan menjadi 3 tahapan yaitu :

  1. Tahap Pratransaksi konsumen, yaitu tahap dimana konsumen masih  dalam proses pencarian informasi atas suatu barang,peminjaman,pembelian,penyewaan atau leasing.di sini konsumen membutuhkan informasi yang akurat tentang karakteristik suatu barang dan/atau jasa.
  2. Tahap transaksi konsumen, yaitu tahap dimana konsumen melakukan transaksi dengan pelaku usaha dalam suatu perjanjian (jual beli,sewa atau bentuk lainnya), .kedua pihak yaitu produsen dengan konsumen  harus betul-betul beritikad baik sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
  3. Tahap purna transaksi konsumen,yaitu tahap purna jual atau after sale services,dimana penjual menjanjikan beberapa pelayanan cuma-cuma  dalam jangka waktu tertentu (Misalnya :Garansi atau servis gratis selama periode tertentu).

ASAS-ASAS PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pengaturan mengenai asas-asas atau prinsip-prinsip yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sesuai pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 yaitu ” Perlindungan konsumen berasaskan manfaat,keadilan,keseimbangan,keamanan dan keselamatan konsumen ,serta kepastian hukum. Penjelasan tersebut menegaskan bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu :

  1. Asas manfaat,dimaksudkan untuk mengamanatkan  bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
  2. Asas keadilan,dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
  3. Asas keseimbangan,dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen,pelaku usaha,dan pemerintah dalam arti materil dan spiritual.
  4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen  dalam penggunaan,pemakaian,dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
  5. Asas kepastian hukum,dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan  dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen,serta negara menjamin kepastian hukum.

HUKUM KONSUMEN DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa  yang tersedia dalam masyarakat ,baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga,orang lain,maupun mahluk hidup lain  dan tidak untuk diperdagangkan.

Sedangkan hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang mengatur asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan melindungi kepentingan konsumen. Dalam Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, merumuskan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

PERLINDUNGAN KONSUMEN DI LUAR UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

Selain Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang memperhatikan kepentingan konsumen diantaranya :

  1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Penetapan Perpu No 1 Tahun 1961 tentang Barang Menjadi Undang-undang.
  2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 Tentang Higiene.
  3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah.
  4. Undang-undang Nomor 2 tahun 1981 Tentang Metrologi legal.
  5. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib daftar perusahaan.
  6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian.
  7. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan.
  8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 Tentang Kamar dagang dan industri (KADIN).
  9. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan.
  10. Undang-undang Nomor 7 tahun1994 tentang Agreement Establishing World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan organisasi perdagangan dunia).
  11. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan terbatas.
  12. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha kecil.
  13. Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan.
  14. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997  Tentang perubahan atas  Undang-undang No 7 tahun 1987 Tentang Hak cipta.
  15. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 6 tahun 1989 tentang Paten.
  16. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang undang Nomor 19 tahun 1989 tentang Merk.
  17. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang pengelolaan lingkungan hidup.
  18. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Penyiaran.
  19. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenaga kerjaan.
  20. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Pengertian,dasar hukum,dan penggolongan Badan usaha milik negara

0

Dasar hukum Badan usaha milik negara (BUMN) sebelum tahun 2003 terlihat bahwa keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi bukan sesuatu yang baru. hal tersebut terlihat dari ketika lahirnya VOC (Verenigde Oost Indische), melakukan kegiatannya pada tahun 1602-1799 di Hindia Belanda (Indonesia). VOC tersebut merupakan trust yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda untuk mengatasi kegagalan dari sejumlah perusahaan Belanda yang bersaing keras dan akhirnya hancur berantakan. Dengan adanya campur tangan Belanda dalam VOC merupakan bukti keterlibatan negara dalam bidang perekonomian.

Menurut M.Natzir Said, sebelum perang dunia ke II pada zaman Nederlandsch Indie, telah dikenal perusahaan negara yang diatur dalam Indische Comptabiliteitswet Staatsblad (Stb.) 1925 Nomor 106 Jo. 448 (ICW) dan perusahaan yang diatur dalam Indische Bedrijvenwet Stb.1927 Nomor 419 (IBW). dan sebelum itu juga telah dikenal perusahaan-perusahaan pemerintah (Governments Bedrijven) yang merupakan bagian dari suatu usaha jawatan seperti : Rumah gadai yang dibentuk dengan Kroonordonantie Stb.1903 Nomor 402.

Pada tahun 1960 Pemerintah menerbitkan Undang-undang nomor 19 perpu tahun 1960,Lembaran negara tahun 1960 Nomor 1989,tentang perusahaan negara.Dalam pasal 1 Perpu Nomor 19 tahun 1960 dijelaskan bahwa Perusahaan negara adalah semua perusahaan dalam bentuk apa pun yang modalnya untuk seluruhnya merupakan kekayaan negara Republik Indonesia kecuali ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-undang.

Namun sejak diterbitkannya Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (PERPU) Nomor 1 tahun 1969 tentang bentuk-bentuk usaha negara,perpu tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Adapun bentuk-bentuk BUMN pada era berlakunya Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 tersebut dibagi 3 bentuk yaitu :

  1. Perusahaan jawatan (Perjan).
  2. Perusahaan Umum (Perum).
  3. Perusahaan Perseroan (Persero).

Sebagai tindak lanjut dari dibentuknya tiga badan usaha tersebut,pemerintah menerbitkan Peraturan pemerintah Nomor 3 tahun 1983 tentang tata cara pembinaan dan pengawasan perusahaan jawatan,perusahaan umum dan perusahaan perseroan,Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 12 tahun 1998 tentang perusahaan perseroan,dan Peraturan pemerintah nomor 13 tahun 1998 tentang perusahaan umum.

DASAR HUKUM SEJAK TAHUN 2003

Sejak tahun 2003 terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam pengelolaan BUMN, hal tersebut ditandai dengan diterbitkannya Undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara tanggal 19 Juni 2003, Lembaran negara Republik Indonesia tahun 2003 nomor 70 dan tambahan lembaran negara Republik Indonesia Nomor 4297 dan dikenal dengan Undang-undang BUMN. adapun alasan diterbitkannya Undang-undang tersebut sebagaimana dijelaskan dalam pertimbangan yaitu :

  1. bahwa Badan usaha milik negara merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi.
  2. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
  3. bahwa pelaksanaan peran Badan usaha Milik Negara dalam perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat belum optimal.
  4. bahwa untuk mengoptimalkan peran Badan usaha milik negara,pengurusan dan pengawasannya harus dilakukan secara profesional.
  5. bahwa Peraturan perundang-undangan yang mengatur badan usaha milik negara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perekonomian dan dunia usaha yang semakin pesat,baik secara nasional maupun internasional.
  6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Badan usaha milik negara.

PENGERTIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, Badan usaha milik negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. secara normatif diketahui bahwa BUMN sebagai suatu badan usaha, hal tersebut berarti bahwa berbagai hal yang terkait dengan badan usaha akan berlaku juga kepada BUMN. secara yuridis formal yang menyangkut BUMN diatur dalam Undang-undang tersendiri, dan dalam menjalankan kegiatannya mengacu pada ketentuan intern yang ditetapkan ketika BUMN didirikan yaitu anggaran dasar.

PENGGOLONGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

Dalam pasal 9 Undang-undang nomor 19 tahun 2003 disebutkan, BUMN terdiri dari Persero dan Perum.

1 . Perusahaan perseroan (Persero)

Dalam pasal 1 butir 2 Undang-undang BUMN dijelaskan Perusahaan perseroan,yang selanjutnya disebut persero,adalah BUMN yang bentuknya perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikitnya 51% sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

Bentuk hukum badan usaha persero adalah Perseroan terbatas,artinya ketentuan tentang Perseroan terbatas berlaku juga untuk Persero, hal tersebut dijelaskan dalam pasal 11 Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 : “Terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku  bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas.

Maksud dan tujuan persero

Maksud dan tujuan persero,dalam pasal 12 UU Nomor 19 Tahun 2003  yaitu :

  1. Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat.
  2. Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Dalam penjelasan pasal 12 UU No 19 tahun 2003 : Bahwa Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat,baik di pasar dalam negeri maupun internasional.

Karakteristik Perusahaan perseroan yaitu :

  1. makna usahanya memupuk keuntungan.
  2. status usahanya badan hukum perdata.
  3. hubungan hukum usahanya diatur oleh hukum perdata.
  4. modal dipisahkan dari kekayaan negara.
  5. tidak memiliki fasilitas negara.
  6. dipimpin oleh suatu direksi.
  7. peranan negara sebagai pemegang saham.
  8. status karyawan sebagai karyawan perusahaan BUMN.

Organ Perusahaan perseroan

Organ Persero yaitu :

  1. Rapat umum pemegang saham.
  2. Direksi.
  3. Komisaris.

Menurut pasal 13 UU BUMN dijelaskan bahwa Organ persero adalah rapat umum pemegang saham,direksi dan komisaris. Rapat Umum pemegang saham ,yang selanjutnya disebut RUPS,adalah organ persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris (Pasal 1 butir 13 UU BUMN).

Tugas dan wewenang RUPS (Rapat umum pemegang saham) dijelaskan dalam pasal 14 Undang-undang nomor 19 tahun 2003 yaitu :

  1. Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham persero dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
  2. Menteri dapat memberikan kuasa dengan baik subtitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.
  3. Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan menteri untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai :
    • perubahan jumlah modal.
    • perubahan anggaran dasar.
    • rencana penggunaan laba.
    • penggabungan,peleburan,pengambil alihan,pemisahan,serta pembubaran persero.
    • investasi dan pembiayaan jangka panjang.
    • kerjasama persero.
    • pembentukan anak perusahaan atau penyertaan.
    • pengalihan aktiva.

Selain itu,Direksi juga salah satu organ yang cukup penting dalam BUMN karena direksi lah yang menjalankan kegiatan sehari-hari persero karena dapat menentukan maju atau mundurnya suatu perusahaan perseroan. Dalam Pasal 1 butir 9 UU Nomor 19 Tahun 2003 dijelaskan : Direksi adalah organ BUMN yang bertanggungjawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN,serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Selain direksi ada lagi organ lainnya yang tidak kalah penting yaitu Komisaris yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan persero (Pasal 1 butir 7 UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. dan anggota komisaris sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya (Pasal 29 Undang-undang nomor 19 tahun 2003).

Menurut pasal 28 UU BUMN,persyaratan agar dapat diangkat menjadi komisaris harus memiliki kualifikasi tertentu yaitu :

  1. Anggota komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas,dedikasi,memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen,memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha persero tersebut,serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
  2. Komposisi komisaris harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara efektif,cepat dan tepat,serta dapat bertindak secara independen.
  3. Masa jabatan anggota komisaris ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
  4. Dalam hal komisaris terdiri dari lebih seorang anggota,salah seorang anggota komisaris diangkat sebagai komisaris utama.
  5. Pengangkatan anggota komisaris tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota direksi,kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu pendirian.

PENGERTIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM)

Perusahaan umum,yang selanjutnya disebut perum,adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham,yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan (Pasal 1 butir 4 UU BUMN).

Menurut pasal 36 UU BUMN,maksud dan tujuan didirikannya perum yaitu :

  1. menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
  2. untuk mendukung kegiatan dalam rangkamencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),dengan persetujuan menteri,perum dapat melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain.

Perum memiliki karakteristik tersendiri dibanding dengan badan usaha lainnya yaitu :

  1. makna usahanya disamping melayani kepentingan umum,sekaligus memupuk keuntungan.
  2. berstatus badan hukum.
  3. bergerak dalam bidang-bidang vital.
  4. mempunyai nama dan kekayaan sendiri.
  5. dapat menuntut dan dituntut.
  6. modal seluruhnya dimiliki oleh negara yang dipisahkan.
  7. dipimpin oleh seorang direksi.
  8. pegawainya adalah pegawai BUMN.

Organ dalam perum adalah menteri,direktur dan dewan pengawas. Kedudukan menteri adalah sebagai organ tertinggi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perum yang mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan pengawas dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang atau peraturan pemerintah tentang pendiriannya (Pasal 37 UU BUMN).

Menurut Pasal 38 UU BUMN,kewenangan menteri selaku organ perum yaitu :

  1. menteri memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha perum yang diusulkan oleh direksi.
  2. kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diusulkan oleh direksi kepada menteri setelah mendapat persetujuan dari dewan pengawas.
  3. kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sesuai dengan maksud dan tujuan perum yang bersangkutan.

 

Pengertian yayasan,proses pendirian dan alasan pembubaran yayasan

0

Yayasan dalam bahasa Belanda disebut “stichting”, dan dalam bahasa inggris disebut ” foundation”. Terminelogi yayasan di Indonesia adalah suatu badan hukum yang tidak memiliki anggota,terdiri dari kekayaan yang disisihkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang dimaksud yayasan misalnya : sosial,keagamaan dan kemanusiaan.

Menurut Undang-undang nomor 16 tahun 2001, yang diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2001,pengertian yayasan disebutkan dalam pasal 1 yang berbunyi : Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.

Karena yayasan tersebut merupakan badan hukum,semua tindakan yang dilakukan untuk dan atas nama yayasan maka kewajiban yayasan hanya sebatas harta benda yayasan saja yang dapat dimintakan pertanggung jawabannya.

PROSES PENDIRIAN YAYASAN

Dalam prakteknya,pendirian yayasan minimal melalui empat tahap yaitu :

  1. Tahap surat wasiat. Jika seseorang yang ingin harta kekayaan yang dimiliki pada saat meninggal dunia nanti di abadikan untuk kepentingan agama, sosial dan kemanusiaan maka perlu ada surat wasiat sebelum dia meninggal. Dengan adanya surat wasiat ini maka para ahli waris segera mewujudkannya dalam bentuk pendirian sebuah yayasan.
  2. Tahap akta notaris. Proses pendirian yayasan harus dengan akta notaris sebagai legalitas formal adanya sebuah yayasan. jika suatu yayasan dibuat atas dasar adanya surat wasiat dan tidak diproses oleh para ahli,maka pengadilan negeri dapat memerintahkan para ahli waris untuk memproses pendirian sebuah yayasan.
  3. Tahap pengesahan. Akta pendirian yayasan yang telah dibuat oleh notaris, dimana di dalamnya terdapat anggaran dasar yayasan harus dimintakan pengesahannya kepada yang berwenang,yaitu Menteri Hukum dan HAM, setelah adanya pengesahan maka yayasan sudah berbentuk badan hukum.
  4. Tahap pengumuman. Akta pendirian yayasan yang telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM harus diumumkan dalam tambahan berita negara RI, maka sejak saat itu pihak pengurus yayasan dibebaskan dari tanggung jawabnya secara pribadi atas kerugian yang diderita oleh yayasan.

ORGAN YAYASAN

Yayasan sebagai lembaga yang berbadan hukum mempunyai maksud dan tujuan yang bersifat sosial,keagamaan dan kemanusiaan,maka yayasan mempunyai organ yayasan yang terdiri dari : Pembina,pengurus dan pengawas. Pembagian organ ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan adanya konflik internal dalam yayasan yang bisa merugikan semua pihak,termasuk yayasan sendiri. Penjelasan dari organ yayasan tersebut antara lain:

  1. Organ pembina. Menurut pasal 28 ayat (1) UU No 16 tahun 2001 tentang yayasan,menegaskan bahwa Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh Undang-undang atau anggaran dasar yayasan. Pembina adalah orang perseorangan sebagai pendiri yayasan atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota pembina dinilai mempunyai dedikasi tinggi untuk mencapai tujuan dan maksud berdirinya yayasan. Pembina mempunyai kewenangan meliputi :
    • Keputusan menangani perubahan anggaran dasar.
    • Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas.
    • Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan.
    • Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan.
    • Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.
  2. Organ pengurus. Pengurus adalah orang perseorangan  yang melaksanakan kepengurusan yayasan dan mampu melakukan perbuatan hukum. pengurus ini biasanya terdiri dari sekurang-kurangnya seorang ketua,seorang sekretaris dan seorang bendahara. Menurut pasal 35 UU Nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan,menegaskan bahwa pengurus suatu yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Menurut ketentuan pasal 35 ayat (3) UU Nomor 16 tahun 2001, menegaskan bahwa setiap pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan anggaran dasar yang mengakibatkan kerugian pihak ketiga.
  3. Organ pengawas. Pengawas bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas demi kepentingan yayasan. Pengawas dapat memberhentikan sementara terhadap pengurus dengan alasan yang jelas. Jika pengawas lalai menjalankan tugas sehingga yayasan pailit, maka pengawas bertanggung jawab secara tanggung renteng,kecuali pengawas dapat membuktikan  bahwa kepailitan bukan karena kesalahannya.

KEKAYAAN YAYASAN

Dalam upaya mendirikan sebuah yayasan,terlebih dahulu diperlukan kekayaan yang meliputi :

  1. Kekayaan yang utama yang berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang.
  2. Dapat diperoleh dari sumbangan atau bantuan lain yang tidak mengikat.
  3. Hibah.
  4. Hibah wasiat.
  5. Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan atau peraturan perundang-undangan lain seperti sumbangan dari pemerintah dan masyarakat umum lainnya.

PEMBUBARAN YAYASAN

Pembubaran yayasan menurut ketentuan Pasal 62 Undang-undang Nomor 16 tahun 2001, tentang yayasan, maka yayasan dapat bubar karena beberapa hal yaitu :

  1. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar yayasan.
  2. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah dicapai atau tidak tercapai.
  3. Putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan :
    • Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.
    • Tidak mampu membayar hutangnya setelah dinyatakan pailit.
    • Harta kekayaan yayasan tidak cukup untuk melunasi hutangnya setelah pernyataan pailit tersebut.

Macam-macam sanksi hukum bagi pelanggar peraturan lalu lintas

0

Melakukan pelanggaran peraturan lalu lintas merupakan pelanggaran terhadap delik yang dilarang oleh Undang-undang. Delik adalah suatu perbuatan yang di larang dan di ancam oleh Undang-undang.

Ada beberapa macam delik yaitu :

  • Delik menurut KUHP (Kitab Undang-undang hukum pidana) ada 2 yaitu:
    1. Delik kejahatan (buku ke II pasal 104 s/d pasal 485 KUHP), yaitu perbuatan pidana yang tergolong berat dan merugikan orang lain,misalnya : penipuan,pencurian dan lain-lain.
    2. Delik pelanggaran (Buku ke III pasal 489 s/d pasal 569 KUHP), yaitu perbuatan pidana yang tergolong ringan dan belum tentu menimbulkan kerugian pihak lain,misalnya : Pelanggaran lalu lintas.
  • Delik menurut doktrin sebagai kesalahan yaitu :
    1. Kesengajaan (Dolus),yaitu dilakukan dengan sengaja artinya akibatnya memang dikehendaki oleh si pelaku,misalnya: Pencurian dengan kekerasan.
    2. Kelalaian/ketidaksengajaan (Culpa),yaitu secara tidak sengaja atau sama sekali diluar kehendaknya,Misalnya : kecelakaan lalu lintas karena terlambat menghentikan kendaraannya.

Syarat-syarat pokok suatu delik diantaranya:

  1. Delik telah tertuang dalam suatu perbuatan :
    • Baik secara sengaja maupun tidak disengaja.
    • Baik sudah selesai maupun belum selesai.
    • Baik dilakukan oleh siapa saja maupun yang dilakukan orang-orang tertentu.
    • Baik yang dilakukan seketika,berulang-ulang,apalagi terus menerus.
  2. Delik secara yuridis dilarang oleh hukum maupun Undang-undang.
  3. Pelaksanaanya dilarang oleh Undang-undang (formil) atau akibatnya yang dilarang oleh Undang-undang (materiil).
  4. Merugikan kepentingan atau melanggar/melawan hak pihak lain dan hukum.
  5. Pelakunya dapat diminta untuk bertanggungjawab atas akibat yang ditimbulkan atas perbuatannya.

PERBEDAAN ANTARA KEJAHATAN DENGAN PELANGGARAN

Perbedaan antara kejahatan dengan pelanggaran yaitu:

  1. Dari sudut kualitas,kejahatan merupakan pelanggaran terhadap hukum, sedangkan pelanggaran dari sudut kualitas merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang.
  2. Dari sudut kuantitas,kejahatan merupakan delik berat, sedangkan Pelanggaran tergolong delik ringan.
  3. Kejahatan jenis ancaman hukumannya tidak terbatas, sedangkan pelanggaran jenis ancaman hukumannya terbatas pada hukuman denda dan kurungan.
  4. Pada kejahatan sistem penjatuhan hukuman dapat bersifat alternatif dan komulatif,sedangkan pada pelanggaran dapat bersifat alternatif.
  5. Percobaan melakukan kejahatan merupakan perbuatan yang dapat dihukum (Pasal 53 KUHP),  sedangkan percobaan melakukan pelanggaran belum dapat dihukum (Pasal 54 KUHP).
  6. Membantu pelaksanaan kejahatan dapat dihukum (Pasal 56 KUHP), sedangkan pada pelanggaran,orang yang membantu pelaksanaan pelanggaran tidak di hukum (Pasal 60 KUHP).

Pidana bagi orang yang melanggar peraturan lalu lintas diatur dalam Undang-undang RI No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan angkutan jalan yang disahkan pada tanggal 22 Juni tahun 2009. Tujuan keberlakuan Undang-undang tersebut menurut Pasal 4 UU Nomor 22 Tahun 2009 tersebut adalah untuk membina dan menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman,selamat,tertib dan lancar melalui Kegiatan gerak pindah kendaraan orang dan atau barang di jalan,kegiatan menggunakan sarana,prasarana dan fasilitas pendukung lalu lintas,kegiatan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi,pendidikan berlalu lintas,rekayasa lalu lintas serta penegakan hukum lalu lintas.

Peran Polri sebagaimana menurut pasal 7 ayat (1) UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan,  melakukan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan  dan  melakukan tugas dibidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi,penegakan hukum,Operasional manejemen rekayasa lalu lintas dan pendidikan berlalu lintas (pasal 7 ayat (2) huruf e UU No 22 tahun 2009).

Menurut Pasal 260 ayat (1) UU no 22 Tahun 2009, Polri berwenang melakukan penindakan dan penyidikan tindak pidana dibidang lalu lintas,diantaranya berwenang memberhentikan,melarang,atau menunda pengoperasian dan menyita sementara kendaraan bermotor yang patut diduga melanggar peraturan lalu lintas,melakukan pemeriksaan berkaitan dengan penyidikan tindak pidana di bidang lalu lintas,melakukan penyitaan terhadap SIM,kendaraan bermotor,muatan,STNK,surat tanda coba kendaraan (STCK).Selain pidana penjara,kurungan,atau denda,pelaku tindak pidana lalu lintas dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin mengemudi (SIM) atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas (Pasal 314 UU No 22 Tahun 2009).

Polri dalam penegakkan hukum di bidang lalu lintas, umumnya apabila menemukan pengemudi yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas dapat melakukan tindakan tilang terhadap si pelanggar lalu lintas dengan menyita barang bukti berupa SIM (Surat izin mengemudi), STNK, maupun kendaraan bermotor.Pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas dapat dikenakan pidana kurungan atau denda.

Untuk mengetahui apa saja sanksi pidana yang akan diterima oleh orang yang  melakukan pelanggaran lalu lintas sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan angkutan jalan sebagai berikut :

SANKSI BAGI PENYELENGGARA JALAN YANG TIDAK MEMPERBAIKI JALAN YANG RUSAK YANG MENGAKIBATKAN KECELAKAAN LALU LINTAS

  • Pasal 273 ayat (1) : Setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (Dua belas juta rupiah).
  • Pasal 273 ayat (2) : Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat,pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (Dua puluh empat juta rupiah).
  • Pasal 273 ayat (3) : Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia,pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 120.000.000,00 (Seratus dua puluh juta rupiah).
  • Pasal 273 ayat (4) : Penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000,00 (Satu juta lima ratus ribu rupiah).
  • isi pasal 24 ayat :
    1. Penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
    2. Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.

SANKSI BAGI ORANG YANG MELAKUKAN PERBUATAN YANG MENGAKIBATKAN KERUSAKAN JALAN

  • Pasal 274 ayat (1) : Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (Dua puluh empat juta rupiah).
  • Pasal 274 ayat (2) : Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2).
  • Pasal 28 ayat (1) : Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan.
  • Pasal 28 ayat (2) : Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1).
  • Pasal 25 ayat (1) : Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa :
    • Rambu lalu lintas.
    • Marka jalan.
    • Alat pemberi isyarat lalu lintas.
    • alat penerangan jalan.
    • Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan.
    • Alat pengawasan dan pengamanan jalan.
    • Fasilitas untuk sepeda,pejalan kaki,dan penyandang cacat.
    • Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan.

SANKSI BAGI ORANG YANG MELAKUKAN PERBUATAN YANG MENGAKIBATKAN GANGGUAN PADA FUNGSI RAMBU LALU LINTAS,ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (Misalnya : Mencoret rambu lalu lintas sehingga tidak jelas gambar/petunjuk rambu tersebut)

  • Pasal 275 ayat (1) : Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas,marka jalan,alat pemberi isyarat lalu lintas,fasilitas pejalan kaki,dan alat pengaman pengguna jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Pasal 275 ayat (2) : Setiap orang yang merusak rambu lalu lintas,marka jalan,alat pemberi isyarat lalu lintas,fasilitas pejalan kaki,dan alat pengaman pengguna jalan sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 28  ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah).

SANKSI BAGI PENGEMUDI KENDARAAN UMUM YANG TIDAK SINGGAH DI TERMINAL ( Mobil bus umum)

  • Pasal 276 :Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor umum dalam trayek tidak singgah di terminal sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan Pasal 36 : Setiap kendaraan bermotor umum dalam trayek wajib singgah di terminal yang sudah ditentukan,kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek.

SANKSI BAGI ORANG YANG MEMASUKKAN KENDARAAN BERMOTOR KE DALAM WILAYAH INDONESIA YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN TIPE

  • Pasal 277 :  Setiap orang yang memasukkan kendaraan bermotor,kereta gandengan,dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia,membuat,merakit,atau memodifikasi kendaraan bermotor yang menyebabkan perubahan tipe,kereta gandengan,kereta tempelan,dan kendaraan khusus yang di operasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,- (Dua puluh empat juta rupiah).
  • Ketentuan pasal 50 ayat (1) : Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ayat (2) huruf a wajib dilakukan bagi setiap kendaraan bermotor,kereta gandengan,dan kereta tempelan,yang diimpor,dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi kendaraan bermotor yang menyebabkan perubahan tipe.
  • Ketentuan Pasal 49 ayat (2) huruf a : Pengujian meliputi uji tipe.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL YANG TIDAK DILENGKAPI PERLENGKAPAN BAN CADANGAN,SEGITIGA PENGAMAN,DONGKRAK,PEMBUKA RODA DAN PERALATAN P3K

  • Pasal 278 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat alat lebih  di jalan yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan ,segitiga pengaman,dongkrak,pembuka roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 57 ayat (3) : Setiap kendaraan bermotor beroda empat atau lebih yang dioperasikan dijalan wajib dilengkapi  dengan perlengkapan kendaraan bermotor sekurang-kurangnya terdiri atas;
    • Sabuk keselamatan.
    • Ban cadangan.
    • segitiga pengaman.
    • Dongkrak.
    • Pembuka roda.
    • Helm dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi kendaraan bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-rumah.
    • Peralatan pertolongan  pertama pada kecelakaan lalu lintas.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL/MOTOR YANG MEMASANG PERLENGKAPAN YANG DAPAT MENGGANGGU KESELAMATAN BERLALU LINTAS (Misal : Mengganti warna lampu belakang (lampu rem) dengan warna kuning,hijau sehingga membuat pengendara dibelakangnya menjadi silau karena cahaya dsb)

  • Pasal 279 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang dipasangi perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 58 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Ketentuan Pasal 58 : Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat menggangu keselamatan berlalu lintas.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL/MOTOR YANG TIDAK MEMASANG PLAT NOMOR KENDARAAN

  • Pasal 280 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dipasangi Tanda nomor kendaran bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian negara republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Ketentuan Pasal 68 ayat (1) : Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan Surat tanda kendaraan bermotor dan tanda nomor kendaraan bermotor.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG TIDAK MEMILIKI SIM

  • Pasal 281 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak memiliki surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (Satu juta rupiah).
  • Ketentuan pasal 77 ayat (1) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat izin mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan.

SANKSI BAGI PENGGUNA JALAN (Pengemudi mobil/motor) YANG TIDAK MEMATUHI PERINTAH YANG DIBERIKAN PETUGAS POLRI

  • Pasal 282 : Setiap pengguna jalan yang tidak mematuhi perintah yang diberikan  oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 104 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 104 ayat (3) : Pengguna jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia diantaranya :
    • Memberhentikan arus lalu lintas dan/atau pengguna jalan.
    • Memerintahkan pengguna jalan untuk jalan terus.
    • Mempercepat arus lalu lintas.
    • Memperlambat arus lalu lintas.
    • Mengalihkan arus lalu lintas.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG UGAL-UGALAN ATAU MELAKUKAN KEGIATAN LAIN YANG MENGAKIBATKAN GANGGUAN KONSENTRASI (Misalnya : Mengemudi sambil menggunakan telepon)

  • Pasal 283 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000,00 (Tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 106 ayat (1) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG TIDAK MENGUTAMAKAN KESELAMATAN PEJALAN KAKI ATAU ORANG YANG MENGGUNAKAN SEPEDA

  • Pasal 284 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 106 ayat (2) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib  mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda.

SANKSI BAGI PENGEMUDI SEPEDA MOTOR DAN MOBIL YANG TIDAK MENGGUNAKAN KACA SPION,KLAKSON,LAMPU UTAMA,LAMPU REM,SPIDOMETER,KNALPOT YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT

  • Pasal 285 ayat (1) : Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion,klakson,lampu utama,lampu rem,lampu penunjuk arah,alat pemantul cahaya,alat pengukur kecepatan,knalpot dan kedalaman alus ban sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (3) jo Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Pasal 285 ayat (2) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion,klakson,lampu utama,lampu mundur,lampu tanda batas dimensi badan kendaraan,lampu gandengan,lampu rem,lampu penunjuk arah,alat pemantul cahaya,alat pengukur kecepatan,kedalaman alur ban,kaca depan,spakbor,bumper,penggandengan,penempelan,atau penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam pasal 106  ayat (30 jo Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 48 ayat (2) : Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan dijalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan meliputi: Susunan,perlengkapan,ukuran,karoseri,rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya,pemuatan,penggunaan,penggandengan kendaraan bermotor,penempelan.

SANKSI BAGI PENGEMUDI YANG MENGEMUDIKAN MOBIL YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT LAIK JALAN

  • Pasal 286 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan  sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (3) jo Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 48 ayat (3) : Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri; Emisi gas buang,kebisingan suara,efisiensi sistem rem utama,efisiensi sistem rem parkir,kincup roda depan,suara klakson,daya pancar dan arah sinar lampu utama,radius putar,akurasi alat penunjuk kecepatan,kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban,kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG MELANGGAR ATURAN RAMBU LALU LINTAS

  • Pasal 287 ayat (1) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf a atau marka jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
  • Pasal 287 ayat (2) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2(dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Pasal 287 ayat (3) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Pasal 287 ayat (4) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan  yang melanggar ketentuan mengenai  penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam pasal 59,pasal 106 ayat (4) huruf f atau pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Pasal 287 ayat (5) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf g atau pasal 115 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Pasal 287 ayat (6) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf h dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dengan denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan Pasal 106 ayat (4) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan:
    • rambu perintah atau rambu larangan.
    • marka jalan.
    • alat pemberi isyarat lalu lintas.
    • gerakan lalu lintas.
    • berhenti dan parkir.
    • peringatan dengan bunyi dan sinar.
    • kecepatan maksimal atau minimal.
    • tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG TIDAK DAPAT MENUNJUKAN STNK,SIM,KETERANGAN LULUS UJI BERKALA KENDARAN

  • Pasal 288 ayat (1) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dilengkapi dengan  Surat tanda nomor kendaraan bermotor atau surat tanda coba kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian negara republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan  paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Pasal 288 ayat (2) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dapat menunjukan surat izin mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 105 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Pasal 288 ayat (3) : Setiap orang yang mengemudikan mobil penumpang umum,mobil bus,mobil barang,kereta gandengan,dan kereta tempelan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (5) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 106 ayat (5) : Pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukan :
    • Surat tanda kendaraan bermotor atau surat tanda coba kendaraan bermotor.
    • Surat izin mengemudi.
    • Bukti lulus uji berkala.
    • Tanda bukti lain yang sah.

SANKSI BAGI PENGEMUDI/PENUMPANG MOBIL YANG TIDAK MENGENAKAN SABUK PENGAMAN/KESELAMATAN

  • Pasal 289 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor atau penumpang yang duduk di samping pengemudi  yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 106 ayat (6) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL YANG TIDAK ADA BODI/RUMAH-RUMAH TIDAK MENGGUNAKAN SABUK PENGAMAN/KESELAMATAN DAN HELM

  • Pasal 290 : Setiap orang yang mengemudikan dan menumpang kendaraan bermotor selain sepeda motor yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah dan tidak mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (7) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 106 ayat (7) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di jalan dan penumpang yang duduk disampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.

SANKSI BAGI PENGEMUDI DAN PENUMPANG SEPEDA MOTOR TIDAK MENGGUNAKAN HELM

  • Pasal 291 ayat (1) : Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tidak mengenakan helm standar nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Pasal 291 ayat (2) : Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 106 ayat (8) : Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.

SANKSI BAGI PENGEMUDI SEPEDA MOTOR YANG MEMBAWA PENUMPANG LEBIH DARI 1 ORANG (Misalnya : Bonceng tiga)

  • Pasal 292 :Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping yang mengangkut penumpang lebih dari 1 (satu) orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (9) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 106 ayat (9) : Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / SEPEDA MOTOR YANG TIDAK MENYALAKAN LAMPU UTAMA DI SIANG HARI DAN KONDISI TERTENTU PADA MOBIL (Misal : Hujan deras,kabut)

  • Pasal 293 ayat (1) :Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 107 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Pasal 293 ayat (2) : Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas )hari atau denda paling banyak Rp 100.000,00 (Seratus ribu rupiah).
  • ketentuan pasal 107 ayat (1) : Pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.
  • Ketentuan pasal 107 ayat (20 : Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG MEMBELOK DI PERSIMPANGAN ATAU BALIK ARAH TANPA MENGHIDUPKAN LAMPU SEIN

  • Pasal 294 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang akan membelok atau berbalik arah,tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan  sebagaimana dimaksud dalam pasal 112 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 112 ayat (1) : Pengemudi kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping, dan di belakang kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG TIDAK MEMBERI ISYARAT SAAT AKAN BERPINDAH LAJUR (Misal : mendahului kendaraan lain tanpa hidupkan lampu sein)

  • Pasal 295 : setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping tanpa memberikan isyarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 112 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan  paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 112 ayat (2) : Pengemudi kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak kesamping wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping, dan dibelakang kendaraan serta memberikan isyarat.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG TIDAK BERHENTI SAAT PALANG PINTU KERETA API DITUTUP

  • Pasal 296 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi,palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000,00 (Tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan Pasal 114 huruf a : Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan,pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi,palang pintu kereta api sudah mulai ditutup,dan/atau ada isyarat lain.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG MELAKUKAN BALAP LIAR

  • Pasal 297 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan di jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 115 huruf b dipidana dengan pidana kurungan 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (Tiga juta rupiah).
  • Ketentuan Pasal 115 huruf b : Pengemudi kendaraan bermotor di jalan dilarang berbalapan dengan kendaraan bermotor lain.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL YANG TIDAK MENGGUNAKAN SEGITIGA PENGAMAN ATAU LAMPU TANDA DARURAT SAAT PARKIR (Misal : Mobil rusak/mogok yang parkir dibadan jalan raya).

  • Pasal 298 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memasang segitiga pengaman,lampu isyarat peringatan bahaya,atau isyarat lain  pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 121 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Ketentuan Pasal 121 ayat (1) : Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memasang segitiga pengaman ,lampu isyarat peringatan bahaya,atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG MENARIK BENDA YANG MEMBAHAYAKAN PENGGUNA JALAN LAIN (Misalnya : Menarik sepeda dengan menggunakan sepeda motor)

  • Pasal 299 : Setiap orang yang mengendarai kendaraan  tidak bermotor yang dengan sengaja berpegang pada kendaraan bermotor untuk ditarik,menarik benda-benda yang dapat membahayakan pengguna jalan lain,dan/atau menggunakan jalur jalan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 122 huruf a,huruf b,atau huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp 100.000,00 (Seratus ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 122 huruf a,b,dan c : Pengendara kendaraan tidak bermotor dilarang :
    • dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh kendaraan bermotor dengan kecepatan yang dapat membahayakan keselamatan.
    • mengangkut atau menarik benda yang dapat merintangi atau membahayakan pengguna jalan lain,dan/atau
    • menggunakan jalur jalan kendaraan bermotor jika telah disediakan jalur jalan khusus bagi kendaraan tidak bermotor.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL/ANGKUTAN UMUM YANG TIDAK MEMBERHENTIKAN MOBIL SAAT MENAIKKAN/MENURUNKAN PENUMPANG DAN YANG TIDAK MENUTUP PINTU MOBIL SAAT BERJALAN

  • Pasal 300 : Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah),setiap pengemudi kendaraan bermotor umum yang :
    • Tidak menggunakan lajur yang telah ditentukan atau tidak menggunakan lajur paling kiri,kecuali saat akan mendahului atau mengubah arah sebagaimana dimaksud dalam pasal 124 ayat (1) huruf c.
    • tidak memberhentikan kendaraannya selama menaikkan dan/atau menurunkan penumpang sebagaimana dimaksud dalam pasal 124 ayat (1) huruf d,atau
    • tidak menutup pintu kendaraan selama kendaraan berjalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 124 ayat (1) huruf e.
  • Ketentuan pasal 124 ayat (1) huruf c,d dan e : Pengemudi kendaraan bermotor umum untuk angkutan orang dalam trayek wajib:
    • Menggunakan lajur jalan yang telah ditentukan atau menggunakan lajur paling kiri,kecuali saat akan mendahului atau mengubah arah.
    • memberhentikan kendaraan selama menaikkan dan/atau menurunkan penumpang.
    • menutup pintu selama kendaraan berjalan.

SANKSI BAGI PENGEMUDI TRUK/MOBIL ANGKUTAN BARANG YANG TIDAK MENGGUNAKAN JALAN SESUAI DENGAN KELAS JALAN

  • Pasal 301 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor angkutan barang yang tidak menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 125 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 125 : Pengemudi kendaraan bermotor angkutan barang wajib menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL ANGKUTAN UMUM /BUS YANG MENGETEM ATAU MENURUNKAN PENUMPANG DI SEMBARANG TEMPAT

  • Pasal 302 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor umum angkutan orang yang tidak berhenti selain di tempat yang telah ditentukan ,mengetem,menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian,atau melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek sebagaimana dimaksud dalam pasal 126 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 126 : Pengemudi kendaraan bermotor umum angkutan orang dilarang :
    • memberhentikan kendaraan selain di tempat yang telah di tentukan.
    • mengetem selain di tempat yang telah di tentukan.
    • menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian dan/atau di tempat tujuan tanpa alasan yang patut dan mendesak.
    • melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL BARANG / TRUK YANG MENGANGKUT PENUMPANG

  • Pasal 303 : Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang kecuali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 137 ayat (4) huruf a,huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 137 ayat (4) : Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang,kecuali :
    • rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang,kondisi geografis,dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai.
    • untuk pengerahan atau pelatihan Tentara nasional indonesia dan/atau kepolisian negara republik Indonesia.
    • kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian negara republik Indonesia,dan/atau pemerintah daerah.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL BUS/ANGKUTAN TUJUAN TERTENTU  YANG MENAIKKAN ATAU MENURUNKAN PENUMPANG LAIN DI PERJALANAN

  • Pasal 304 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu  yang menaikkan atau menurunkan penumpang lain di sepanjang perjalanan atau menggunakan kendaraan kendaraan angkutan tidak sesuai dengan angkutan untuk keperluan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 153 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 153 ayat (1) : Angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 huruf b dilarang menaikkan dan/atau menurunkan penumpang di sepanjang perjalanan untuk keperluan lain di luar pelayanan angkutan orang dalam trayek.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL  ANGKUTAN BARANG KHUSUS/ALAT BERAT YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PERSYARATAN KESELAMATAN (Misal : Mobil truk yang mengangkut alat berat).

  • Pasal 305 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang mengangkut barang khusus yang tidak memenuhi ketentuan tentang persyaratan keselamatan,pemberian tanda barang,parkir, bongkar dan muat,waktu operasi dan rekomendasi dari instansi terkait sebagaimana dimaksud dalam pasal 162 ayat (1) huruf a,huruf b,huruf c,huruf d,huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 162 ayat (1) : Kendaraan bermotor yang mengangkut barang khusus wajib :
    • Memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut.
    • diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang diangkut.
    • memarkir kendaraan di tempat yang ditetapkan.
    • membongkar dan memuat barang di tempat yang ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut.
    • beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu keamanan,keselamatan,kelancaran,dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL TRUK/KENDARAAN ANGKUTAN YANG TIDAK DILENGKAPI SURAT MUATAN DOKUMEN PERJALANAN

  • Pasal 306 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan angkutan barang yang tidak dilengkapi surat muatan dokumen perjalanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 168 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 168 ayat (1) : Perusahaan angkutan umum yang mengangkut barang wajib membuat surat muatan barang sebagai bagian dokumen perjalanan.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL TRUK/ANGKUTAN UMUM BARANG YANG TIDAK MEMATUHI KETENTUAN CARA PEMUATAN,DAYA ANGKUT,DIMENSI KENDARAAN

  • Pasal 307 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor angkutan umum barang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan,daya angkut,dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 169 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 169 ayat (1) : Pengemudi dan/atau perusahaan angkutan umum barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan,daya angkut,dimensi kendaraan,dan kelas jalan.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL YANG TIDAK PUNYA IZIN ANGKUTAN PENUMPANG DALAM/LUAR TRAYEK

  • Pasal 308 : Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah),setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor umum yang :
    • tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam pasal 173 ayat (1) huruf a.
    • tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam pasal 173 ayat (1) huruf b.
    • tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan barang khusus dan alat berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 173 ayat (1) huruf c.
    • menyimpang dari izin yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 173.
  • Ketentuan pasal 173 ayat (1) : Perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki :
    • izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek.
    • izin penyelenggaran angkutan orang tidak dalam trayek.
    • izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.

SANKSI BAGI PERUSAHAAN ANGKUTAN UMUM YANG TIDAK MENGASURANSIKAN KERUGIAN PENUMPANG,PENGIRIM BARANG

  • Pasal 309 : Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya untuk penggantian kerugian yang diderita oleh penumpang,pengirim barang,atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam pasal 189 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000,00 (Satu juta lima ratus ribu rupiah).
  • Ketentuan pasal 189 : Perusahaan angkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya  sebagaimana dimaksud dalam pasal 188.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR  KARENA KELALAIANNYA MENGAKIBATKAN KECELAKAAN LALU LINTAS

  • Pasal 310 ayat (1) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (Satu juta rupiah).
  • Pasal 310 ayat (2) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000,00 (Dua juta rupiah).
  • Pasal 310 ayat (3) : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (4),dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (Sepuluh juta rupiah).
  • Pasal 310 ayat (4) ; Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (Dua belas juta rupiah).

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG UGAL-UGALAN/KEBUT-KEBUTAN DI JALAN RAYA HINGGA MEMBAHAYAKAN ORANG LAIN

  • Pasal 311 ayat (1) :  Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan  yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (Tiga juta rupiah).
  • Pasal 311 ayat (2) : Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud pada pasal 229 ayat (2),pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000,00 (Empat juta rupiah).
  • Pasal 311 ayat (3) : Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (3),pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp 8.000.000,00 (Delapan juta rupiah).
  • Pasal 311 ayat (4) : Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (4),pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 20.000.000,00 (Dua puluh juta rupiah).
  • Pasal 311 ayat (5) : Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia,pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (Dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (Dua puluh empat juta rupiah).
  • Ketentuan pasal 229 ayat (1) : Kecelakaan lalu lintas digolongkan atas :
    • Kecelakaan lalu lintas ringan.
    • Kecelakaan lalu lintas sedang.
    • Kecelakaan lalu lintas sedang.
  • Ketentuan pasal 229 ayat (4) : Kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

SANKSI BAGI PENGEMUDI MOBIL / MOTOR YANG TERLIBAT KECELAKAAN YANG SENGAJA TIDAK MENGHENTIKAN KENDARAANNYA (Misal : Tabrak lari)

  • Pasal 312 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya,tidak memberikan pertolongan,atau tidak melaporkan kecelakaan lalu lintas kepada Kepolisian negara republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam pasal 231 ayat (1) huruf a,huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 75.000.000,00 (Tujuh puluh lima juta rupiah).
  • Ketentuan pasal 231 ayat (1) : Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas,wajib :
    • menghentikan kendaraan yang dikemudikannya.
    • memberikan pertolongan pada korban.
    • melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian negara Republik Indonesia terdekat.
    • memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.

SANKSI BAGI PERUSAHAAN ANGKUTAN UMUM YANG TIDAK MENGANSURANSIKAN AWAK KENDARAAN DAN PENUMPANG

  • Pasal 313 : Setiap orang yang tidak mengansuransikan awak kendaraan dan penumpangnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 237 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000,00 (Satu juta lima ratus ribu rupiah).

Untuk mencegah agar tidak sampai ditilang oleh petugas polisi lalu lintas,maka harus mematuhi peraturan-perundang-undangan yang berlaku dengan tujuan agar dalam berlalu lintas dapat tercipta ketertiban,keamanan,keselamatan,keadilan bagi masyarakat.

Sejarah hukum dagang dan asal usul KUHD di Indonesia

0

Kodifikasi hukum dagang yang pertama,dahulu sebelum zaman romawi, disamping hukum perdata yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara perseorangan,yang saat ini masuk dalam KUH Perdata, para pedagang membutuhkan peraturan-peraturan mengenai perniagaan.

Karena perniagaan makin lama semakin berkembang,maka kebutuhan hukum perniagaan atau hukum dagang semakin bertambah. lama kelamaan hukum dagang yang pada waktu itu masih merupakan hukum kebiasaan,begitu banyak, sehingga dipandang perlu untuk mengadakan kodifikasi. Kodifikasi hukum dagang yang pertama dibuat atas perintah Raja Lodewijk XIV di Prancis ,hukum dagang tersebut adalah Ordonance du Commerce 1673 dan Ordonance de la Marine 1681.

ASAL USUL KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang)

Berdasarkan pasal II aturan peralihan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, maka KUHD masih berlaku di Indonesia. KUHD Indonesia diumumkan  dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S.1847 – 23) yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1848.

KUHD Indonesia tersebut adalah turunan dari “Wetboek van Koophandel” (W.v.K) yang dibuat atas dasar azas konkordansi (Pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel tersebut berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari 1842 (di Limburg). W.v.K tersebut meneladan dari ” Code du Commerce” dari Prancis tahun 1808. tetapi tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam “Code du Commerce” milik Prancis tersebut diambil alih oleh Wetboek van Koophandel (W.v.K) milik belanda. ada beberapa hal yang tidak diambil,misalnya mengenai peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (Speciale handelsrechtbanken).

PENGERTIAN PEDAGANG DAN PERBUATAN PERNIAGAAN

Hukum dagang adalah hukum perdata khusus bagi kaum pedagang. Menurut Pasal 2 (lama) KUHD yang berbunyi ” Pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaannya sehari-hari.

Perbuatan perniagaan menurut pasal 3 (lama) KUHD menjelaskan bahwa Perbuatan perniagaan pada umumnya adalah perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual lagi.  dalam pasal tersebut maksud “perbuatan perniagaan” hanya perbuatan pembelian saja, sedang perbuatan penjualan  tidak masuk didalamnya, karena penjualan merupakan tujuan dari perbuatan pembelian itu (membeli barang untuk dijual lagi).

Pengertian “barang” dalam pasal tersebut berarti “barang bergerak” tidak termasuk barang tetap. selain dalam pasal 3 (lama), perbuatan perniagaan juga diatur dalam pasal 4 (lama),yang memasukkan beberapa macam perbuatan lain dalam pengertian perbuatan perniagaan, yaitu perbuatan-perbuatan yang mengenai :

  1. Perusahaan komisi.
  2. Perniagaan wesel dan surat-surat berharga dan lainnya.
  3. Pedagang,bankir,kasir,makelar dan sejenisnya.
  4. Pembangunan,perbaikan dan perlengkapan kapal untuk pelayaran di laut.
  5. Ekspedisi dan pengangkutan barang-barang.
  6. Jual beli perlengkapan dan keperluan kapal.
  7. Rederij,carter mencarter kapal,bodemerij dan perjanjian lain -lain tentang perniagaan laut.
  8. Mempekerjakan nakhoda dan anak kapal untuk kepentingan kapal niaga.
  9. Perantara/makelar laut,cargadoor,convooilopers,pembantu-pembantu pengusaha perniagaan dan lain-lain.
  10. Perusahaan asuransi.

Selain itu pasal 5 (lama) KUHD juga mengatur tentang perbuatan perniagaan yang bunyi singkatnya yaitu Perbuatan-perbuatan yang timbul dari kewajiban-kewajiban menjalankan kapal untuk melayari laut, kewajiban-kewajiban yang mengenai tubrukan kapal,menolong dan menyimpan barang-barang di laut yang berasal dari kapal karam atau kapal terdampar,begitu pula penemuan barang-barang di laut,pembuangan barang-barang di laut pada waktu ada averij,itu semua termasuk dalam golongan perbuatan perniagaan. Pasal 2-5 (lama) KUHD tersebut termasuk dalam Bab I KUHD yang berjudul “Tentang pedagang dan perbuatan perniagaan”. Pasal-pasal tersebut telah dicabut dengan S.1938 – 276, yang mulai berlaku pada tanggal 17 Juli 1938.

isi lengkap pasal 2 sampai 5 (lama) KUHD

Pasal 2 (lama) KUHD :” Kooplieden zijn diegenen welke daden van koophandel uitoefenen en daarvan hun gewoon beroep maken” (Pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari).

Pasal 3 (lama) KUHD : ” Door daden van koophandel verstaat de wet,in het algemeen,het kopen van waren, om dezelve weder te verkopen,in het groot of in het klein,het zij ruw,het zij bewerkt,of om alleen het gebruik daarvan te verhuren” (Undang-undang memberikan arti pada perbuatan perniagaan,pada umumnya,membeli barang untuk dijual kembali,dalam jumlah banyak atau sedikit,masih bahan atau sudah jadi,atau hanya untuk disewakan pemakaiannya).

Pasal 4 (lama) KUHD ” Onder de daden van koophandel begrijpt de wet insgelijk” (Undang-undang juga memasukkan dalam pengertian perbuatan perniagaan,perbuatan-perbuatan lain seperti:

  1. Commissiehandel (Perdagangan komisi).
  2. Alles wat tot wissels en cheque betrekking heeft,zonder onderscheid welke personen zulks ook moge aangaan,en het geen onderbriefjes betreft,alleenlijk ten opzichte van kooplie (semua yang bersangkutan dengan wesel dan cek ,tanpa membedakan orang-orang mana yang tersangkut dalam hal semacam itu, dan yang mengenai surat sanggup,hanya hal-hal yang menyangkut para pedagang).
  3. De handelingen van kooplieden,bankiers,kassiers,makelaars,hounders van administratiekantoren van publieke fondsen, zo tenlaste van Nederland-indie en van het koninkrijk der nederlanden als van vreemde mogenheden,allen in hunne betrekking als zodanig (Perbuatan-perbuatan para pedagang,pemimpin-pemimpin bank,bendahara-bendahara,makelar-makelar,pemimpin-pemimpin kantor administrasi dana umum,yang menjadi tanggungjawab Hindia belanda dan kerajaan Belanda dan juga mengenai negara-negara asing,semuanya dalam hubungannya sebagai demikian).
  4. Alles wet betrekking heeft tot aanneming,tot het bouwen,herstellen en uitrusten van schepen,alsmede het kopen en verkopen vanschepen voor de vaart,zo binnen als buiten Nederlands Indie (semua yang bersangkutan dengan pemborongan,pembangunan,perbaikan dan memperlengkapi kapal-kapal,begitu juga jual beli kapal untuk pelayaran,demikianpun di dalam dan di luar Hindia Belanda).
  5. alle expeditien en vervoer van koopmanschappen (semua ekspedisi dan pengangkutan barang-barang dagangan).
  6. Het kopen en verkopen van scheepstuigagie en  scheepsmondbe hoeften (Jual beli tali temali kapal dan kebutuhan makan minum bagi kapal).
  7. Alle rederijen,verhuringen tot bevrachtingen van schepen,mitsgader bodemerijen en andere overeenkomsten betreffende de zeehandel (semua rederij,menyewakan dan mencarterkan kapal,juga bodemerij dan perjanjian-perjanjian lainnya mengenai perdagangan laut).
  8. Toot aangaan van huur van schippers,stuurlieden en scheepsgezellen,en dezelver verbintenissen,ten dienste van koopvaardijschepen (Melakukan penyewaan atas nakhoda ,jurumudi dan anak kapal,dan perikatan-perikatan sejenis untuk kepentingan kapal-kapal dagang).
  9. De handelingen van factoors,cargadoors,convooilopers,boek hounders en andere bedienden,ter zake  van de handel ,van den koopman, in wiens dienst zij werkzaam zijn (Perbuatan-perbuatan dari agen ,pengusaha bongkar muat,pengusaha in dan uitklaring kapal laut,pemegang buku dan pelayan-pelayan pedagang,mengenai urusan perniagaan dari pedagang,dalam dinas siapa mereka melakukan kegiatan pekerjaan).
  10. Alle assurantieen (semua asuransi).

Pasal 5 (lama) KUHD :De verplichtingen ontstaande uit (kewajiban-kewajiban yang timbul dari 🙂

  1. aanzeilen,overzeilen,aanvaren of aandrijven (berlayar cepat/menubruk kapal lain,berlayar menabrak,tubrukan kapal atau mendorong kapal lain).
  2. Uit hulp of redding en berging bij schipbreuk,stranding of zeevonden (dari bantuan atau pertolongan dan penyimpanan barang dari  kapal karam,kapal kandas atau penemuan barang di laut).
  3. uitwerping en uit averij,zijn zaken van koophandel (membuang barang di laut dan dari averij adalah urusan jual beli perusahan).

Pengertian koperasi,unsur,ciri dan cara pendirian koperasi

0

Koperasi secara etimologis terdiri dari dua suku kata yaitu “co” yang berarti “bersama” dan operation yang berarti “bekerja”. jadi makna koperasi adalah bekerjasama (cooperation atau cooperative). maksud kerjasama tersebut adalah keikutsertaan beberapa orang untuk bekerjasama dengan maksud dan tujuan yang sulit dicapai apabila mereka bekerja sendiri-sendiri.

secara harfiah, koperasi dapat diartikan sebagai bekerja bersama atau kebersamaan, dengan catatan bahwa bekerja sama tersebut tidak sama dengan sama-sama bekerja.Di Belanda dalam Undang-undang perkoperasian tahun 1876 memberikan pengertian koperasi adalah suatu perkumpulan  dari orang-orang, di mana mereka dalam wadah ini diperbolehkan masuk atau keluar sebagai anggota, dan bertujuan memperbaiki kepentingan-kepentingan perbedaan atau materiil dari para anggota,dan secara bersama-sama menyelenggarakan suatu cara penghidupan atau pekerjaan.

Di Indonesia, menurut Undang-undang No 25 tahun 1992 tentang perkoperasian yang disahkan tanggal 21 Oktober 1992 pada pasal 1 ayat (1) disebutkan : “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang perseorang atau badan hukum koperasi di mana kegiatannya berlandasakan pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan azas kekeluargaan”.

Menurut Ica Manchester, Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela,untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan asosiasi-asosiasi ekonomi, sosial dan hidup mereka melalui perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan bersama secara demokratis.

UNSUR DAN CIRI KOPERASI

Dalam koperasi terdapat 4 unsur yaitu :

  1. Badan usaha, bukan ormas.
  2. Pendiri/pemiliknya adalah orang perseorang (perorangan/individu) atau badan hukum koperasi.
  3. Bekerja berdasarkan prinsip-prinsip koperasi dan azas kekeluargaan.
  4. Sebagai gerakan ekonomi rakyat.

Ciri-ciri koperasi ada 6 yaitu:

  1. Sebagai badan usaha yang pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan yang bersifat keuntungan secara ekonomis sehingga dapat bergerak di segala sektor perekonomian di mana saja dengan mempertimbangkan kelayakan usaha.
  2. Harus berkaitan langsung dengan kepentingan anggota demi meningkatkan usaha dan kesejahteraannya.
  3. Keanggotaannya bersifat sukarela tanpa paksaan.
  4. Pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi sehingga anggotanya adalah pemilik dan sekaligus pengguna koperasi.
  5. Pembagian pendapatan atau sisa hasil usaha di dalam koperasi didasarkan pada perimbangan jasa usaha anggota kepada koperasi dan balas jasa atau modal yang diberikan kepada anggota dibatasi, yaitu tidak melebihi suku bunga yang berlaku dipasar, sehingga dengan demikian tidak didasarkan atas besarnya modal yang diberikan.
  6. Koperasi bersifat mandiri,memiliki kebebasan yang bertanggungjawab, memiliki otonomi,swadaya, serta mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri (Budi untung).

PRINSIP KOPERASI

Menurut pasal 5 Undang-undang No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, prinsip yang melekat pada koperasi ada 7 yaitu:

  1. Prinsip keanggotaan terbuka dan sukarela,yakni terbuka dan sukarela kepada semua orang untuk menjadi anggota.
  2. Prinsip pengendalian oleh anggota secara demokratis,yakni semua keputusan diambil secara demokratis oleh para anggota.
  3. Prinsip partisipasi ekonomi anggota,yakni bahwa modal koperasi bersumber dari modal para anggota yang dikendalikan secara demokratis oleh para anggota yang merupakan milik bersama.
  4. Prinsip otonomi dan kemerdekaan,yakni orang koperasi adalah menolong dirinya sendiri termasuk pengendalian jalannya koperasi dan cara mereka mendapatkan kesepakatan-kesepakatan dengan siapa saja,termasuk dengan pemerintah.
  5. Prinsip pendidikan,pelatihan dan informasi,yakni koperasi secara berkala atau terus menerus mengadakan pendidikan dan pelatihan kepada anggotanya dan memberikan informasi secara terbuka kepada masyarakat tentang manfaat sifat dan manfaat kerjasama.
  6. Prinsip kerjasama di antara koperasi,yakni dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada anggotanya maka koperasi mengadakan kerjasama, baik yang bersifat lokal,regional,nasional maupun internasional.
  7. Prinsip kepedulian terhadap komunitas,yakni bekerjanya koperasi adalah bagian pembangunan yang berkesinambungan dari komunitas mereka melalui kebijakan yang disetujui oleh para anggota.

CARA PENDIRIAN KOPERASI

Koperasi dapat didirikan oleh orang perorangan (Koperasi primer) maupun lembaga usaha yang berbadan hukum (Koperasi sekunder), dan untuk membentuk koperasi primer sekurang-kurangnya 20 orang anggota, sedangkan untuk koperasi sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 koperasi.

Langkah-langkah pendirian koperasi antara lain:

  1. Pemrakarsa pembentuk koperasi mengundang anggotanya untuk rapat pendirian koperasi.
  2. Konsep anggaran dasar koperasi telah disiapkan lebih dahulu oleh panitia pendiri dan disahkan dalam rapat pendirian untuk membentuk pengurus dan pengawas, sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-undang No 25 tahun 1992.
  3. Pengurus koperasi dan sekaligus sebagai pendiri berkewajiban mengajukan pengesahan pada pejabat yang berwenang dan melampirkan akta pendirian yang berisikan anggaran dasar koperasi yang disahkan oleh rapat pendirian dengan mencantumkan nama-nama anggota pengurus, yang diberi wewenang mengurus koperasi.
  4. Jika dalam jangka 3 bulan belum ada jawaban pengesahan atau ditolak oleh pejabat yang berwenang maka dalam jangka sebulan diajukan kembali untuk pengesahan.
  5. Bila telah di sahkan maka status koperasi menjadi badan hukum, sebagaimana diatur dalam pasal 9 UU no 25 tahun 1992, dengan diumumkannya akta pendirian dalam berita Negara RI sehingga koperasi tersebut dapat melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

PEMBUATAN ANGGARAN DASAR KOPERASI

Fungsi dan manfaat anggaran dasar koperasi dan akta otentik dibuat sebagai alat bukti. alat bukti sebagaimana disebutkan dalam pasal 1868 KUH Perdata ” Akta otentik adalah akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang,dibuat oleh atau di hadapan pejabat umu (notaris) yang berwenang untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat”.

Menurut pasal 6 UU No 25 tahun 1992 tentang perkoperasian,bahwa pembuatan dan perubahan anggaran dasar koperasi diberikan secara bebas kepada orang-orang yang mendirikan koperasi untuk memiliki akta di bawah tangan tanpa melibatkan pejabat umum dengan akta otentik. Dalam anggaran dasar memuat beberapa hal sebagai berikut :

  1. Nama koperasi.
  2. Tempat dan daerah kerja.
  3. maksud dan tujuan.
  4. Syarat-syarat keanggotaan.
  5. Tentang permodalan.
  6. Hak dan Kewajiban serta tanggung jawab anggota.
  7. Pengurus dan pengawas.
  8. Rapat anggota dan keputusan rapat anggota,dan
  9. Penetapan tahun buku.

PERANGKAT ORGANISASI KOPERASI

Koperasi harus memiliki perangkat organisasi dalam menjalankan operasionalnya agar efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang dimaksud, dan perangkat organisasi koperasi ada 3 yaitu :

  1. Rapat anggota. Menurut ketentuan pasal 22 UU no 25 tahun 1992, Rapat anggota adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi yang berhak menetapkan beberapa hal sebagai berikut :
    • Anggaran dasar;
    • Kebijaksanaan umum di bidang organisasi,manajemen dan usaha koperasi.
    • Pemilihan,pengangkatan,pemberhentian pengurus dan pengawas.
    • Rencana kerja,rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi,serta pengesahan laporan koperasi.
    • Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam melaksanakan tugasnya.
    • Pembagian sisa hasil usaha.
    • Penggabungan,peleburan,pembagian dan pembubaran koperasi.
  2. Pengurus. Menurut ketentuan pasal 29 UU No 25 tahun 1992, pengurus koperasi dipilih dari dan oleh anggota koperasi sendiri dalam rapat anggota yang untuk pertama kalinya dicantumkan dalam akta pendiriannya. Masa jabatan pengurus paling lama 5 tahun, dan habis masa jabatannya dapat dipilih kembali melalui rapat anggota. Berkaitan dengan pengurus yang berkaitan dengan badan hukum  diatur dalam pasal 20 ayat (2) UU No 25 tahun 1992. bahwa pengurus koperasi adalah pemegang kuasa rapat anggota yang berwenang untuk mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan sebagaimana diatur dalam pasall 30 ayat (2) UU No 25 tahun 1992.
  3. Pengawas. Menurut ketentuan pasal 38, UU No 25 tahun 1992,pengawas dipilih dari dan oleh rapat anggota koperasi dan bertanggungjawab kepada rapat anggota. Tugas utama dari pengawas adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. Pengawas berwenang meneliti catatan yang ada pada koperasi dan meminta segala keterangan yang diperlukan oleh pengurus. Sedangkan persyaratan untuk menjadi anggota pengawas diatur di dalam anggaran dasar.

PENGELOMPOKAN KOPERASI

Koperasi yang berlaku di Indonesia dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : Menurut bidang usaha,menurut luas wilayah dan golongan fungsional.

  1. Koperasi menurut bidang usaha dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu:
    • Koperasi produksi, adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari produsen barang dan jasa untuk memberikan kemudahan pada anggotanya  dalam bidang penyediaan bahan baku,bahan pembantu,perlengkapan produksi dan termasuk pemasaran.
    • Koperasi konsumsi, yaitu koperasi yang bergerak di bidang penyediaan kebutuhan pokok anggotanya.
    • Koperasi simpan pinjam,yaitu koperasi yang bergerak di bidang penghimpunan dana dari anggota yang kemudian menyalurkan kepada anggota yang membutuhkan.
    • Koperasi serba usaha,yaitu koperasi yang mempunyai bidang usaha rangkap/beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan para anggota.
    • Koperasi desa, yaitu anggotanya terdiri dari para penduduk desa  dengan aneka usaha dalam suatu lingkungan tertentu.
    • Koperasi unit desa, yaitu Gabungan koperasi di bidang pertanian dalam wilayah unit  desa yang dilebur menjadi Koperasi unit desa.
    • Koperasi pertanian (Koperta),yaitu anggotanya yang terdiri dari para petani atau buruh tani.
    • Koperasi peternakan,yaitu anggotanya terdiri dari para peternak,pengusaha peternakan dan buruh peternakan.
    • Koperasi perikanan,yaitu anggotanya terdiri dari para peternak ikan,pengusaha perikanan,pemilik kolam ikan,pemilik alat perikanan,nelayan,dan pihak-pihak yang berhubungan dengan usaha perikanan.
    • Koperasi kerajinan/koperasi industri, yaitu anggotanya terdiri dari para pengusaha kerajinan dan industri,buruh yang berkepentingan yang mata pencahariannya berhubungan dengan kerajinan dan industri.
  2. Koperasi menurut luas wilayah, koperasi tersebut dikelompokkan ke dalam 4 kelompok yaitu :’
    • Koperasi primer,yaitu koperasi sebagai satuan terkecil dengan wilayah yang kecil pula dan melibatkan secara langsung banyak orang sebagai anggota.
    • Pusat koperasi,yaitu koperasi yang anggotanya adalah koperasi primer,sedikitnya lima koperasi. dengan demikian,anggota koperasi primer adalah anggota tak langsung pada pusat koperasi.
    • Gabungan koperasi,yaitu koperasi yang dibentuk secara bersama-sama oleh pusat koperasi (Paling sedikit 3 koperasi).
    • Induk koperasi,yaitu koperasi yang dibentuk secara bersama-sama oleh gabungan koperasi (paling sedikit 3 gabungan koperasi).
  3. Koperasi menurut golongan fungsional, koperasi ini dikelompokkan menjadi 8 kelompok yaitu :
    • Koperasi pegawai negeri.
    • Koperasi angkatan darat (Kopad)
    • Koperasi angkatan laut.
    • Koperasi angkatan kepolisian.
    • Koperasi pensiunan angkatan darat.
    • Koperasi pensiunan pegawai negeri.
    • Koperasi karyawan.

MODAL KOPERASI

Menurut ketentuan pasal 41 UU No 25 tahun 1992,modal koperasi berasal dari 5 sumber yaitu :

  1. Simpanan pokok, yaitu simpanan wajib para anggota yang dapat disetor sekaligus atau bertahap. simpanan pokok ini tidak boleh  diambil selama menjadi anggota dan besarnya sama setiap anggota.
  2. Simpanan wajib, yaitu sejumlah uang yang wajib dibayar setiap anggota koperasi yang nilainya tidak harus sama. besarnya tergantung kepada kemampuan masing-masing anggota.
  3. Dana cadangan,yaitu sejumlah uang yang diperoleh dari menyimpan sisa hasil usaha,yang dipergunakan untuk mengembangkan modal sendiri serta menutup kerugian koperasi jika ada. Uang cadangan tersebut tidak bisa dibagi karena apabila koperasi bubar harus menyelesaikan tagihan atau biaya lain yang diperlukan.
  4. Modal pinjaman yang terdiri dari :
    • Anggota koperasi.
    • Koperasi lain.
    • Bank atau lembaga keuangan.
    • Penerbitan obligasi dan surat hutang.
    • Modal penyertaan.

KEGIATAN USAHA KOPERASI

Terdapat banyak usaha yang dapat ditangani oleh koperasi. Dalam kepres Np 99 Tahun 1998, disebutkan tentang jenis usaha kecil dan pemberdayaan sektor usaha kecil dan pemberdayaan sektor usaha kecil. Untuk usaha besar yang ingin terlibat dalam usaha kecil harus dibangun kemitraan yang bisa diwujudkan ke dalam penyertaan modal saham, inti plasma, sub kontraktor,waralaba,perdagangan umum dan keagenan.

Jenis-jenis usaha kecil mencakup beberapa hal yaitu :

  1. Tanaman obat-obatan.
  2. Peternakan ayam buras,penangkapan ikan kembung,udang,kerang,cumi dan lain-lain.
  3. Golongan industri makanan.
  4. Industri benang bermotif/celup.
  5. Industri kapur tohor,kapur sirih,kapur pertanian dan kapur tulis.
  6. Hiasan rumah tangga,batu bata,tanah liat dan lain-lain.
  7. Bisnis bengkel,reparasi alat listrik,air minum dan lain-lain.
  8. Jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah dan besar yang harus bermitra dengan usaha kecil,misalnya :
    • Bisnis ubi kayu,jagung,sayur-sayuran.
    • Industri pengolahan susu,pengasapan,tepung ikan,pengolahan teh.
    • Mesin pertanian peontok padi,pemotong padi, hand tractor,pompa air,pertambangan kecil dan lain-lain.

PEMBUBARAN KOPERASI

Pembubaran koperasi diatur dalam pasal 46 – 50 UU Nomor 25 tahun 1992, tentang perkoperasian, yang intinya ada 2 cara yaitu :

1 . Bubar berdasarkan keputusan rapat anggota.

Dalam Undang-undang tidak disebutkan alasan adanya rapat anggota tetapi anggota pengurus dan pengawas koperasi harus mempertimbangkannya secara mendalam. Apabila sudah menjadi keputusan rapat untuk membubarkan koperasi maka beberapa hal harus diperhatikan yaitu :

  1. Memberitahu kepada semua kreditur dan pemerintah. Pemberitahuan kepada kreditur terkait dengan masalah tagihan yang harus diselesaikan. sedangkan kepada pemerintah  karena yang mengesahkan berdirinya suatu koperasi menjadi sebuah badan usaha yang berbadan hukum dan merubah status pembubaran juga melalui keputusan pemerintah.
  2. Menyerahkan petikan berita acara pembubaran kepada pemerintah yang berisi keputusan rapat anggota koperasi untuk pembubaran.
  3. Menyerahkan akta pendirian yang berisi anggaran dasar koperasi serta data lain yang diperlukan kepada pemerintah sampai ada kesimpulan pemerintah untuk pembubaran yang akan diumumkan dalam berita negara RI.

2. Bubar karena keputusan pemerintah.

Menurut ketentuan pasal 48 UU Nomor 25 tahun 1992, pemerintah diberi kewenangan untuk membubarkan koperasi berdasarkan alasan tertentu. Menurut pasal 3, PP nomor 17 tahun 1994, tentang pembubaran koperasi, maka pemerintah membubarkan koperasi apabila :

  1. Koperasi tidak memenuhi ketentuan UU nomor 25 tahun 1992 dan tidak melaksanakan ketentuan anggaran dasar koperasi.
  2. Kegiatan koperasi bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan, dan
  3. Koperasi tidak melakukan kegiatan usahanya secara nyata selama dua tahun berturut-turut terhitung sejak tanggal pengesahan akta pendirian koperasi.

Proses pembubaran koperasi,para anggota hanya berkewajiban menanggung kerugian yang diderita koperasi sebatas pada simpanan pokok,simoanan wajib dan modal penyertaan yang dimiliki, tidak bertanggungjawab terhadap pinjaman koperasi.

PENYELESAIAN SETELAH PEMBUBARAN

Setelah koperasi dibubarkan,menurut ketentuan pasal 51 – 55 UU No 25 tahun 1992, harus segera dilakukan penyelesaian pembubaran untuk kepentingan kreditur dan anggota, kemudian rapat anggota menunjuk tim penyelesai (fasilitator) yang menurut ketentuan pasal 54 mempunyai hak, wewenang dan kewajiban antara lain :

  1. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama koperasi guna menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan koperasi,termasuk mewakili didalam dan di luar pengadilan.
  2. Mengumpulkan segala keterangan.
  3. Memanggil pengurus,anggota dan bekas anggota tertentu yang diperlukan.
  4. Memperoleh,memeriksa dan menggunakan segala catatan arsip koperasi.
  5. Menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang didahulukan dari pembayaran hutang lainnya.
  6. Menggunakan sisa kekayaan koperasi untuk menyesaikan sisa kewajiban koperasi.
  7. Membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota.
  8. Setelah penyelesaian berakhir sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan,maka penyelesai membuat berita acara tentang penyelesaian pembubaran tersebut.